Menggapai Mimpi dari Sawit Riau

Feature | Kamis, 27 Februari 2020 - 05:32 WIB

Menggapai Mimpi dari Sawit Riau
H Parjan duduk santai di depan rumahnya usai bekerja di kebun sawit di Desa Air Mas, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Selasa (21/1/2020). (M ERIZAL/RIAUPOS.CO)

"Petani itu harus kompak dan perlu kelembagaan yang kuat, itulah mengapa dulu kami mendirikan KUD Karya Bersama agar dapat bermitra dengan pihak lainnnya karena telah memiliki badan hukum. Dan permasalahan kredit yang tertunggak dapat kami lunasi," ucapnya.


H Parjan dududk di atas batang sawit yang merupakan pohon pertama yang ditanamnya pada tahun 1990-an. (M ERIZAL/RIAUPOS.CO)


Terus Bertambah
Seiring berjalannya waktu, berkat kesabaran, kegigihan dan kerja keras, perlahan kebun sawit H Parjan dan petani lainnya membuahkan hasil. Dari hasil sawit, kesejahteraan H Parjan merangkak naik. Namun demikian, tak semua petani mampu bersabar dan bertahan menghadapi cobaan yang datang. Karena tak sedikit petani yang akhirnya menyerah, dan menjual lahan yang telah dimiliki.

"Saya tetap bekerja, mengumpulkan rezeki. Akhirnya saya dapat menambah kebun saya, ada yang jual kebun saya beli. Biarpun kebun awal saya rusak, Allah menambah rejeki dari yang lain, kebun bertambah luas," jelasnya.

H Parjan sendiri enggan menyebutkan berapa total luas kebun sawit yang kini dimilikinya, serta penghasilan perbulan yang didapat dari kebun sawit. Namun demikian, berawal dari hanya dua hektare kebun sawit, kini kebun yang ia miliki diakuinya telah bertambah luas.

Ilmu dan pengatahuan yang ia serap selama menjadi pekerja di perusahaan sawit, ia coba terapkan dalam kehidupannya. Setiap sen hasil kebun yang diperoleh ia catat dalam pembukuan, dan setiap ada peluang usaha selalu ia manfaatkan. Termasuk saat ada petani lain yang akan menjual lahan kebun, selama memungkinkan dan sesuai dengan harga, dia beli. Meski terkadang untuk hal ini dirinya juga pernah tertipu. Namun hal tersebut dijadikannya sebagai pelajaran untuk masa akan datang agar lebih berhati-hati.

Dan kini, kedua anaknya, adik serta anggota keluarga lainnya juga telah memiliki kebun sawit sendiri, hasil dari pemberiannya.

Berkat dari hasil berkebun sawit pula, penghasilan yang didapat ia kumpulkan guna melaksanakan naitnya melaksanakan ibadah haji bersama istrinya ke Tanah Suci, Makkah. Dan keinginan pergi haji ini, akhirnya dapat terwujud pada 2011 silam.

"Alhamduillah saya selalu bersyukur dengan apa yang telah saya capai, dan rezeki yang diberikan Allah kepada kami. Kuncinya niat, ikhlas dan yakin. Insya Allah apa yang akan kita tempuh berhasil," jelasnya.

Hingga saat ini, diakuinya kadang dirinya tidak percaya dengan apa yang telah berhasil diraih. Berasal dari keluarga tak mampu, yang bahkan untuk dapat mencukupi makan saja sangat sulit, kini berkat sawit telah mengubah taraf ekonomi dan kesejahteraannya.

Meski telah memiliki enam tenaga pekerja yang membantunya mengurus kebun sawit, H Parjan mengaku masih melakukan kegiatan perawatan sawit secara langsung. Kegiatan pemeliharaan dari pruning dan memanen TBS terkadang ia lakukan sendiri. Dirinya ingin memberikan contoh kepada petani lain bahwa kebun sawit harus dirawat dengan pemupukan yang tepat dan selalu bersih agar dapat menghasilkan buah yang maksimal.

Menyinggung harga sawit, menurutnya harga ideal tandan buah segar (TBS) bagi petani tidak boleh lebih rendah dari kisaran Rp1.500 perkilogran. Kerena jika berada di bawah harga tersebut, maka penghasilan petani tidak dapat untuk keperluan biaya yang dikeluarkan untuk pemupukan, biaya panen hingga untuk memenuhi keperluan hidup petani sehari-hari.

Kebun sawit yang dikelola petani di Desa Air Mas, menurut H Parjan dalam satu kapling atau dua hektare rata-rata dapat menghasilkan 4 ton TBS, atau satu hektare bisa menghasilkan sekitar Rp2, 5 juta sebulan atau sekitar Rp5 jutaan dalam satu kapling. "Kalau dirawat dengan benar dan pemupukan teratur, hasilnya pasti bagus. Di tempat saya bisa menghasilkan enam ton per dua hektare," ujarnya.

Sedangkan untuk kelembagaan petani berupa Koperasi Unit Desa (KUD) Karya Bersama yang ikut didirikannya puluhan tahun silam, kini juga telah menjelma menjadi koperasi berprestasi tak hanya untuk tingkat kabupaten atau provinsi, bahkan telah berprestasi untuk tingkat nasional dengan jumlah anggota lebih dari 500 orang dan memiliki aset lebih dari Rp7,9 miliar.

Sebagai petani sawit, H Parjan adalah satu dari ratusan ribu petani sawit yang ada di Riau. Berdasarkan data BPS, pada 2015 jumlah luasan perkebunan kelapa sawit rakyat di Riau mencapai 1.354.502 hektare atau 56 persen dari total seluruh luas kebun sawit yang ada di Provinsi Riau yang mencapai 2.424.544 hektare. Sedangkan jumlah kepala keluarga (KK) petani mencapi 524.561 KK dan jumlah orang yang tertanggung mencapai 2.098.244 jiwa, dengan jumlah tenaga kerja 534.827 jiwa.

Antarkan Anak Sarjana
Terkait mengenai keluarga, pasangan H Parjan dan Sepi yang ia nikahi sesaat sebelum ikut transmigrasi ini memiliki dua orang anak laki-laki, bahkan kini keluarga besarnya semakin bertambah dengan hadirnya tiga orang cucu. Dari perjalanan hidup yang telah ia lalui, dirinya bersama istri sejak awal bertekad agar kehidupan anak-anak mereka menjadi lebih baik dari yang pernah mereka alami.

Usaha mereka mendidik anak-anak juga berhasil mereka capai, Maulana Khidzir anak sulung H Parjan berhasil meraih gelar sarjana dari Universitas Muhammadiyah di Solo. Sedangkan putra bungsu yang bernama Abdul Qadir Zailani, sudah menyelesaikan progam S-2 dari Universitas Gajah Mada di Jogjakarta pada Fakultas Farmasi yang berhasil diselesaikan dalam waktu satu tahun dua bulan. Bahkan pernah mendapatkan tawaran beasiswa untuk melanjutkan pendidikan program doktoral S-3 di salah satu universitas di Australia.

Untuk kedua anaknya ini, dua unit rumah juga ia bangun lengkap dengan kendaraan roda empat, yang bersumber dari hasil sawit.***
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook