JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Terkait pungutan dana ketahanan energi (DKE). Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan bahwa pungutan DKE dianggap ilegal. Hal itu disebabkan karena tidak adanya payung hukum yang sesuai.
“Sebetulnya, kalau mau dianggarkan itu bagus. Tapi, niat baik harus diikuti dengan payung hukum yang jelas,” ujarnya.
Aturan yang ada, yakni UU No. 30/2007 tentang Energi disebutnya belum sesuai. Dia lantas mengorek aturan yang juga mengamanatkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi diutamakan untuk energi baru dan terbarukan itu. Disebutkan dengan jelas kalau pendanaan kegiatan itu difasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah.
Sumber dananya, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan dana dari swasta. Syaratnya, diambil dari pendapatan negara yang berasal dari energi tak terbarukan.
“Jelas sumbernya, tetapi di APBN 2016 belum ada soal itu. Jadi, bisa dibilang ilegal,” jelasnya.
Meski demikian, dia tetap mengapresiasi niat baik pemerintah yang ingin melakukan pengembangan EBT dengan berbagai terobosan. Namun, tetap saja langkah pemerintah juga harus mengedepankan landasan hukum yang jelas. Terlebih, hal itu menyangkut rakyat yang dianggap akan menanggung pungutan DKE.
“Kalau administrasinya tidak jelas, nanti saat dilakukan evaluasi juga tidak akan ada kejelasan,” tambahnya.
Komaidi menjelaskan, solusi yang semestinya diambil oleh pemerintah untuk pengembangan EBT adalah memberikan kesempatan lebih besar bagi swasta untuk melakukan inovasi.
Langkah itu, lanjutnya, upaya paling rasional tanpa membebani masyarakat luas dengan pungutan.