(RIAUPOS.CO) - Penetapan M. Agung Hidayatulloh (MAH) sebagai tersangka dugaan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terus disorot. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri sebagai pihak yang menangani kasus tersebut dianggap tidak cermat, bahkan prematur, dalam menetapkan Agung sebagai tersangka.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Abdul Wachid Habibullah menyatakan, berdasar Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.Kap/36/IX/2022/Dittipidsiber diketahui bahwa Agung telah berstatus tersangka saat ditangkap di Jalan Gerilya, RT 09, RW 04, Dagangan, Madiun, pada Rabu (14/9) lalu.
”Sesuai KUHAP, (sebelum jadi, red) tersangka itu harus diperiksa dulu, tidak asal ditangkap,” jelasnya. Sesuai KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, penetapan tersangka harus didasarkan minimal dua alat bukti. Jenis-jenis alat bukti yang dimaksud diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Yakni, keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Setelah dua alat bukti permulaan dikantongi, barulah seseorang yang diduga melakukan tindak pidana diundang penyidik untuk dimintai keterangan. Namun, beda cerita jika seseorang tersebut diduga keras melakukan tindak pidana seperti disebut dalam Pasal 17 KUHAP sehingga perlu ditangkap.
”Tapi, statusnya (saat penangkapan, Red) belum tersangka,” ujarnya. Setelah penangkapan dan melakukan pemeriksaan selama maksimal 1 x 24 jam (Pasal 19 ayat 1 KUHAP), barulah penyidik menentukan status orang yang ditangkap tersebut, apakah naik sebagai tersangka atau hanya sebagai saksi.
”Sementara dalam kasus MAH ini, belum diperiksa, tapi sudah jadi tersangka dan ditangkap,” tegas Wachid.
Atas dasar itu, LBH Surabaya meminta kepolisian lebih cermat dalam melakukan penyidikan terhadap Agung. Bahkan, jika polisi tidak memiliki cukup bukti, status tersangka yang melekat pada Agung harus dipulihkan. ”Jadi, dari prosedur penetapan tersangkanya dulu yang perlu dilihat sangat menyalahi aturan, tidak sesuai KUHAP,” terangnya.
Sebagaimana diberitakan, Dittipidsiber Bareskrim Polri menetapkan Agung sebagai tersangka karena berperan sebagai pemilik/pengguna/penguasa akun Bjorka pada situs www.breached.to, akun Telegram @Bjorkanism, dan akun wallet 1561ofB5Zjxxxxx. Agung dijerat sejumlah pasal dalam UU ITE. Di antaranya, pasal 46 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) juncto pasal 30 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), pasal 48 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Kadivhumas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo belum menjawab permintaan konfirmasi terkait dengan prosedur penangkapan yang dinilai tidak sesuai KUHAP tersebut.
Di sisi lain, menurut sumber JPG di internal kepolisian, penangkapan Agung merupakan langkah awal untuk menelusuri keberadaan Bjorka. Berdasar hasil pemetaan tim siber, setidaknya ada 14 suspect yang diduga terafiliasi dengan Bjorka. Salah satunya Agung. ”Sasaran utama memang bukan MAH (Agung, Red),” ujar sumber yang tidak ingin disebutkan namanya itu.(tyo/c19/oni/jpg/muh)
Laporan JPG, Jakarta