JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Persoalan tagihan listrik yang melonjak (billing shock) mendorong adanya berbagai desakan kepada PT PLN (Persero). Direktur Eksekutif Institut for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menganggap bahwa sudah waktunya PLN mengadopsi teknologi yang lebih canggih terkait pengukuran konsumsi listrik pelanggan.
Berkaca dari negara maju, menurut Fabby pengukuran listrik perlu mengadopsi smart meter yang mampu mencatat konsumsi listrik secara real time dan memungkinkan pelanggan mengontrol konsumsi listriknya.
”Persoalan pencatatan ini penting untuk jadi perhatian,” ujarnya.
Pengamat Energi Komaidi Notonegoro menuturkan hal senada. Perusahaan BUMN sekelas PLN semestinya memiliki teknologi yang mumpuni untuk mengurai persoalan itu. Ke depan, PLN harus bisa mencari solusi berupa teknologi yang bisa mencatat billing secara otomatis. ‘’Jadi tanpa petugas di lapangan pun tetap bisa dilakukan pencatatan,’’ jelasnya.
Selain itu, meski dihadapkan pada kondisi PSBB yang membuat petugas tidak bisa mencatat meteran, semestinya PLN juga melakukan komunikasi intensif pada pelanggan. Sebab, kondisi yang terjadi saat ini mencerminkan bahwa pelanggan masih belum banyak yang mengetahui kebijakan PLN.
Tak hanya PLN, konsumen juga harus betul-betul melihat apakah kenaikan yang dialami masih dalam batas kewajaran atau tidak. Terlebih, kondisi yang mengharuskan masyarakat melakukan seluruh aktivitas dari rumah juga tidak bisa dihindari akan membuat konsumsi listrik naik signifikan jika dibandingkan hari-hari biasanya.
‘’Kalaupun karena kenaikan konsumsi, ya itu adalah konsekuensi yang harus dibayarkan oleh konsumen. Berarti, awareness kita sebagai konsumen juga kurang. Kerja, sekolah, main game semuanya di rumah ya konsumsinya bisa lebih dari kondisi normal,’’ imbuh dia.
Huru-hara yang terjadi juga membuat pemerintah memberi respon. Menteri BUMN Erick Thohir ikut buka suara mengenai lonjakan tagihan listrik yang dialami oleh sejumlah pelanggan PT PLN (Persero) pada Juni 2020. Erick memastikan bahwa tagihan yang naik tersebut bukan karena tarif dasar listrik (TDL) yang mengalami kenaikan.
Menteri BUMN mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan sistem penagihan yang terkendala selama PSBB. ”Itu bukan naik tetapi yang tadinya bulanan tapi karena Covid-19 tidak tertagihkan, jadi baru ditagih. Tagihan beberapa bulan dijadikan satu,” ujar Erick.
Erick mengaku sudah meminta PLN untuk mengedepankan inovasi dalam memberikan layanan, misalnya dengan smart meter, smart distribution, hingga smart procurement. Disamping itu, lanjut Erick, PLN pun sudah memberikan solusi yaitu pelanggan bisa mencicil pembayaran listrik dalam tiga kali pembayaran selama tiga bulan ke depan.
Senada dengan Erick, Kementerian ESDM meyakinkan pada masyarakat bahwa tidak ada kenaikan tarif listrik atau subsidi silang. Direktur Bina Usaha Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Hendra Iswahyudi mendorong PLN untuk terbuka dan menampung segala keluhan masyarakat. ‘’Biar clear siapa yang salah, supaya tuntas 100 persen. Kita tunggu update-nya,’’ jelas Hendra.(dee/agf/jpg)