Demikian disampaikan Anggota BP2D DPRD Riau Markarius Anwar kepada wartawan, Selasa (12/3). Menurut dia, dana penyertaan modal ke perusahaan pelat merah yang ada di Riau tidak melalui jalur yang semestinya. Dimana uang yang dianggarkan dimasukkan sebagai modal.
"Ini kan tidak melalui aturan yang sesuai dengan ditetapkan sistem keuangan kita," ucap Markarius.
Seharusnya, deviden dari perusahaan plat merah terlebih dahulu masuk dulu ke kas daerah. Dari sana baru ditambahkan sebagai penambahan modal. Namun juga harus melalui suatu peraturan daerah. Maka jika penyertaan modal terhadap BUMD masih diperlukan sudah seharusnya perda yang ada direvisi atau dirubah sebagai landasan hukum yang baru.
"Minimal BRK dulu. Kalau bisa sekalian jadi payung hukum untuk BUMD yang lainnya," imbuhnya.
Masih dikatakan Markarius, saat ini masih ada sejumlah persyaratan yang belum dilakukan Pemprov Riau terhadap perusahaan daerah miliknya. Salah satunya terkait jumlah modal minimal Pemprov di perusahaan tersebut. Karena jumlah minimal modal terhadap perusahaan daerah atau BUMD harus terpenuhi terlebih dahulu.
Terakhir, dia mengatakan anggota DPRD Riau yang turut hadir dalam kunjungan observasi itu sepakat raperda itu dilanjutkan. Diharapkan, anggota BP2D juga dapat menyetujui dalam sebuah rapat pleno. Setelah itu barulah dilanjutkan ke Pimpinan Dewan untuk diparipurnakan dan dibentuk panitia khusus.
Anggota BP2D lainnya Husaimi Hamidi menyebut saat ini Provinsi Jatim telah memiliki perda sejenis. Tinggal lagi bagaimana pihaknya mendorong agar dana yang ada di BRK senilai Rp18 miliar masuk sebagai penambahan modal. Sedangkan terkait jumlah saham Pemprov Riau di BRK, Husaimi mengatakan sejauh ini masih berkisar di angka 39 persen.
"Seharusnya 51 persen. Ini kalau tidak dorong, kita takut kita tidak lagi menguasai BRK," sebut Politisi PPP itu.
Untuk diketahui, saat kunjungan itu, hadir pimpinan DPRD Riau Sunaryo, Wakil BP2D, Almainis, serta Makarius Anwar dan Husaimi Hamidi. Dari Pemrov Riau, tampak hadir Kepala (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKAD) Provinsi Riau Syarial Abdi.
Kunjungan kerja itu diterima oleh Kepala Bagian (Kabag) Perundang-undangan Sekretariat DPRD Jatim, Edi Suharsono beserta jajaran Sekretariat DPRD Jatim. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan oleh pimpinan dan anggota DPRD Riau terkait analisa Raperda tentang penambahan penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik daerah dan pihak ketiga maka disimpulkan bahwa dalam Pasal 305 ayat (1) dinyatakan, dalam hal APBD diperkirakan surplus, APBD dapat digunakan untuk digunakan untuk pengeluaran pembiayaan daerah yang di tetapkan dalam perda tentang APBD.
DaIam ayat (2) pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat digunakan untuk pembiayaan : pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo, penyertaan modal daerah, pembentukan dana cadangan, dan pengeluaran pembiayaan Iainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kedua pasal tersebut apakah kondisi APBD Provinsi Riau sudah pada kondisi surplus yang tertuang dalam ketentuan Pasal 55 dan Pasal 56 Permendagri 13/2016, hal tersebut tentunya harus berdasarkan hasil perhitungan APBD Riau oleh instansi yang berwenang.(adv)