(RIAUPOS.CO) - Tuti (bukan nama sebenarnya) adalah seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Riau. Saat melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN), Tuti punya pengalaman yang sulit ia lupakan.
Lokasi KKN yang dipilih Tuti adalah tempat asal kelahirannya. Karena ia tahu seluk beluk daerah itu, Tuti pun ditunjuk sebagai sekretaris desa tim KKN. Sebagai sekretaris, Tuti sering bareng dengan koordinator desa (kordes) tim KKN. Mulai dari membuat program kegiatan kerja untuk desa dan juga laporan. Nah, ternyata sikap kordes banyak tidak disukai anggota KKN. Ia dinilai arogan, tidak transparan, suka main sendiri, dan lainnya. Tapi, tak ada yang berani menegur kordes. Alhasil, kekesalan para anggota, khususnya yang wanita, mereka curahkan di grup akun sosial media. Di grup ini lah mereka bebas menggosipi sang kordes.
Hingga akhir waktu KKN tiba. Sang kordes meminjam handphone Tuti. Dan Tuti lupa, di ponsel itu ada aplikasi yang memuat grup anggota KKN. Ternyata sang kordes membuka grup itu. Ia termenung membaca semua cuitan anggota KKN di grup. Mukanya memerah menahan marah.
Kekesalan sang kordes pun ditumpahkan dalam status akun media sosialnya. Ia menulis,
“Aku dibicarakan di kapalku sendiri, dan ternyata partnerku tega membicarakan aku di belakangku”.
Tuti dan teman-temannya akhirnya sadar kalau sang kordes telah mengetahui dan membaca semua gosip di grup medsos mereka. Alamaak! Tuti yang merasa tak enak, akhirnya meminta maaf secara pribadi. Sang kordes pun memberikan penjelasan dari semua sikapnya yang digosipkan anggota wanita.
“Seharusnya kordes lebih jelas membahas dan transparan kepada kami semua sehingga tidak ada tuduhan-tuduhan yang muncul,” ujar Tuti dengan raut wajah sedih.(cr2)