JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Harga telur sempat menembus Rp30 ribu dalam dua pekan terakhir. Meski berangsur menurun, telur berpotensi memicu inflasi pada Juli ini. Menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara, inflasi bulan ini diperkirakan mencapai 0,25 persen. Berdasar survei BI, pada awal Juli inflasi tercatat 0,13 persen. Angkanya terus naik hingga pekan keempat.
’’Kalau 0,25 persen, itu berarti inflasi year to date (ytd) 2,15 persen dan year on year 3,16 persen,’’ papar Mirza di Gedung BI. Terkait dengan pemicu, telur ayam menyumbang inflasi 14 persen. Daging ayam ras juga memberi andil inflasi 6,9 persen dan cabai rawit 19 persen. Komoditas pangan lainnya justru mengalami deflasi. ’’Daging sapi turun 1,35 persen. Bawang putih 4,7 persen. Cabai merah 6,6 persen,’’ imbuhnya.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan, inflasi Juli diprediksi berada di kisaran 0,21–0,26 persen. Dia mengungkapkan, kenaikan harga ayam dan telur disebabkan mahalnya pakan ternak. Komposisi pakan ternak hingga 30 persen diperoleh dari impor, yakni gandum, kedelai, dan jagung. ’’Saat rupiah melemah Rp1.100 per dolar AS (Rp13.300 ke Rp14.400) sejak Januari-Juli, langsung ditransmisikan ke tekanan biaya produksi ayam,’’ jelasnya kemarin.
Kemudian, tekanan inflasi lainnya bersumber dari kenaikan harga BBM nonsubsidi seiring harga minyak mentah di posisi 70 dolar AS per barel. Harga tiket transportasi udara juga terbilang masih tinggi meskipun momen Idul Fitri sudah selesai. Kenaikan tiket pesawat dipengaruhi mahalnya bahan bakar avtur serta kenaikan biaya suku cadang impor.
Bhima pun menekankan bahwa inflasi pada semester II masih berpeluang meningkat. Hal tersebut bisa berdampak pada target inflasi tahun ini yang melenceng dari perkiraan, yakni bisa 3,7 persen atau berada di atas target APBN 3,5 persen. ’’Harga barang di tingkat penjual naik meskipun permintaan masih lesu. Inflasi dari sisi penawaran mulai bergerak naik,’’ tuturnya.(ken/c19/oki/das)