RIAUPOS.CO - Sebagai komoditas unggulan dengan produksi terbesar, 31,2 juta ton per tahun, dengan sumbangan devisa setara Rp250 triliun, pengusaha sawit di Indonesia juga mengalami tantangan dan tekanan yang begitu besar. Apa saja itu?
BATAM (RIAUPOS.CO) - BIASANYA takluk dengan rasa kantuk, beda dengan yang terjadi pada pertemuan Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) Riau Pos Group (RPG) sesi siang itu di Batam. Para Pemred dari 23 suratkabar, 9 media online, delapan televisi dan satu radio yang ada di bawah bendera RPG dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau, justru antusias.
Boleh jadi, karena topik bahasan kali ini terkait langsung dengan apa yang dirasakan dan dialami pada kawasan di mana media mereka hadir ini, menjalani kiprahnya. Ya, siang itu yang tampil adalah pemateri dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan topik yang diketengahkan adalah ‘’Mencari Solusi Kebakaran Hutan & Lahan; Perspektif Dunia Usaha.’’
Apalagi yang memberikan pemaparan, Tofan Mahdi, Ketua Kompartemen Komunikasi GAPKI, juga tak kalah antusias, menyampaikan materi secara lugas. Dia memilih berdiri di depan ‘’kelas’’ dengan suara yang lantang, terang dan jelas.
Tofan menyebut, angka produksi yang dihasilkan dari produk komoditas sawit Indonesia sebesar 31,2 juta ton itu, adalah yang terbesar di dunia. Jauh di atas Malaysia yang ‘’hanya’’ 19 juta ton. ‘’Di Indonesia terdapat sekitar 3.500 perusahaan sawit di mana 650 di antaranya tergabung di dalam GAPKI,’’ kata Tofan.
Begitu strategisnya peran komoditas minyak sawit Indonesia sehingga Tofan menyebutnya sebagai most competitive vegetable oil in the world, yang memberi kontribusi devisa 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp250 triliun per tahun. Menjadi sumber penghidupan secara langsung bagi 4,5 juta kepala keluarga yang hidup dari kelapa sawit. Secara global, produksi minyak sawit Indonesia menguasai 37 persen pangsa minyak nabati dunia.