BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Proses penyelidikan kasus dugaan penjualan lahan mangrove seluas 80 hektare yang masuk lahan hutan produksi terbatas (HPT) oleh Kades Senderak Harianto di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis terus bergulir.
Setelah sebelumnya Kades Senderak Harianto dan manajer tambak udang dimintai keterangan oleh penyidik Pidsus Kejari Bengkalis, kali ini empat saksi lainnya yang dipanggil secara resmi oleh penyidik sebanyak dua kali surat pemanggilan tak kunjung datang alias mangkir.
Keempat saksi itu adalah Kepala Dusun (Kadus) Pembangunan dan Ketua RW2, dua orang dari kelompok dusun pembangunan yang mengetahui persoalan lahan 80 ha karena ikut meneken surat SKGR di atas lahan tersebut.
"Ya, sudah kami panggil dua kali melalui surat resmi, tapi tak kunjung datang, dan kami sangat menyayangkan," ujar Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bengkalis, Novrizal SH ketika dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya, Kamis (20/10/2022).
Dijelaskannya, pemanggilan 4 saksi ini karena mereka mengetahui persoalan lahan mangrove yang diduga dijual oleh Kades Senderak. Tentunya pihak penyidik masih menunggu itikad baik mereka untuk memberikan keterangan.
Ditambah lagi, kata Novrizal, timnya bersama petugas dari BPN Bengkalis sudah turun ke lapangan untuk mengukur titik koordinat lahan yang dilaporkan. Dari luas lahan 80 ha itu, ada nama 4 orang, baik yang meneken surat SKGR maupun dari kelompok tani yang menerima hasil penjualan lahan mangrove.
"Makanya, jika nanti kami melayangkan surat panggilan ketiga dan mereka tidak juga mau hadir, maka kami akan melakukan upaya paksa. Namun kami tetap mengedepankan upaya persuasif untuk menghadirkan mereka ke penyidik," ujarnya.
Sedangkan ketika ditanya terkait status Kades Senderak Harianto, dia menjawab dalam waktu dekat akan ditingkatkan ke penyidikan. Karena kasus ini sudah menjadi atensi dari atasannya.
"Ya, kami tak main-main dalam penyelidiki kasus ini. Karena sudah menjadi atensi dari atasan kami dan tahun ini kasusnya sudah rampung dan dinaikan ke proses persidangan," ujarmya.
Sedangkan sebelumnya, Kades Senderak Harianto dan Manajer Tambak Udang CV Sentosa Daya Lestari Zulkifli dimintai keteranganya oleh penyidik Pidsus Kejari Bengkalis, Selasa (4/10/2022).
Keduanya dimintai keterangan atas laporan warganya, terkait penjualan lahan seluas 80 hektare di Desa Senderak Kecamatan Bengkalis. Harianto diperiksa oleh penyidik selama 4 jam dan masih menggunakan pakaian dinas kepala desa. Terlihat sekitar pukul 17.00 WIB dia masih dimintai keterangan dan diperiksa di rumah Kepala Seksi Pidsus Nofrizal.
Sedangkan Manajer Tambak Udang CV Sentosa Daya Lestari, Zulkifli.yang datang bersama kuasa hukum Jamaluddin SH menunggu diperiksa sejak pukul 14.30 WIB dan sampai pukul 17.00 WIB belum juga diperiksa. Proses penyelidikan ini, berawal dari laporan masyarakat terkait dugaan penjualan lahan mangrove yang termasuk hutan produksi terbatas (HPT) oleh Kepala Desa Senderak Harianto SH, yang diduga telah menerbitkan surat jual beli lahan mangrove ( HPT) seluas lebih kurang 80 hektare.
Terkait pemeriksaan itu, Kades Senderak Harianto di sela-sela istirahat usai pemeriksaan menyebutkan dirinya datang atas undangan dari penyidik terkait laporan warganya.
"Ya, hanya dimintai keterangan oleh penyidik," ucapnya.
Ia juga menyebutkan, sebelum dipanggil secara tertulis dirinya sempat mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Bengkalis untuk melakukan klarifikasi, namun tidak diterimanya.
Sedangkan Kasi Pidsus Kejati Bengkalis Nofrizal yang dikonfirmasi terkait pemeriksaan Harianto dan Zulkifli mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan keterangan saksi dan keduanya diperiksa masih sebagai saksi sesuai laporan yang diterimanya.
Menurut Kasi Pidsus, dari hasil pemeriksaan pihaknya juga sudah mengumpulkan surat SKGR dari pengelola tambak udang sebanyak 30 persil dan ada juga 1 persil yang didapat dari kelompok tani.
