MENGUAK TABIR KEJAYAAN SIAK DI MASA SILAM (2)

Nisan Aceh dan Benteng dari Abad 17 sampai 18

Siak | Minggu, 09 Februari 2020 - 10:12 WIB

Nisan Aceh dan Benteng dari Abad 17 sampai 18
Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar Ludi berdiri di atas benteng saat mencatat dan mendata tentang tinggi, lebar serta panjang benteng. Foto diambil, beberapa hari lalu. MONANG LUBIS/RIAU POS

Menelusuri Sungai Jantan, seberang Makam Raja Kecik dan ditemukan dua makam dengan satu nisan, di sekitar makam ada batang kayu berduri seperti kayu nibung. Seolah kayu berduri itu ditanam untuk melindungi makam.

(RIAUPOS.CO) -- Saat ditemukan, nisan sudah terbenam dan hanya terlihat beberapa sentimeter. Namun, tetap terlihat meski sudah berlumut. Sejumlah warga yang melihat itu, melakukan penggalian dan diangkat ke permukaan. Terlihatlah nisan dengan ukiran.


Dari bentuknya, arkeolog Ludi menilai nisan pada makam merupakan nisan Aceh dan dari sekitar Abad 17 sampai 18. “Pada masa itu, Aceh yang memiliki kemampuan untuk membuat nisan dengan ukiran dan pahatan seperti itu. Bahkan sejumlah kerajaan dan kesultanan menggunakan nisan Aceh,” ungkapnya.

Dari posisi makam yang tidak terlalu jauh, biasanya mereka memiliki kedekatan. Dan ini perlu kajian lebih mendalam. Harus membuka sejumlah peta, catatan dan rujukan lainnya tentang peninggalan masa lalu. Demikian juga dengan kompleks pemakaman yang berada sekitar 200 meter dari sini, tentu akan dibaca apakah masih terkait masanya dengan kedua makam ini.

Menurut Ludi, temuan ini harus dijaga dan diamankan, karena ini salah satu benda yang harus dilindungi. Kasi Kebudayaan Disdikbud Siak Ay Rizal menyayangkan pohon pohon yang ada di sekitar makam sudah ditebang. Alat berat sedang bekerja membersihkan lahan warga.

“Kami akan segera lapor pimpinan. Selanjutnya kami menyurati bupati dengan harapan agar aktivitas di sekitar makam dihentikan sementara. Selama proses penelusuran jejak dari temuan makam dan benteng,” ungkap Ay Rizal.

Benteng ditemukan sekitar 200 meter dari makam yang diduga bangsawan dan 400 meter dari kompleks pemakaman kuno. Di sekitar benteng sudah ada kebun sawit warga. Sehingga benteng menjadi lebih teduh, meski tinggi benteng sudah tidak seperti dulu.

Menurut Emy (20), warga yang tinggal tidak jauh dari makam Raja Kecik, dan ikut bersama arkeolog meneliti benteng, sejak usia 12 tahun dia sudah dibawa ayahnya bermain di sekitar benteng. Pasalnya, lahan benteng itu dulunya milik kakeknya. Entah karena urusan apa lahan itu kini berpindah ke tangan orang lain.

“Dulu benteng ini tinggi. Kalau tak salah ada sekitar 10 meter. Sebab untuk bisa naik ke atas benteng harus berlari terlebih dahulu, lalu melompat,” jelas Emy yang kini bekerja di salah satu perusahaan.

Tidak hanya sampai di situ, menurut Emy, dulu di tepi Sungai Jantan atau Sungai Siak, tidak jauh dari benteng, warga sering menemukan piring piring, mangkuk dan peralatan makan lainnya dari keramik. Namun, sudah pecah-pecah. Hanya satu dua yang utuh, itu pun entah ke mana sekarang. “Karena ketika itu saya masih kecil, saya tidak terlalu memikirkannya. Baru sekarang ini saya berpikir betapa berharganya barang barang itu,” sesalnya.

Saat diukur oleh warga yang mendampingi pihak BPCB, tinggi benteng sekitar 3 meter. Benteng lebih landai dan melebar. Ada pun lebar benteng saat ini sekitar 5 sampai 8 meter. Benteng berbentuk per segi dengan panjang sekitar 130 meter. Benteng itu memiliki empat sudut dan sudut-sudut itu lebih melebar seperti menara pengintai atau benteng pertahanan.

Tidak hanya di situ, selain ada seperti gerbang di antara benteng, di dalam benteng itu juga ada kolam. Meski kolam itu kering, dan sudah dangkal. Sepertinya kolam itu memang bagian dari benteng.(bersambung)

Laporan MONANG LUBIS, Siak

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook