Pilkada langsung merupakan bagian dari kemewahan demokrasi di Indonesia. Agenda rutin lima tahun sekali ini kembali dilaksanakan secara serentak pada 9 September 2020. Walau sempat molor karena wabah Covid-19.
Penundaan itu implikasi dari terbitnya Perpu Nomor 2 Tahun 2020 oleh Presiden Ir Joko Widodo. Perpu tersebut menjadi dasar proses penyelenggaraan pilkada dengan penanganan Covid-19. Sehingga petugas pilkada harus berperang dengan situasi pandemi untuk meraih demokrasi yang hakiki. Termasuk pasien terpapar juga dijamin untuk mendapatkan hak pilihnya. Suara mereka dijemput.
Tentu informasi ini membuat beberapa petugas dihantui rasa sangsi. Menjemput suara pasien Covid-19 dengan resiko terbesar, mereka bisa saja ikut terpapar. Tugas itu diberikan kepada jajaran Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang jarak Tempat Pemungutan Suara (TPS) mereka berdekatan dengan dengan ruang isolasi.
Tugas berat itu dilakoni Dedi Kurniawan. Ia sebagai salah seorang jajaran KPPS TPS 02 Desa Banglas, Kecamatan Tebingtinggi, Kepulauan Meranti. Tidak ada pilihan. Secara sukarela, tugas tersebut diterima pasca rekan kerjanya menolak.
Benar, TPS Mereka berhadapan langsung dengan RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti, Jl. Dorak Kecamatan Tebingtinggi. Di dalamnya terdapat beberapa orang pasien pasien terpapar Covid-19 sedang menjalani perawatan secara intensif. Bahkan mereka memiliki gejala berat.
Serambi mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) dengan kelengkapan pakaian hazmat, masker berlapis tiga, face shield dan sepatu boot, Ia tampak seperti astronot. "Bimbang. Mudah-mudahan lancar," ujarnya ketika mengenakan satu persatu alat pelindung diri lengkap, 9 Desember 2020 siang itu.
Setelah APD dipakai, ia berjalan sambil menenteng kotak, paku, pena dan surat suara yang terbungkus amplop masih bersegel. Masuk di RSUD, ia menuju daftar kamar pasien. Kamar pertama, ditempati pasien umum.
Dari sana, lanjut menuju ruang isolasi pasien terpapar dan didampingi oleh pengawas dan beberapa orang petugas medis. Setiap pasien dipanggil keluar, mencoblos dan kembali memasukkan surat suara kedalam kotak. Saat itu terdapat tiga orang pasien terkonfirmasi positif bergiliran tuntas menggunakan hak suaranya.
Dedi mengaku khawatir. Tetapi, tugas sebagai anggota KPPS tetap harus dijalankan. "Kalau dipikir-pikir ya pasti cemas. Pastilah. Tapi inikan tugas yang jadi kewajiban kami," bebernya sambil melepaskan APD sepulang dari RSUD.
Tugas ini dilakukan setelah ditunjuk Ketua KPPS setempat. Ia pun memberanikan diri melaksanakan kewajiban itu sesuai prosedur yang ditetapkan oleh KPU. "Awalnya ditunjuk ketua KPPS. Tapi kalau tidak ada yang mau. Siapa lagi? mudah-mudahan jadi pengalaman," katanya.
Usai menjalankan tugas sebagai anggota KPPS, ia juga berencana melakukan isolasi mandiri. "Insya Allah isolasi, jaga kondisi tubuh, jaga kebersihan, jalankan protokol dari pemerintah," katanya.
Ketua KPPS 02 Desa Banglas Rudi Hartono menyampaikan total ada 4 pasien rumah sakit atau RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti menggunakan hak pilihnya dengan formulir A5. "Pasien rumah sakit yang menggunakan A5 sebanyak tiga orang dan, seorang pasien umum pasca melahirkan," ujar Rudi.
