Kardaya khawatir, pemerintah justru akan menjadi bulan-bulanan publik jika memaksakan pasal itu sebagai dasar hukum pemungutan DKE. Kalau masih ingin mengadakan DKE, dia menyarankan dibentuk aturan yang jelas terlebih dahulu.
“Kalau dipermasalahkan landasan hukumnya, nanti repot lagi. Buang-buang waktu dan tenaga lagi,” tegasnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Syaikhul Islam Ali juga demikian. Dia tidak menangkap logika yang benar soal mengumpulkan DKE melalui pungutan. Apalagi, dasar aturannya belum jelas. Dia menekankan, kebijakan pemungutan tersebut justru berpotensi diselewengkan.
“Kami akan meminta Menteri ESDM memberi klarifikasi. Kalaupun idenya bagus, dasar hukum dan pengelolaannya harus jelas,” ujarnya saat dihubungi kemarin.
Politikus PKB tersebut juga mengatakan DKE dianggap masih belum jelas peruntukannya. Bahkan, pemerintah sendiri belum pernah membicarakan secara serius soal dana itu. Oleh sebab itu, pihaknya menyatakan menolak tegas pemberlakuan pemungutan dana tersebut.
“Yang penting pemerintah jelaskan dulu untuk apa dana ini. Ini kan masih samar, katanya untuk pengembangan energi baru terbarukan, ada juga yang bilang untuk menstabilkan harga BBM. Ini semua belum jelas,” tegasnya.
Dalam hitungannya, total DKE selama lima tahun diprediksi sekitar Rp77,5 triliun dengan asumsi dana terkumpul sekitar Rp15,5 triliun per tahunnya. Jumlah tersebut cukup besar, itulah kenapa tanpa dasar hukum yang jelas maka kebijakan itu akan ditolak oleh partainya.
“Posisi kami jelas, kami pasti menolak jika dasar hukumnya dipaksakan Dan pengelolaannya tidak jelas,” ujarnya.
Syaikhul mengakui, pemerintah berniat baik dengan adanya dana tersebut. Salah satu tujuan utama dari keberadaan dana ketahanan energi adalah untuk menstabilkan harga BBM jika suatu saat harga minyak dunia kembali melambung. Namun menurut dia, ada cara lain yang bisa dilakukan untuk menjaga kestabilan harga BBM.
“Caranya dengan efisiensi Pertamina. Selama ini, semua kilang Pertamina sudah tidak efisien. Akibatnya BBM yang diproduksi mereka harganya lebih mahal dibanding yang impor. Pertamina juga harus memperbaiki masalah distribusi. Pertamina terus merugi, ya karena tidak efisien. Karena itu, lebih baik fokus pada efisiensi Pertamina," imbuhnya.(dim/ken/dee/ted)
Sumber: JPG/JPNN
Editor: Hary B Koriun