’’Karena itu, tidak hanya konsep, harus direalisasikan,’’ ucapnya.
Terkait penggunaan Dana Ketahanan Energi, Sudirman menyebut di antaranya untuk membangun infrastruktur energi terbarukan, membiayai riset penelitian dan pengembangan energi terbarukan, termasuk mesubsidi tarif listrik dari energi terbarukan yang saat ini harganya belum kompetitif.
’’Bisa juga untuk pengembangan infrastuktur energi di wilayah (Indonesia) timur yang masih kurang,’’ ujarnya.
Kementerian ESDM mengestimasi Dana Ketahanan Energi yang bisa dikumpulkan per tahun berkisar Rp15 triliun. Itu berasal dari pungutan Rp300 per liter untuk solar yang konsumsinya tahun depan diperkirakan 16 juta kiloliter, serta Rp200 per liter untuk premium dan bahan bakar tertentu lainnya yang konsumsinya diperkirakan 51 juta kiloliter.
Berdasar proyeksi Pertamina, total konsumsi BBM tahun 2015 ini diperkirakan mencapai 65,8 juta kiloliter. Namun, seiring perlambatan ekonomi hingga akhir tahun ini, proyeksi tersebut diturunkan menjadi kisaran 62,5 juta kiloliter. Dengan pertumbuhan ekonomi 2016 yang diproyeksi lebih tinggi dibanding tahun ini, maka total konsumsi BBM 2016 diperkirakan sekitar 67 juta kiloliter.
Pengamat energi yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menambahkan, pemerintah memang harus menjelaskan rencana pungutan Dana Ketahanan Energi secara detil. Sebab, hingga saat ini pun masih banyak ketidakjelasan yang menyertainya.
’’Aturan mainnya harus jelas dulu, sebab kalau tata kelola tidak jelas, rawan terjadi KKN (korupsi kolusi nepotisme, red),’’ katanya.
Menurut Marwan, tata kelola dana pungutan harus benar-benar transparan, mulai dari mekanisme pemungutan, penyimpanan, penggunaan, hingga pengawasannya.
’’Pemerintah bisa mencontoh penerapan skema Dana Ketahanan Energi di beberapa negara lain,’’ ucapnya.(wir/owi/ted)
Sumber: JPG/JPNN
Editor: Hary B Koriun