PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau mengklaim selangkah lagi, menetapkan tersangka perkara dugaan korupsi pembangunan ruang rawat inap tahap III di RSUD Bangkinang. Namun, penetapan masih menunggu hasil audit Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).
Adanya hasil audit itu diperlukan untuk kelengkapan berkas perkara yang tengah disusun penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau.
“Untuk (perkara) RSUD Bangkinang, masih menunggu hasil audit dari APIP,” ujar Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, Rabu (30/6).
Setelah adanya hasil audit itu, kata Raharjo, baru lah penyidik menetapkan tersangka. Untuk nama-nama calon tersangka dalam perkara korupsi ini.
“Jadi masih menunggu hasil audit dari APIP. Jadi penetapan tersangkanya (belum),” kata mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng) itu.
Saat ditanya kapan penetapan tersangka akan dilakukan, Raharjo memberikan jawaban. “Ya, ya (tinggal satu langkah lagi menetapkan tersangka),” pungkas Raharjo.
Penyidikan perkara ini dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) nomor : PRINT-03/L.4/Fd.1/01/2021. Surat itu ditandatangani pada 22 Januari 2021 oleh Kepala Kejati (Kajati) Riau kala itu, Mia Amiati.
Atas hal itu, penyidik langsung mengagendakan pemeriksaan sejumlah saksi. Di antaranya, Asmara Fitrah Abadi. Direktur RSUD Bangkinang itu diperiksa sebagai saksi pada Kamis (4/2) beberapa waktu lalu.
Selain dia, penyidik juga memeriksa Direktur RSUD Bangkinang periode 2017-2019, Andri Justian. Sejumlah saksi lainnya juga sudah menjalani proses yang sama, di antaranya Abdul Jalil, Sudi Ridwan, Benny Tanardi, Taufik, Mayusri ST, Abdul Kadir Jailani, dan Minny Sulistyowati.
Begitu juga dengan Surya Darmawan. Ketua KONI Kabupaten Kampar diperiksa sebagai saksi dalam perkara itu yang diperiksa pada Rabu (10/3) lalu. Sebelumnya, dia sudah tiga kali mangkir dari pemeriksaan dengan alasan penyidik salah menuliskan namanya. Segera ditetapkannya tersangka ini diungkapkan Asisten Intelijen (Asintel) Kejari Riau Raharjo Budi Kisnanto, Senin (24/5) lalu.
Tidak hanya itu, kasus yang ditangani oleh tim jaksa penyidik dari Bidang Pidana Khusus (Pidsus) itu, juga sudah mengantongi hasil Penghitungan Kerugian Negara (PKN) dan alat bukti lainnya.
Saat proses penyelidikan, Jaksa sudah melakukan klarifikasi terhadap sejumlah pihak. Selain Direktur RSUD Bangkinang, Jaksa juga sudah mengundang Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kampar Musdar.
Selain itu, proses yang sama juga dilakukan terhadap Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kampar Edward, dan seorang anggota Pokja, Dicky Rahmadi.
Dari informasi yang dihimpun, ada dua perusahaan ikut tender. Yaitu, PT Gemilang Utama Alen berlokasi di Kompeks Bumi Sudiang Permai Jalan Perum Sudiang Raya Blok A 151 Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Perusahaan ini mengajukan penawaran senilai Rp46.492.675.038,79.
Satu perusahaan lagi adalah PT Razasa Karya. Menariknya, perusahaan itu kalah meskipun nilai penawarannya lebih rendah dari PT Gemilang Utama Alen, yakni Rp39.745.062.802,42.
Dalam pengerjaan proyek itu, PT Gemilang Utama Alen diduga menggandeng pihak lain, dalam artian pinjam bendera.
Diketahui, proyek itu sesuai kontrak seharusnya selesai pada akhir 2019. Namun hal itu tidak terwujud. Rekanan hanya mampu menyelesaikan dengan progres 92 persen.(ali)
Dilihat dari sisa kegiatan sebesar 8 persen lagi, itu bukan nilai yang cukup besar. Namun dari informasi yang didapat, sejumlah pekerjaan dengan nilai yang cukup besar masih tersisa. Seperti, pemasangan satu dari tiga unit lift. Begitu juga dengan sejumlah AC belum terpasang.
Selain itu, sejumlah pekerjaan yang telah dilakukan dinilai asal-asalan. Seperti di bagian teras pintu utama gedung, dimana pekerjaan belum selesai, seperti lantai, plafon serta tiang utama.
Kemudian, ditemukan beberapa dinding ruangan disulap menjadi tripleks, beberapa lorong ditemukan plafon sudah rusak parah, banyak yang bocor dan digenangi air. Beberapa tiang utama juga diketahui mengalami retak-retak.
Kendati tidak selesai, saat itu rekanan tidak dimasukkan dalam daftar hitam atau blacklist. Hal itu baru dilakukan pada Agustus 2020 lalu.(ali)