RIAUPOS.CO - Dengan perasaan yang tidak enak, Warso berangkat ke warung untuk membeli gula seperti yang diperintahkan ibunya itu. Sebenarnya, Warso sudah menolak dengan pelan, namun ibunya tetap memaksanya karena gula di rumahnya sudah habis. Setiap sahur, harus ada suguhan teh panas di meja. Itu memang kesukaan bapaknya Warso. Warso menolak bukan tanpa alasan. Hari sudah malam, sekitar pukul 20.30 WIB.
Untuk membeli gula, dia harus berjalan ke kampung sebelah yang jaraknya cukup jauh dan harus melewati kebun pisang. Kebun pisang itu dikenal cukup menyeramkan warga sekitar. Sedangkan warung terdekat di kampungnya sudah tutup sejak beberapa hari ini karena pemiliknya sudah mudik.
Sesaat kemudian Warso sampai di warung itu. Namun ketika hendak pulang ke rumah, perasaannya sedikit takut. Hari bertamba gelap saja. Sepeda motor butut ia geber meski berjalan tidak terlalu kencang saat melalui kebun pisang itu.
Tiba-tiba saat di tengah kebun pisang itu, Warso melihat seperti kain putih bergoyang-goyang menempel di batang pohon pisang.
“Alamak...apa itu ya.. Apa itu yang namanya pocong,” ungkap Warso dalam hati sambil menambah gas motor jadulnya itu.
Sesampai di rumah, Warso kena damprat ibunya. Karena gula yang diminta ibunya itu tak ada di gantungan sepeda motornya. “Barang kali jatuh saat Kamu ketakutan tadi di jalan. Ayo, kita ke sana,” ucap Emaknya.
Sambil ketakutan Warso pun terpaksa ke lokasi itu. Dan saat sampai, ibunya melihat yang tergantung di pohon itu hanya karung. Gula yang dibeli ada di tepian jalan dan diambil emaknya.(ilo)