Durian berkualitas bukan hanya karena faktor pohon yang unggul atau budi daya yang tepat. Ada juga yang berasal dari hasil rekayasa. Misalnya, yang dilakukan petani di Dusun Sabrang, Desa Bedayutalang, Lumajang.
Tidak semua pohon durian menghasilkan buah berkualitas unggul. Baik dari segi rasa, bentuk, maupun aroma. Ada juga durian yang masuk kategori ’’produk gagal’’.
Lazimnya, pohon durian yang menghasilkan ’’produk gagal’’ bakal dipotong oleh pemilik. Atau, disilang dengan pohon durian lain yang lebih berkualitas. Kebanyakan memakai sistem sambung pucuk.
Tapi, petani dari Dusun Sabrang, Desa Bedayutalang, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, punya cara lain. Mereka memiliki sebuah teknik untuk mengubah durian yang kurang sip. Yakni, tumpang sari.
Adalah Sali, salah seorang petani di dusun itu, yang menerapkan teknik tumpang sari sejak sepuluh tahun lalu. Awalnya, petani berusia 60 tahun itu hanya coba-coba. Ternyata, teknik tersebut berhasil. Hasilnya mengejutkan.
Seperti apa tekniknya? Cukup sederhana. Sali menanam empon-empon (salah satu jenis tanaman herbal) di sekitar pohon durian yang kualitas buahnya rendah. ”Durian itu awalnya hanya manis dan hambar. Sekarang sudah berubah. Ada rasa pahit yang muncul,’’ paparnya.
Karena uji coba pertama berhasil, Sali memperluas penanaman bahan obat herbal itu. Lokasinya sama, di dekat pohon-pohon durian. Dan, lagi-lagi terbukti. Hasilnya memuaskan, ada perubahan pada durian tersebut.
Sejak saat itulah, Sali makin rajin ngeramut durian yang taste-nya kurang nendang. Untuk menambah cita rasa pahit, ada beberapa jenis tanaman obat yang bisa dipakai. ’’Bisa temulawak, kunyit, atau temu ireng. Ditanam saja seperti biasa di sekitar pohon. Nanti pohon (durian) itu terpancing sehingga rasa pahitnya muncul,’’ katanya.
Kini, Sali serius ’’menyervis’’ sebuah durian yang menurut dia potensial jadi unggulan. Durian senja pelangi namanya. ”Dari segi warna, durian ini sangat cantik,” ujarnya.
Ada warna merah pada tiap juring buahnya. Kemudian, disambung kuning dan jingga. Kombinasi warna itu membuat pencinta durian seakan sedang menyaksikan langit kala matahari mulai tenggelam. ”Karena itu pula, durian tersebut dinamakan senja pelangi,” kata Sali.
Ukuran durian itu terbilang standar. Beratnya 1–1,5 kilogram. Usianya masih cukup muda, baru 15 tahun. Saat ini, hanya ada satu pohon. Buahnya juga tidak banyak. Tidak sampai 100 biji.
Soal rasa, durian senja pelangi sudah cukup layak diberi label recommended. Manisnya dapat meski belum sampai level legit. Daging buahnya juga lumayan tebal. Tapi, masih ada sedikit kekurangan. Rasa pahitnya tidak kuat. Bahkan cenderung nihil. Meski demikian, bagi penggemar durian, varian baru tersebut layak jadi pilihan. Apalagi, warnanya cukup menarik.
Karena itu, Sali terus mengembangkan kualitas durian tersebut. Mulai membenahi bentuknya hingga men-setting rasa. ’’Pastinya pakai cara alami, bukan dengan zat kimia. Saat ini kami sudah bersiap-siap. Semoga hasil pada musim panen berikutnya, kualitasnya sudah lebih baik,’’ katanya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman