JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatur ulang pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan/penyerahan emas dan jasa terkait. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menuturkan, kebijakan itu tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023.
"Pengaturan ulang ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, kesederhanaan, serta penurunan tarif. Penurunan tarif dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong semua pelaku usaha masuk dalam sistem. Sehingga, tercipta level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan," ujarnya, Senin (1/5).
Dwi menjelaskan, penjualan/penyerahan emas dan jasa terkait itu adalah penjualan/penyerahan atas emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, serta jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan dan pedagang emas perhiasan, serta pengusaha emas batangan.
Terkait dengan emas perhiasan, pengusaha kena pajak (PKP) pabrikan emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari harga jual, atau 1,65 persen dari harga jual untuk penyerahan kepada konsumen akhir.
Sementara itu, PKP pedagang emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari harga jual dalam hal PKP memiliki faktur pajak/dokumen tertentu lengkap atas perolehan/impor emas perhiasan, atau 1,65 persen dari harga jual dalam hal tidak memilikinya. "Tarif tersebut turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK-30/PMK.03/2014," tuturnya.
Sebelumnya, penyerahan emas perhiasan oleh PKP Pabrikan dan PKP Pedagang Emas Perhiasan terutang PPN sebesar 10 persen dikali dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sebesar 20 persen dari harga jual atau penggantian (tarif efektifnya 2 persen dari harga jual atau penggantian).
Dwi melanjutkan, terkait dengan emas batangan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara tidak dikenai PPN. "Sedangkan emas batangan selain untuk kepentingan cadangan devisa negara diberikan fasilitas PPN tidak dipungut dalam hal memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam PP49/2022," jelas Dwi.
Namun, Pengusaha Emas Batangan wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari harga jual, kecuali penjualan emas batangan kepada konsumen akhir, WP yang dikenai PPh final.(dee/dio/jpg)