DIPENGARUHI HARGA MINYAK DUNIA

Rupiah Terlemah Sejak Krismon

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 03 Oktober 2018 - 15:12 WIB

Rupiah Terlemah Sejak Krismon
HITUNG UANG: Seorang pegawai bank menghitung pecahan uang Rp50.000, baru-baru ini. Rupiah melemah di angka 15.042 per dolar AS, Selasa (2/10/2018). (WILLY KURNIAWAN /REUTERS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Melonjaknya harga minyak dunia kembali membuat rupiah terpuruk. Selasa (2/10) mata uang Garuda menyentuh level lebih dari Rp15 ribu per dolar AS (USD). Berdasar data Bloomberg Dollar Index, rupiah pada perdagangan spot exchange ditutup melemah 132 poin atau 0,89 persen ke level 15.042 per dolar AS. Sepanjang hari rupiah bergerak di level 14.945-15.095 per dolar AS. Posisi tersebut merupakan yang terlemah sejak krisis keuangan atau moneter (krismon) di Asia pada Juli 1998.

Project Consultant Asian Development Bank Eric Alexander Sugandi mengatakan, anjloknya nilai tukar rupiah kemarin lebih disebabkan persepsi pelaku pasar terhadap kenaikan harga minyak dunia beberapa hari terakhir. Para investor khawatir kenaikan harga minyak dunia memperbesar defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia. ”Sehingga menurunkan daya topang fundamental ekonomi Indonesia terhadap rupiah,” kata Eric.

Kemarin, harga minyak dunia telah menembus level tertinggi sejak November 2014 lantaran pasar merespons sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh AS kepada Iran. Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) mencapai 75,9 dolar AS per barel. Harga minyak WTI meningkat sebesar 18 persen sejak pertengahan Agustus lalu.
Baca Juga :Industri Hitung Ulang Biaya Produksi

Sementara itu, harga minyak Brent 85,28 dolar AS per barel. Angka itu sudah mendekati nilai tertinggi sejak November 2014 yang pernah mencapai 85,45 dolar AS per barel. Harga minyak Brent juga sudah terkerek sebesar 20 persen sejak Agustus lalu.

Di sisi lain, pemerintah tidak ingin terlihat panik dalam menyikapi depresiasi rupiah tersebut. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku masih mempelajari faktor-faktor yang memengaruhi hal itu. ”Kami belum tahu informasi keseluruhannya, kenapa bergerak ke situ,” ujarnya di istana kepresidenan Jakarta kemarin.

Senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) terus melihat perkembangan gejolak rupiah. Pada saat yang sama, pemerintah melihat indikator-indikator yang menopang perekonomian Indonesia. 

Dari sisi perbankan, misalnya, perlu dilihat apakah sektor perbankan domestik masih cukup kuat dan mampu menyesuaikan dengan level Rp15 ribu per dolar AS. ”Juga akan dilihat capital adequacy ratio-nya, nonperforming loan, hingga landing rate,” ujarnya.

Sektor riil juga akan dipantau. ”Dari sisi kestabilan secara umum, tentu Bank Indonesia akan terus mengelola nilai tukar itu sehingga bisa mengawal perekonomian, menyesuaikan dengan tingkat ekuilibrium baru,” lanjutnya.

Eric menilai, langkah BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,75 persen beberapa hari lalu sudah tepat. Kebijakan tersebut memberikan sinyal bagi pelaku pasar bahwa BI siap menjaga rupiah agar tingkat volatilitasnya tidak terlalu besar. 

”BI memang tidak menjaga rupiah pada nilai tukar tertentu karena Indonesia tidak menggunakan rezim nilai tukar tetap. Jika kemarin BI rate tidak naik, rupiah bisa lebih tertekan dan volatil karena Fed fund rate (FFR) juga naik,” ujarnya.

Eric memprediksi pergerakan rupiah sampai akhir tahun bisa terus berada di level 14.800–15.200 per dolar AS. Pihaknya yakin bahwa depresiasi rupiah lebih dipengaruhi persepsi pasar. 

Sementara itu, Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah menuturkan, faktor penyebab besarnya tekanan terhadap rupiah masih sama. Yakni, ketidakpastian perekonomian global yang diperburuk kondisi domestik dengan pelebaran CAD. 

Impor Migas

Naiknya harga minyak mentah dunia sepanjang 2018 berimbas pada nilai impor Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi nilai impor migas tahun ini lebih tinggi daripada 2017. ”Pengaruh komponen harga dan volume,” tutur Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar kemarin.

Meski demikian, nilai impor migas tahun ini belum tentu sama dengan nilai impor migas pada 2014. Dalam kurun waktu 2009–2018, angka impor migas Indonesia terbesar terjadi pada 2014. Yakni, mencapai 40,19 miliar dolar AS . Waktu itu ekspor migas mencapai 28,29 miliar dolar AS sehingga defisit neraca perdagangan migas tembus 11,89 miliar dolar AS .

Data Kementerian ESDM mencatat, hingga Agustus 2018 impor migas tanah air sudah menyentuh 17,24 miliar  dolar AS. Angka itu memang hampir mendekati nilai impor migas sepanjang 2017 yang sebesar 20,97 miliar dolar AS . Tahun lalu defisit neraca perdagangan migas Indonesia mencapai 7,71 miliar dolar AS.(far/vir/das)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook