KORUPSI

Harun Masiku Diduga Sudah Kembali ke Indonesia

Hukum | Kamis, 16 Januari 2020 - 00:08 WIB

 Harun Masiku Diduga Sudah Kembali ke Indonesia

Kendati sudah berhari-hari menjadi buron, bahkan sempat diketahui ke luar negeri, Harun tak kunjung ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh KPK. Imigrasi sebelumnya menyatakan tidak ada pemberitahuan bahwa Harun adalah buron. Mereka hanya diminta pemberlakuan pencegahan ke luar negeri. ’’Itu proses berikutnya,’’ lanjut Ali saat ditanya mengenai hal tersebut.

Sementara itu, penanganan kasus KPU terus mendapat sorotan karena penggeledahan yang memakan waktu lama. Apalagi, penggeledahan baru dilakukan beberapa hari setelah OTT dan penetapan tersangka. Menanggapi hal tersebut, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menolak dianggap sebagai pihak yang memperlambat proses penggeledahan.

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan menegaskan, dewas berkomitmen mengeluarkan izin maksimal 1 x 24 jam pasca pengajuan oleh pimpinan KPK. Namun, memang belum ada SOP yang pasti untuk pengajuan tersebut maupun penanganan suatu kasus mulai penyelidikan hingga penangkapan dan penggeledahan.

Dalam setiap surat izin penggeledahan, dewas hanya memberikan satu surat izin untuk beberapa lokasi sekaligus dengan jangka waktu surat selama 30 hari sejak permohonan izin. Dewas tutup mulut apakah surat untuk penggeledahan kantor DPP PDIP sudah diajukan atau belum. ”Kalau pimpinan KPK lama-lama mengajukan permohonan ya di luar jangkauan saya,” ucap Tumpak kemarin.

Saat ini pengajuan izin melewati proses yang cukup panjang. Mulai penyidik ke direktur, direktur ke pimpinan, lantas pimpinan ke dewas. Surat izin yang sudah ditandatangani kembali turun ke bawah dan butuh waktu. Tumpak menambahkan, tetap ada kemungkinan permintaan izin penggeledahan atau penangkapan itu tidak disetujui dewas dengan pertimbangan kolektif kolegial dan analisis petugas dari jabatan fungsional.

Dewas belum punya mekanisme apabila permintaan izin penggeledahan dari pimpinan KPK lama dan akhirnya menghambat proses penegakan hukum. Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris memaparkan, dewas masih menyusun SOP untuk mempermudah pengajuan dan pemberian izin. Serta kode etik untuk internal KPK, termasuk pimpinan.

Kode etik itulah yang akan menjadi instrumen untuk mengevaluasi pimpinan KPK. Dewas menjanjikan evaluasi diajukan secara berkala tiga bulan sekali.

”Akan ada semacam sanksi yang sifatnya ringan, sedang, dan berat,” lanjutnya. Dewas juga akan melakukan komunikasi rutin setiap bulan untuk memastikan tidak ada hambatan yang dihadapi penyidik hingga pimpinan dalam penanganan kasus korupsi.

Editor: Deslina
Sumber: jawapos.com










Tuliskan Komentar anda dari account Facebook