JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus mengalami pelemahan. Imbas dari sentimen global itu masih belum ada tanda-tanda kondusif. Kondisi ini diperparah dengan adanya sentimen negatif dari dalam negeri sehingga membuat laju rupiah sulit untuk berbalik menguat.
“Diperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran 15.204-15.188,” kata Analis CSA Research Institute Reza Priyambada di Jakarta, Kamis (25/10)
Reza menjelaskan, pergerakan rupiah kembali mengalami pelemahan seiring imbas terdepresiasinya mata uang eropa. Adanya penilaian pertumbuhan ekonomi Zona Eropa akan melambat membuat aksi euro kembali terjadi.
“Pergerakan dolar AS pun kembali mengalami kenaikan dengan memanfaatkan kondisi tersebut,” tuturnya. Padahal, kata dia, di AS sedang terjadi silang pendapat antara Presiden Trump dan Gubernur The Fed, Jerome Powell, terkait kenaikan suku bunga dengan kebijakan pemerintahan untuk membuat ekonomi AS bertumbuh.
Penilaian tersebut muncul setelah data pertumbuhan Euro zone business mengalami perlambatan dari perkiraan sebelumnya. Selain itu, data pertumbuhan private-sector Jerman juga cenderung melambat yang diikuti dengan penurunan data manufaktur di Perancis.
Sementara itu, adanya sentimen positif dari dalam negeri seperti optimisme Kementerian Perdagangan terhadap target transaksi dagang di Trade Expo Indonesia 2018 yang mencapai 1,5 miliar dolar AS. Adanya tinjauan masa pemerintahan Jokowi-JK selama kurun waktu 4 tahun, khususnya di bidang ekonomi kurang mampu mengangkat rupiah.
Pasalnya, sejumlah sentimen positif itu tertutup oleh sentimen negatif seperti adanya penilaian terhadap Rupiah yang dapat mencapai level Rp16 ribu di tahun depan dan perkiraan Bank Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan melambat di kuartal tiga tahun ini.(mys/jpgc/jpg)