OLEH MUHAMMAD AMIN

Wacana Peradilan Etik

Buku | Minggu, 21 Februari 2016 - 00:19 WIB

Wacana Peradilan Etik

Contoh yang konkret adalah pada kelembagaan DPR. Kendati lembaga legislatif ini telah memiliki lembaga etik dengan nama Dewan Kehormatan (DK), tetapi lembaga tersebut seringkali tidak berfungsi dengan baik, karena adanya muatan kepentingan politik. Bahkan, jika DK telah menyatakan yang bersangkutan telah terbukti melanggar kode etik dan memberikan sanksi pemberhentian tetap keanggotaan dewan, tetapi hal itu harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dalam rapat paripurna. Di sana, kepentingan politik pula yang akan berbicara, sehingga keputusan DK kadang bisa dimentahkan di paripurna.

Belum adanya ketentuan perundangan tentang peradilan etik menjadikan kekuatan hukum bagi para pelanggar etik taklah kuat. Inilah yang coba dikemukakan oleh Prof Jimly agar kehidupan bertata negara lebih tertib, teratur, dan sesuai etika bernegara. Jimly bahkan sudah menyampaikan ide ini kepada Presiden.

Baca Juga :Tamsil Linrung Sebut AMIN Dapat Dukungan HMI, Optimistis Masuk Putaran Kedua

Sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly sesungguhnya telah mempraktikkan sistem peradilan dalam mengadili etika penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu serta jajarannya). Dari penerimaan perkara hingga pembacaan putusan, kinerja DKPP mengadopsi cara kerja di peradilan. Dengan demikian, ada standar yang sifatnya universal. Hal ini berbeda dengan beberapa lembaga atau dewan etik di instansi lain, yang cara kerjanya disesuaikan dengan “selera” lembaga itu. Kecenderungannya, jika ia berupa profesi, lembaga etik itu justru tidak bersikap fair, melainkan cenderung membela sejawatnya. Apalagi, dewan etik biasanya beranggotakan rekan seprofesi. Banyak profesi, seperti dokter, perawat, hakim, anggota dewan yang para hakim etiknya juga rekan sesama. Ini beda dengan DKPP yang merupakan lembaga sendiri dan sangat independen dalam memutus pelanggaran etik.

Buku ini merupakan sebuah wacana yang konstruktif bagi pembangunan sistem etika bernegara. Tak hanya pegawai biasa yang perlu taat etika, namun para pejabat negara lebih lagi. Dan yang terpenting, penegak etik itu haruslah orang-orang yang kredibel dan independen. Buku ini menyampaikan ide Prof Jimly secara luas dan mendalam.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook