BEBASKAN KORUPTOR

WP KPK Minta Yasonna Jangan Manfaatkan Pandemi Corona

Hukum | Jumat, 03 April 2020 - 18:06 WIB

 WP KPK Minta Yasonna Jangan Manfaatkan Pandemi Corona
ILUSTRASI: Koruptor (Kokoh Praba Wardhani/Dok.JawaPos.com)

JAKARTA (RIAUPOS.CO)– Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) secara tegas menolak usulan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Hamongan Laoly yang berencana membebaskan 300 narapidana korupsi. Meski wacana itu hanya untuk yang berusia 60 tahun agar terhindar wabah virus Corona atau Covid-19, namun hal ini berbahaya bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Wadah Pegawai KPK menilai terdapat beberapa argumentasi mengapa inisiatif tersebut sangat berbahaya bagi citra pemberantasan korupsi dan harus ditolak,” kata Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap dalam keterangannya Jumat, Jumat (3/4).

Yudi menyatakan, pemerintah saat ini tengah menggelontorkan uang senilai kurang lebih Rp 405 triliun untuk penanganam pencegahan penyebaran Covid-19. Menurutnya, anggaran triliunan rupiah itu tak tertutup kemungkinan adanya potensi penumpang gelap yang mengeruk keuntungan bahkan melakukan korupsi.

Untuk itu, lanjut Yudi, pemerintah seharusnya memberikan pesan yang serius untuk memberikan efek jera terhadap pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan situasi, termasuk dengan pesan adanya ancaman hukuman mati bagi koruptor saat bencana. Namun, usulan Yasonna untuk membebaskan koruptor justru terkesan menghilangkan pesan efek jera.

“Wacana pembebasan koruptor termasuk dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan justru pada saat kondisi krisis epidemi Covid-19, merupakan bentuk untuk meringankan bahkan mereduksi deterrence effect dari pemidanaan terhadap koruptor,” urai Yudi.

Yudi menyebut, wacana merevisi PP Nomor 99/2012 bukanlah hal baru yang dilontarkan Yasonna. Menurutnya, politikus PDI Perjuangan itu telah mewacanakan revisi PP tersebut sejak tahun 2016. Namun, malah mendapat respons penolakan dari publik sehingga ditolak.

Oleh karena itu, Yudi mengharapkan seharusnya Yasonna tidak memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 sebagai momentum untuk merealisasikan keinginannya untuk membebaskan koruptor. Karena dapat mencedarai upaya pemberantasan korupsi.

“Jangan sampai epidemic Covid-19 justru malah menjadi momentum yang dimanfaatkan untuk memuluskan rencana (revisi PP nomor 99/2012) tersebut,” tegas Yudi.

Yudi membeberkan, banyak metode lain yang dapat diterapkan untuk menghindari resiko penularan Covid-19 bagi para terpidana korupsi. Mulai dari adanya pengaturan soal sel sampai dengan kunjungan. Sehingga, pandemi Covid-19 seharusnya tidak landasan untuk merevisi PP 99/2012 tersebut.

“Kami mendorong Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly untuk tidak melanjutkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan upaya lain yang dapat menghilangkan atau mengurangi hukuman bagi koruptor,” tukasnya.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengusulkan adanya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Keputusan ini tak lepas dari kondisi Lapas di Indonesia yang sudah melebihi kapasitas sehingga rawan terhadap penyebaran virus korona.

Yasonna merinci, setidaknya empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui proses asimilasi dan integrasi melalui mekanisme revisi PP tersebut.

Kriteria pertama, narapidana kasus narkotika dengan syarat memiliki masa pidana 5 sampai 10 tahun yang sudah menjalani dua pertiga masa tahanan. Diperkirakan akan ada 15.442 terpidana narkotika yang akan dibebaskan.

Kriteria kedua, usulan pembebasan itu berlaku bagi narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan. Rencananya akan ada sekitar 300 koruptor yang akan dibebaskan.

Kriteria ketiga, bagi narapidana tindak pidana khusus yang mengidap sakit kronis dan telah menjalani 2/3 masa tahanan. Namun harus ada pernyataan dari rumah sakit.

Terakhir, berlaku bagi narapidana warga negara asing (WNA) sebanyak 53 orang. Namun, wacana ini harus mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo.

Sumber: JawaPos.com

Editor: Deslina

Baca Juga :Jadi Tersangka KPK, Wamenkumham Eddy Hiariej Diusir dari Rapat Komisi III DPR







Tuliskan Komentar anda dari account Facebook