Kejari dan BPN Ukur Titik Koordinat Lahan Mangrove Desa Senderak

Bengkalis | Rabu, 28 September 2022 - 15:55 WIB

Kejari dan BPN Ukur Titik Koordinat Lahan Mangrove Desa Senderak
Kasi Pidsus Kejari Bengkalis Novizal SH bersama penyidik dan petugas BPN Bengkalis melakukan pengukuran titik koordinat di lahan mangrove di Desa Senderak, Kecamatan Bengkalis, Rabu (28/9/2022). (ABU KASIM/RIAUPOS.CO)

BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Proses penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi jual beli lahan mangrove oleh Kepala Desa Senderak seluas 80 hektare di Desa Senderak Kecamatan Bengkalis terus berlanjut.

Setelah tiga pekan ini penyidik memerika para saksi, seperti kelompok tani yang diundang oleh penyidik sudah dua kali mengkir, akhirnya tim penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri (Pidsus Kejari) bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pengumpulan barang bukti.


Pengumpulan barang bukti yang dilakukan tim Kejari dan BPN Bengkalis dengan turun langsung ke lahan mangrove seluas 80 hektare di Desa Senderak, Kecamatan Bengkalis, Rabu (28/9/2022) sekitar pukul 10.00 WIB.

Sebanyak 7 orang penyidik Pidsus yang dpimpin Kepala Seksi Pidsus Novrizal SH bersama dua orang petugas BPN Bengkalis Bayu Firmansyah datang dari Kantor Kejari Bengkalis menggunakan dua unit mobil dan langsung menuju ke lahan mangrove.

Tim penyidik menyusuri lahan yang sangat sulit dilewati dengan berjalan kaki dan penyidik harus melewari banjir air laut untuk mendapatkan titik koordinat lahan yang dilaporkan oleh masyarakat Desa Senderak.

Terlihat Kasi Pidsus masuk ke lahan rawa-rawa bekas hutan mangrove yang sudah dibabat diduga untuk untuk di jadikan usaha tambak udang oleh pengusaha dari luar pulau Bengkalis.

"Ya, hari ini kita mengumpulkan barang bukti di lapangan, yakni melakukan pengukuran titik kordinat di tiga sudut lahan mangrove seluas 80 hektare," ujar Kasi Pidsus Kejari Bengkalis Novrizal SH disela-sela melakukan pengukuran titik koordinat lahan mangrove.

Sedangkan dari masyarakat juga disaksikan oleh Kepala Dusun Pembangunan Desa Senderak Usman dan Ketua RW 02 Jamaludin, Ketua BPD Senderak Azuar, dan pelapor kasus dugaan penjualan lahan mangrove, Zulfahmi.

Dalam pemeriksaan lapangan, sejumlah pertanyaan Penyidik Pidsus Kejari Bengkalis baik kepada Kepala Dusun maupun Ketua RW 02, yang sempat dijawab dengan nada tidak mengetahui persoalan atau batas lahan yang diduga dijual oleh Kades Senderak.

"Saya tak tau. Jadi apa yang bisa saya jawab, ya saya jawab. Karena saya hanya sebagai ketua RW di sini," ujar Jamaluddin.

Sementara itu, penjualan lahan mangrove di Desa Senderak, Bengkalis, bermula dari laporan dua warga Desa Senderak, Khairul Fahmi dan Samsuar ke Pidsus Kejari Bengkalis, setelah Tim Penegak Hukum (Gakkum) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Wilayah Sumatera turun ke Desa Senderak, melihat langsung kondisi lahan mangrove yang masuk kawasan hutan mangrove hutan produksi terbatas (HPT) dan hak pengelolaan lahan (HPL) mangrove. 

Laporan masyarakat terkait dugaan penjualan lahan mangrove yang termasuk hutan produksi terbatas (HPT) oleh Kepala Desa Senderak Harianto SH, yang diduga telah menerbitkan surat jual beli lahan mangrove ( HPT) seluas lebih kurang 80 hektare.

Kedua pelapor, Khairul Fahmi dan Samsuar diperiksa oleh bagian penyidik Pidsus Kejari selama 6 jam, yakni pada Selasa (6/9/2022) pukul 08.30 WIB sampai pukul 14.30 WIB. 

"Ya, kami sudah dipanggil untuk memberikan keterangan kepada penyidik atas laporan yant kami buat beberapa waktu lalu," ujar Khairul Fahmi. 

Ia yang datang bersama Samsuar dan ditemani dua warga Senderak, Zamri mengatakan, dirinya selaku pelapor hanya memberikan keterangan sejauh yang diketahui terkait dugaan penjualan lahan mangrove di desanya. 

"Kami mengharapkan kasus ini dapat ditindaklanjuti oleh Kejari Bengkalis. Karena kami melihat kondisi hutan mangrove yang bakal mengancam desa kami jika ini dibiarkan rusak dan dibabat oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak memikirkan masa depan desa kami," ujarnya.

Sedangkan Zamri yang ikut mendampingi Khairul Fahmi dan Syamsuar juga mengaku kesal dengan prilaku kepala desa yang menjual laham mangrove untuk tambah udang. 

