BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Tak hanya lahan hutan mangrove yang masuk kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hak Pengelolaan Lahan ( HPL) di Desa Senderak, Kecamatan Bengkalis yang dijadikan tambak udang, namun jalan milik masyarakat yang awalnya dibangun melalui Anggaran Pembangunan Belanja Desa (APBDes) juga dijadikan tambak udang.
Dari pantauan di lapangan, jalan yang dibangun melalui APBDesa awalnya membelah lahan tambak udang milik pengusaha di Bengkalis. Saat ini terlihat jalan lurus menuju ke arah laut, yang biasanya digunakan para nelayan di sana sudah ditutup pagar seng bercat warna merah maron.
Bahkan di balik pagar seng terpampang plang bertuliskan "Tambak Udang Binaan Posal Bengkalis, Potensi Maritim Lanal Dumai, Desa Senderak".
Padahal diduga tambak udang tersebut belum memiliki izin, terutama terkait amdal dari Dinas Lingkungn Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau maupun DLH Bengkalis.
Bahkan untuk memastikan laporan masyarakat, selama dua hari (Senin-Selasa, 15-16/8/2022) lalu, Tim Gakkum DLHK Wilayah Sumatera sudah turun ke lapangan meninjau langsung laporan masyarakat. Meski hasilnya Tim DLHK Wilayah Sumatera yang salah satunya bernama Ade Candra tidak mau menyebutkan hasil temuan di lapangan.
"Belum boleh kami ekspose. Karena bukan wewenang saya untuk menyampaikan hasil turun ke lapangan.Tapi nanti kalau sudah ada pimpinan, saya yang akan menyampaikan," ujar Adi, salah seorang Tim Gakkum DLHK Wilayah Riau yang dihubungi melalui saluran WA-nya dua hari lalu.
Sedaangkan Khairul Fahmi yang membawa wartawan ke kawasan tambak udang di Desa Senderak, Senin (22/8/2022) menyampaikan dirinya tidak main-main menyampaikan laporan ini. Karena dirinya prihatin dengan kondisi desanya yang dilakukan oleh Kades Senderak Harianto yang diduga menjual lahan mangrove.
"Kalau dia mau menghabiskan uang APBDes terserah dialah. Tapi kalau meyangkut lingkungan saya siap pasang badan, berjuang demi masa depan anak-anak desa di masa akan datang," ujarnya sambil menunjuk jalan desa sepanjang 800 meter yang sudah ditutup pagar seng.
Ia mengatakan, pada 2015 lalu dirinya menjabat sebagai anggota LKMD dan tahu sejarah jalan mengarah ke laut yang dijadikan tambak udang. Menurutnya, ada dua kali menganggarkan untuk membangun jalan menuju arah laut, yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat. Nilai uang ABPDes waktu itu sekitar Rp113 juta lebih.
"Waktu itu kadesnya dijabat Pj Desa Senderak Rafli Kurniawan yang saat ini menjabat sebagai Sekcam Bengkalis. Jadi tak jelas, apakah jalan yang dibangun melalui APBDes ini hilang begitu saja atau ada ganti rugi dari perusahaan," ujarnya.
Ia menyebutkan, kalau pengalihan jalan itu diganti oleh perusahaan harus ada prosedur penghapusan aset negara, karena dana untuk membangun itu berasal dari APBN, tentu tidak semudah mengganti dengan jalan lain.
"Kami mengharapkan ini diproses oleh polisi maupun jaksa, karena ada dugaan pengalihan aset negara. Apalagi tambak udang ini juga membeli lahan mangrove yang masuk dalam kawasan HPT dan HPL yang tidak boleh dijual beli, melainkan hanya hak pakai oleh masyarakat," ujarnya.
Tapi, kata Khairul, lahan itu sidah diperjual belikan oleh pihak desa. Ini dibuktikan adanya transfer dana jual beli melalui salah satu bank swasta ke rekening warga di Desa Senderak.
