JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Proses hukum terhadap aktivis Dandhy Dwi Laksono dinilai jumlah pihak sebagai kriminalisasi. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai lembaga pengawas eksternal memberikan masukan agar tim kuasa hukum Dandy melayangkan gugatan praperadilan.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menuturkan, penyelidikan dan penyidikan kasus yang menjerat Dandhy, memang merupakan kewenangan penyidik. Menangkap, menahan dan menentukan status sebagai saksi atau tersangka itu kewenangan polisi yang diatur dalam KUHAP. ”Namun, kalau dianggap dalam prosesnya salah atau keliru, ada jalan lain yang bisa ditempuh,” tuturnya.
Karena itu, kuasa hukum Dandhy bisa menempuh jalur hukum berupa praperadilan. Karena hanya dengan jalur itulah penetapan tersangka bisa dibatalkan. ”Dipersilakan menempuh jalur hukum tersebut,” terangnya dihubungi JPG, kemarin.
Namun begitu, Kompolnas sebagai pengawas eksternal tentu memonitor tindakan kepolisian di lapangan. Dalam hal semacam ini, Kompolnas memiliki kewenangan untuk klarifikasi dan meminta gelar perkara. ”Termasuk mengawasi bila ada proses pemeriksaan kode etik,” terangnya.
Kompolnas tidak memiliki kewenangan untuk memantau berjalannya pemeriksaan saksi dan sebagainya. Poengky mengatakan, pengawas internal yang memiliki kewenangan memeriksa. ”Karena itu, kami harapkan pengawas internal proaktif. Tidak hanya soal kasus aktivis, tapi juga soal kekerasan dalam demonstrasi,” tegasnya.
Perlu disadari polisi, ini posisinya sebagai lembaga negara yang fungsinya melayani masyarakat. Salah satu kunci dalam menjaga agar kepercayaan publik tidak merosot dengan bersikap netral dan profesional. ”Harus seperti itulah pelayanan kepolisian,” paparnya.
Sebelumnya, Dandhy sempat ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Diduga Dandhy menyebarkan informasi hoaks terkait kejadian di Papua. Namun, dalam proses penangkapan itu dinilai janggal oleh LBH dan AJI, karena proses pemanggilan absen dilakukan Polda Metro Jaya.
Padahal, sesuai dengan pasal 112 jo pasal 227 ayat 1 KUHAP, menyebutkan bahwa sebelum melakukan penangkapan, kepolisian diharuskan untuk memanggil seseorang tersebut secara patut. Dandhy mengaku tidak ada panggilan apapun sebelum dirinya ditangkap.
Karenanya, Dandhy mengikuti proses penangkapan sekaligus ingin mengetahui pidana apa yang dijeratkan padanya. Sutradara Sexy Killer itu juga mengakui bahwa twit terkait Papua miliknya merupakan informasi yang terstruktur berdasarkan sejumlah media di Papua.
Sementara Kuasa Hukum Dandhy, Al Ghifari menjelaskan saat ini belum ada kepastian untuk menempuh gugatan praperadilan. “Kami fokus untuk meminta SP3 dulu, “ paparnya dihubungi kemarin. Namun, ke depan tidak menutup kemungkinan tersebut. Hal itu tergantung dari perkembangan kasus ini. “Kita akan lihat nanti,“ terangnya.(idr/jpg)