"Makanya kami waktu itu membentangkan spanduk dan membuat laporan ke Presiden Jokowi dan aksi kami diperhatikan oleh Gakkum DLHK Wilayah Riau," ujarnya.

"Untuk proses selanjutnya sabar ya. Kita masih mengumpulkan barang bukti dan kita akan tuntaskan penyidikan kasus ini sampai tuntas," ujar Kasi Pidsus Novrizal.

Sedangkan Harianto Kepala Desa Senderak, Kecamatan Bengkalis pada, Selasa (27/9/2022) siang, mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Bengkalis. 

Harianto datang didampingi kuasa hukumnya, Suryanto, SH dan Jamaluddin, SH. Kedatangan Harianto mengklarifikasi tuduhan dugaan korupsi jual beli 80 hektar lahan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di desanya kepada pengusaha tambak udang bernama Ah Wat.  

Kuasa hukum Harianto, Suryanto SH dan Jamaluddin SH di Kantor Kejari Bengkalis menegaskan,  dari hasil meneliti terhadap dokumen milik Ah Wat yang juga kliennya, dugaan korupsi jual beli lahan tersebut tidak berdasar fakta. Sebab, Ah Wat membeli lahan tersebut sebut dari kelompok masyarakat Senderak, bukan dari kepala desa (Harianto).

Untuk itu ungkapnya, selaku subjek hukum kades Senderak perlu mengklarifikasi ke penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejari Bengkalis yang menangani laporan masyarakat tersebut.

“Kita mau klarifikasi  atas pengaduan warga ke kejaksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi, jual beli lahan HPT oleh klien saya Kades Senderak (Harianto). Klarifikasi ini sebagai etikat baik agar semua menjadi clear (jelas). Selain itu, agar tidak menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat Senderak. Soalnya, jika dibiarkan bisa terjadi perpecahan dan mengganggu stabilitas sosial masyarakat,” ujar Suryanto.

Ditegaskan Suryanto, tuduhan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, sangat merugikan kliennya. Padahal terkait lahan HPT yang dimaksud sudah ada penyelesaian, stakeholder yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui skema PP 24 Tahun 2021.

Suryanto juga memaparkan, lahan HPT yang akan dijadikan tambak udang tersebut diperoleh melalui ganti rugi kepada kelompok masyarakat, itu luasnya 30 hektar, bukan 80 hektar sebagaimana laporan oknum warga ke Kejaksaan Negeri Bengkalis.

“Penyelesaian lahan seluas 30 hektar tersebut melalui Skema PP 24 Tahun 2021. Saat ini dalam tahap penyelesaian oleh investor ke Provinsi. Lahan seluas 30 hektar itu diperoleh melalui ganti rugi dari kelompok masyarakat. Jadi tidak benar, data-data yang disebutkan pelapor, karena tidak ada lahan seluas 80 hektare disana (Senderak)," tegas Suryanto.

Menurut Suryanto, sebelumnya dugaan yang sama juga di laporkan ke Polres. Terkait laporan di Polres sudah diklarifikasi dan sudah selesai.

“Kami harap dengan adanya klarifikasi langsung oleh Kades (Harianto) dapat dipahami warga. Kami juga sedang mempelajari apa motif pengaduan ini sebelum mengambil langkah hukum yang terukur, untuk dapat meluruskan apa yang menjadi persoalan,” jelas Suryanto didampingi Jamaluddin.

Lebih lanjut Suryanto menjelaskan, lahan tambak udang yang hari ini diusulkan itu sekitar kurang lebih 30 hektar sudah memiliki alas hak SKT dari kepala desa terdahulu. Artinya, kampung-kampung yang ada di Bengkalis yang masyarakatnya mencari bakau, sudah ada sebelum penetapan Perda RTRW Riau.

“Mereka (masyarakat) sudah kuasai lahan sebagai mata pencarian, masuknya investor (membangun tambak udang) yang telah membangun tambak udang seluas 13 hektare dan sudah berproduksi. Melihat prospeknya menjanjikan ada keinginan dari investor membangun lagi tambah udang yang dikatakan dalam areal Hutan Peruntukan Lain (HPL). Itu yang perlu diklarifikasi kepada penyidik Pidsus, Kejari Bengkalis," beber Suryanto.

Sementara itu, Kepala Desa Senderak Harianto, berupaya meluruskan agar tidak terjadi polemik serta isu-isu yang menyesatkan di pemerintahan desa senderak, terutama masalah isu lahan HPT seluas 80 hektare untuk usaha tambak udang, Kemudian jalan sepanjang 700 meter yang dibangun tahun 2019 melalui dana Inbup yang ditukar guling depan jalan sepanjang 1.300 meter yang dibangun oleh perusahaan.

"Tukar guling itu dilakukan setelah mendapat persetujuan masyarakat melalui musyawarah. Jadi sebenarnya tak ada persoalan dengan jalan tersebut," kata Harianto.

Selain membangun jalan, pihak perusahaan juga memberikan kompensasi kepada rumah ibadah masjid Nurul Yakin sebesar Rp25 juta, kemudian masyarakat lingkungan sekitar dapat bekerja di tambak udang, dan memberikan santunan berupa sembako kepada masyarakat kurang mampu.

Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook