BATAM (RIAUPOS.CO) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 229/2018 yang mengatur peniadaan bea masuk ke dalam wilayah pabean dari kawasan nonpabean.
“Pemerintah akan merelaksasi peraturan yang memberatkan dari PMK 229 tersebut. Dan kami sudah melakukan public hearing untuk mendapatkan masukan,” kata Humas Bea Cukai Batam Raden Evy Suhartyanto, Sabtu (15/9).
Evy mengaku Bea Cukai Batam sudah mendapatkan masukan dari pengusaha industri yang bernaung dibawah Himpunan Kawasan Industri (HKI) dan juga perusahaan manufaktur seperti Satnusa Persada. “Intinya pemerintah ingin agar investasi di Batam bisa tumbuh. Jika regulasi yang ada berlawanan makanya harus diubah, agar payung hukumnya jadi mantap,” paparnnya.
Adapun sejumlah poin penting dari revisi adalah melonggarkan regulasi mengenai IT Inventory dan Konversi Blue Print dari produk perusahaan. “IT Inventory dan Blue Print. Makanya akan ada perubahan dalam waktu dua bulan terkait soal PMK 229 ini,” jelasnya.
Sejak diluncurkan pada awal 2018 lalu, PMK ini hanya dimanfaatkan oleh dua perusahaan. “Baru dua perusahaan yang bergerak di bidang industri yang memproduksi kardus dan optik. Pasarnya ada di Jakarta dan luar negeri,” ungkapnya.
Sedangkan Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri Ok Simatupang mengatakan kewajiban perusahaan untuk biaya untuk membangun IT Inventory cukup besar. Lagipula pemerintah belum menetapkan standar yang jelas mengenai IT Inventory ini. Dan belum ada peraturan teknis yang mengaturnya.
“Kami setuju dengan sistem ini. Tapi kami minta platformnya dibuat oleh pemerintah. Sehingga ada standarisasi. Soal Set Up IT Inventory ini sampai sekarang belum ada titik temu,” ujarnya.
Selain IT Inventory yang menjadi syarat mutlak, persyaratan lainnya adalah mengenai penyampaian konversi bahan baku menjadi barang jadi serta blueprint proses produksi juga disebut terlalu memberatkan.(leo/jpg)