Bambang mengatakan saat itu tidak ada usaha dari pemerintah untuk mengedukasi masyarakat untuk menyaksikan fenomena alam ini dengan aman.
Sejumlah alat yang aman digunakan untuk mengamati gerhana matahari.
Mitos tentang gerhana menjadi cerita rakyat Indonesia yang diwariskan dari generasi ke generasi terutama di Jawa dan Bali. Dongeng tentang Batara Kala (seringkali digambarkan sebagai raksasa) menelan Matahari dan Bulan yang menyebabkan keduanya menghilang, lalu muncul kembali setelah dimuntahkan.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin mengatakan fenomena gerhana ini tak lepas dari mitos tradisional itu dan mitos modern bahwa akan membuat mata buta.
Menurut Thomas cahaya matahari ketika gerhana dan sehari-hari sama bahayanya, jadi disarankan hanya melihat secara sekilas saja.
"Tidak boleh terlalu lama karena bisa membahayakan mata, terutama ketika proses gerhana terjadi, tetapi ketika fase total justru aman untuk mata," jelas Thomas.
Dia menyarankan agar masyarakat yang ingin melihat gerhana menggunakan kacamata matahari yang bisa meredupkan cahaya matahari 100.000 kali. Alat lain yang dapat dipakai yaitu kacamata hitam, bisa membantu meredupkan cahaya matahari, kaca dengan jelaga, atau disket.
"Atau bekas film rontgen dan fotografi itu bisa digunakan untuk melihat proses gerhana itu harus hati-hati dan tidak bisa terlalu lama,” jelas Thomas.