Ia juga mengatakan, setelah tim Gakkum DLHK Wilayah Sumatera, dirinya juga sudah dipanggil penyidik Tipikor Satreskrim Polres Bengkalis dan juga Kasi Pidsus Kejari Bengkalis. Bahkan dirinya disuruh membuat surat laporan tertulis.
"Ya, laporan tertulis yang saya tandatangani bersama Pak Samsuar, warga di desa kami. Makanya kami mengharapkan agar kasus ini diproses, karena ini menyangkut masa depan desa dan anak cucu kami nantinya," ujarnya.
Menurutnya, kalau kawasan hutan mangrove sudah habis dibabat sampai ke bibir pantai, maka kawasan hutan mangrove yang gundul, maka akan mengancam kawasan permukiman maupun lahan masyarakat akibat abrasi pinggir pantai.
"Makanya kami sangat berterima kasih kepada Presiden Jokowi yang menanggapi pesan dan permohonan kami dengan menurunkan tim Gakkum DLHK Wilayah Sumatera turun langsung ke lokasi lahan mangrove desa. Kami berharap dengan turunnya utusan Pak Jokowi, DLHK Wilayah Sumatera ini bisa menyelesaikan permasalahan perambahan hutan kawasan (HPT dan HPL) di Desa Senderak dan mendapat titik terang," ujar Khairul.
Di sisi lain, saat wartawan berada di kawasan tambak udang di Desa Senderak, juga diajak oleh Khairul yang ditemani warga lainnya bernama Ikbal dan membawa wartawan melihat jalan pengganti yang berada di samping kiri tambak udang.
Dalam perjalanan melihat jalan yang baru dibangun terlihat memanjang ke arah laut yang baru beberapa bulan lalu digali menggunakan alat berat.
"Ya, ini jalan permintaan warga, karena jalan sebelumnya berada di dalam kawasan tambak udang. Karena dinilai tak efektif, maka jalan itu dipindahkan ke samping tambak udang," ujar Ikbal.
Ia menyebutkan, jalan sepanjang 1.300 meter ini adalah usulan masyarakat kepada perusahaan, karena jalan yang sebelumnya dibangun desa diambil perusahaan.
"Kalau proses pengalihan jalan ini saya kurang tahu. Tapi permintaan masyarakat ke perusahaan untuk mengganti jalan sebelumnya sudah dipenuhi dari 800 meter menjadi 1.300 meter," ujarnya.
Sementara itu mantan Pj Desa Senderak Rafli Kurniawan yang dikonfirmasi di ruang kerjanya membenarkan, waktu dirinya menjabat sebagai Pj Kades pembangunan jalan tersebut dibangun melalui dana desa (DD) yang berbersumber dari APBN tahun 2015.
"Saya kurang ingat berapa dananya, tapi kalau tak salah puluhan juta juga. Ya, kalau dialihkan tentu harus jelas prosedurnya, karena ini terkait uang negara," ujar Rafli yang saat ini menjabat sebagi Sekcam Bengkalis.
Sedangkan Kepala Desa Senderak, Harianto yang dikonfirmasi wartawan, Senin (22/8/2022) di kantornya mengatakan, memang jalan yang dibangun melalui APBDes sudah diganti dengan jalan lain oleh pemilik tambak udang.
"Sekarang jalannya masuk kawasan tambak udang. Tapi sudah diganti dengan jalan lain dan jalan itu dibangun oleh perusahaan sepanjang 1.300 meter sampai ke arah laut," ujarnya.
Ia juga membantah penutupan jalan itu dilakukan tanpa musyawarah desa. Namun itu sudah melalui prosedur dan bukan dilakukan oleh dirinya sepihak saja.
"Sudah melalui musyawarah desa yang dihadiri dari perangkat desa. Tak mungkin saya putuskan sendiri," ujarnya.
Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)
Editor: Edwar Yaman