Sementara itu, Zulfahmi selaku pelapor kasus dugaan penjualan lahan mangrove yang dijumpai usai menyerahkan bukti surat tanah ke Kejari Bengkalis mengatakan, sebagai pelapor berharap proses kasus ini segera ditingkatkan dari penyelidilan ke penyidikan.
"Kami mengharapkan segera ditetapkan tersangkanya, karena kami sudah menunjukkan dua alat bukti. Yakni surat SKGR yang di keluarga pihak desa dan juga bukti-bukti transfer dana jual beli lahan tersebut," ujarnya.
Sedangkan, kuasa hukum keempat terpanggil oleh penyidik Pidsus Kejari Bengkalis bernama Suryanto SH dan Jamaluddin SH yang dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, maupun melalui pesan WA terkait pemanggilan kliennya sampai Kamis (20/10/2022) malam belum berhasil dihubungi karena nomor handphone-nya dalam keadaan tidak aktif.
Namun dari pemberitaan sebelumnya, Kuasa Hukum Harianto, Suryanto SH dan Jamaluddin SH di Kantor Kejari Bengkalis menegaskan, dari hasil meneliti terhadap dokumen milik Ah Wat yang juga kliennya, dugaan korupsi jual beli lahan tersebut tidak berdasar fakta. Sebab, Ah Wat membeli lahan tersebut dari kelompok masyarakat Senderak, bukan dari kepala desa. Untuk itu, ungkapnya, selaku subjek hukum Kades Senderak perlu mengklarifikasi ke penyidik Pidsus Kejari Bengkalis yang menangani laporan masyarakat tersebut.
“Kami mau klarifikasi atas pengaduan warga ke kejaksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi, jual beli lahan HPT oleh klien saya Kades Senderak (Harianto). Klarifikasi ini sebagai itikad baik agar semua menjadi clear. Selain itu, agar tidak menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat Senderak. Soalnya, jika dibiarkan bisa terjadi perpecahan dan mengganggu stabilitas sosial masyarakat,” ujar Suryanto.
Ditegaskan Suryanto, tuduhan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, sangat merugikan kliennya. Padahal terkait lahan HPT yang dimaksud sudah ada penyelesaian, stakeholder yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui skema PP 24 Tahun 2021.
Suryanto juga memaparkan, lahan HPT yang akan dijadikan tambak udang tersebut diperoleh melalui ganti rugi kepada kelompok masyarakat, itu luasnya 30 hektare, bukan 80 hektare sebagaimana laporan oknum warga ke Kejari Bengkalis.
“Penyelesaian lahan seluas 30 hektare tersebut melalui skema PP 24 Tahun 2021. Saat ini dalam tahap penyelesaian oleh investor ke provinsi. Lahan seluas 30 hektare itu diperoleh melalui ganti rugi dari kelompok masyarakat. Jadi, tidak benar, data-data yang disebutkan pelapor, karena tidak ada lahan seluas 80 hektare di sana (Senderak)," tegas Suryanto.
Menurut Suryanto, sebelumnya dugaan yang sama juga di laporkan ke Polres. Terkait laporan di Polres sudah diklarifikasi dan sudah selesai.
“Kami harap dengan adanya klarifikasi langsung oleh Kades (Harianto) dapat dipahami warga. Kami juga sedang mempelajari apa motif pengaduan ini sebelum mengambil langkah hukum yang terukur, untuk dapat meluruskan apa yang menjadi persoalan,” jelas Suryanto didampingi Jamaluddin.
Lebih lanjut Suryanto menjelaskan, lahan tambak udang yang hari ini diusulkan itu sekitar kurang lebih 30 hektare sudah memiliki alas hak SKT dari kepala desa terdahulu. Artinya, kampung-kampung yang ada di Bengkalis yang masyarakatnya mencari bakau, sudah ada sebelum penetapan Perda RTRW Riau.
"Mereka (masyarakat) sudah kuasai lahan sebagai mata pencarian, masuknya investor (membangun tambak udang) yang telah membangun tambak udang seluas 13 hektare dan sudah berproduksi. Melihat prospeknya menjanjikan ada keinginan dari investor membangun lagi tambah udang yang dikatakan dalam areal hutan peruntukan lain (HPL). Itu yang perlu diklarifikasi kepada penyidik Pidsus Kejari Bengkalis," beber Suryanto.
Laporan: Abu Kasim
Editor: Edwar Yaman