Rudi menjelaskan saat pengambilan suara pasien Covid-19 di RSUD berjalan dengan baik, sesuai dengan aturan protokol Covid-19.
Cerita dia petugas yang memungut suara pasien sudah ditunjuk sebelumnya. Walupun menjemput suara pada pasien Covid-19 dengan tingginya resiko terpapar, ia mengaku tidak ada ketakutan petugas tersebut saat menjemput suara. "Tidak ada ketakutan, karena memang sudah ditunjuk sebelumnya, dan kelengkapan APD juga telah dipersiapkan," tuturnya.
Dibeberkannya terdapat 294 DPT yang terdaftar di TPS mereka. Yang telah menyalurkan hak pilih diungkapkan Rudi jumlah pemilih laki-laki 93 orang dan perempuan 110 orang. "Sedangkan yang menggunakan KTP, tambahan berjumlah sembilan orang, laki-laki lima, perempuan orang empat," pungkasnya.
Penugasan tersebut juga dibenarkan oleh Ketua KPU Kepulauan Meranti Abu Hamid kepada Riau Pos. Menurutnya pandemi tidak jadi penghalang petugas dan pemilih.
Pasien Covid-19 pun tetap dapat menggunakan hak suara atau dapat memilih pada pilkada serentak ini. KPU menjaminnya, seperti yang tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 pasal 72. Sementara pasal 63 mengatur mekanisme pelayanan hak pilih bagi mereka.
Bagi pemilih yang sedang menjalani isolasi mandiri karena terpapar Covid-19 dipastikan tidak dapat mendatangi TPS untuk memberikan hak pilihnya. KPPS dapat melayani hak pilihnya dengan cara mendatangi setiap pasien.
Lanjutnya di Pasal 73 ayat (5) menyebutkan jika data pemilih yang positif Covid-19 didapat dari hasil koordinasi mereka dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 setempat. Seterusnya data itu diserahkan kepada KPPS, PPK, dan PPS.
"Untuk melayani pemilih, kami menerjunkan dua orang anggota KPPS yang akan didampingi pengawas terdekat dari lokasi isolasi. Pelayanan dimulai pukul 12.00 waktu setempat," ujarnya.
Para petugas diwajibkan menggunakan APD dan menaati protokol kesehatan selama memberi pelayanan tersebut. Disampaikannya upaya itu untuk memastikan setiap orang tetap mendapatkan haknya untuk memilih. "Pada prinsipnya, kami tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin," bebernya.
Diwaktu yang bersamaan, pasien terkonfirmasi positif di Kepulauan Meranti tersebar di beberapa titik. Mulai dari RSUD, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Selatpanjang, dan Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Kepulauan Meranti. Secara rinci, data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pasien terkonfirmasi positif di Lapas sebanyak 19 orang, di RSUD Meranti 3 orang, dan di BLK 13 orang.
Cerita dia, pandemi tidak hanya terjadi di Indonesia, terlebih di Kepulauan Meranti. Pemilihan umum juga berlangsung di beberapa negara. Bahkan situasi itu telah memaksa hampir 50 negara menunda pemilu. Sebagian besar dari mereka gagal mengatasi sangsi publik terhadap kesehatan pemilih.
"Memang merupakan sebuah konsekuensi logis bila pemerintah menerbitkan Perpu atas penundaan pilkada 2020 yang sebelumnya telah disepakati. Hal itu didorong oleh Rapat Kerja Komisi II DPR dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 30 Maret 2020 lalu," ujarnya.
Perpu ini menjadi legalitas dan payung hukum atas penundaan tahapan pilkada serentak 2020 yang semula dijadwalkan pada pada 23 September 2020, hingga molor 9 Desember 2020.
Memang seperti menolak petaka Covid-19 ditengah jalannya tahapan pilkada. Hingga rendahnya partisipasi pemilih menjadi tantangan baru oleh pihaknya. Selain itu mereka juga mempertaruhkan reputasi dengan segala kemungkinan terburuk.