JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ketua DPP PKB Daniel Johan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meninjau ulang kebijakan melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng (CPO), yang akan dimulai Kamis (28/4/2022) nanti.
Dia menyebut, dengan adanya pelarangan tersebut membuat sejumlah petani sawit di Indonesia kehilangan mata pencahariannya.
“Saya sempat kagum dan kaget dengan ketegasan presiden (melarang ekspor minyak goreng). Namun kebijakan ini harus dipikir-ulang secara mendalam karena berdampak luas ke rakyat dan membuat pasar dan rantai pasok menjadi tidak ada kepastian,” kata Daniel kepada wartawan, Senin (25/4).
Daniel menjelaskan, dampak larangan ekspor minyak goreng itu akan membuat 2,7 juta petani sawit mengalami pukulan yang serius.
“6 juta hektare lahan petani sawit rakyat dengan 2,7 juta petaninya akan mengalami pukulan langsung yang serius. Karena 40 persen kebun sawit adalah kebun rakyat yang sudah bertahun-tahun, harga buah tandan di bawah biaya perawatan, dan saat baru menikmati sedikit perbaikan sudah langsung dikoreksi,” ucapnya.
Anggota Komisi IV DPR RI ini mengatakan, hasil produksi minyak goreng di Indonesia itu sebagian besar mengandalkan penjualan di sektor ekspor.
“Masalahnya adalah 85 persen CPO (crude palm oil, red) Indonesia itu menjadi kekuatan andalan ekspor nasional, hanya 15 persen yang digunakan untuk kebutuhan lokal sebagai minyak goreng,” ungkap Daniel.
“Bila ekspor dihentikan, akan membuat tangki penyimpanan tidak mampu lagi menampung, sehingga akan banyak pabrik yang setop produksi dan berdampak kepada nasib pekerja. Penerimaan negara yang sekitar Rp500 triliun bisa hilang,” sambungnya.
Oleh karena itu, Daniel menilai, kelangkaan minyak goreng di pasar karena lebih disebabkan oleh pengaturan perdagangan.
“Akibat kebijakan ekspor tidak dikawal dan dikontrol ketat, termasuk tata kelola yang salah selama ini. Jadi kami mendorong Presiden untuk melakukan kalkulasi yang mendalam dan mengoreksinya secara jitu,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman