PAMERAN "TRANSVISUAL" GALERI HANG NADIM

Potret Karya yang Terus Bergerak

Seni Budaya | Minggu, 30 Juli 2023 - 12:02 WIB

Potret Karya yang Terus Bergerak
Sebuah karya instalasi karya Raditya Muhammad berjudul "Mengantar Keberagaman" yang dipamerkan di Galeri Hang Nadim, Pekanbaru, 15-30 Juli 2023. (GHN UNTUK RIAU POS)

Untuk kesekiankalinya Geleri Hang Nadim menyelenggarakan pameran seni rupa. Kali ini tema yang diambil adalah tentang proses gerak dan transformasi karya para seniman.


RIAUPOS.CO - MALAM itu, Sabtu (18/7/2023), Galeri Hang Nadim (GHN) di Anjungan Kampar, Kompleks Bandar Serai, Purna MTQ, Pekanbaru, puluhan orang –kebanyakan para seniman— berkumpul. Terlihat beberapa dedengkot GHN seperti Furqon LW (Ketua GHN), Fachrozi Amri (Kurator GHN), Benny Riaw (Dewan Pendiri GHN), dan beberapa tokoh masyarakat Riau. Malam itu, pameran seni bertajuk  “TransVisual, Beyond & Legacy” dibuka. Pameran itu diselenggarakan selama 15 hari, 15-30 Juli 2023.  Pembukaan pameran berlangsung menarik karena ada performing art atau pertunjukan seni, salah satunya oleh seniman  Aamesa Aryana dengan judul “Bunyi”.


Para seniman yang karyanya dipamerkan seperti Aamesa Aryana, Alza Adrizon, Akil KM07, Biro Visual Artistik, Cak Winda, Doeds, Gerik Jari, Ibnul Mubarak, Jati Wahyono, Raditya Muhammad, Parlindungan, dan Ravelino, juga hadir di acara tersebut.  Di luar mereka, selain pengurus GHN, masyarakat biasa yang hanya mengatakan dirinya sebagai pecinta seni, juga banyak yang datang. Beberapa anggota komunitas seni juga terlihat hadir. Misalnya perwakilan Rumah Sunting, Salmah Publishing, Rumah Budaya Siku Keluang, Rumah Non Blok, panggung Tok Tan, Suku Seni, Forum Komunikasi Seni Riau (FKSR), dll

Sejak beberapa tahun terakhir, GHN memang menjadi salah satu –kalau tak bisa disebuat satu-satunya— galeri seni di Riau yang sering melakukan pameran, terutama seni rupa. Untuk tahun ini saja, Ketua GHN, ini merupakan pameran ketiga. Sebelumnya yang sudah ditaja adalah pameran kaligrafi “Waw” di bulan Maret dan pameran seni rupa “re-ART-si” pada Juni lalu.  Dalam dua pameran tahun ini dan di tahun-tahun sebelumnya, apresiasi masyarakat seni Pekanbaru dan Riau, sangat tinggi. Padahal untuk masuk dan melihat pameran, dikenakan tiket. Sesuatu yang jarang dilakukan oleh pegiat seni di Riau dengan sistem ticketing ini, karena banyak kegiatan seni yang gratis alias tak berbayar, banyak yang sepi pengunjung.

Kepala UPT Bandar Serai, Haiyahti Oloan, sangat mengapresiasi kegiatan ini saat membuka pameran. Katanya, pameran “TransVisual” ini harus menjadi motivasi dan inspirasi  bagi seniman-seniman yang ada, terutama untuk seniman pemula menjadi lebih berkreasi lagi. Menurutnya, upaya yang dilakukan GHN ini harus terus didorong dan diperhatikan oleh banyak pihak.

 “Saya sangat apresiasi  kreativitas para seniman yang ikut dalam pameran ini. Ini kegiatan yang harus didukung oleh banyak pihak. Apa yang dilakukan oleh Galeri Hang Nadim ini adalah salah satu contoh bagaimana menghidupkan kesenian karena dilakukan secara terus-menerus,” ujar  Haiyahti.

Kepala GHN, Furqon LW, menjelaskan, apa yang dilakukan oleh GHN adalah dalam upaya ikut membangun dunia kesenian di Riau, terutama seni rupa dan seni alternatif lainnya, yang selama ini hanya dilakukan secara sporadis. GHN telah berupaya sedemikian rupa dengan jadwal tahunan yang sudah dibuat dan diharapkan para seniman mempersiapkan diri untuk mengikuti jadwal-jadwal tersebut. Dengan jadwal yang sudah dibuat dan disosialisasikan tersebut, peserta yang mau ikut tidak merasa terkejut-kejut dalam berkarya dan mempersiapkan karyanya dengan baik dan matang.

Azam itu, kata dedengkot kartun Riau ini, sudah dipersiapkan sedemikian rupa agar ekosistem berkesenian di Riau, terutama seni rupa dan seni alternatif lainnya, tertata dan terjadwal dengan baik. Dari sisi seniman hal ini bisa membantu mereka berkarya secara terus-menerus. Sedangkan dari sisi masyarakat pecinta dan pengapresiasi seni, mereka tahu ada jadwal tetap setiap periode atau setahun kalender untuk datang, melihat, dan memberi apresiasi.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada seniman dan pecinta seni di Riau karena memberi apresiasi terhadap apa yang kami lakukan selama ini, termasuk pameran kali ini. Ini adalah pameran ke-12 sejak GHN berdiri 19 Januari 2020 silam,” jelas Furqon kepada Riau Pos belum lama ini.

Menurut Furqon, masih ada empat pameran lagi yang akan ditaja hingga akhir tahun ini. Yaitu “MasteRiau” di bulan Agustus, pameran drawing, komik, sketsa “Lanskap Pekanbaru” pada bulan September, pameran kriya Riau “Dari Titik Nol” bulan Oktober, dan pameran “”re-Post” bulan Desember.

Dari berbagai pameran seni rupa yang telah dan akan ditaja tersebut, tambahnya lagi, GHN berazam memancangkan beberapa genre seni rupa sebagai iven ikonik GHN. Seperti seni kaligrafi Arab Melayu, seni berbasis media kertas, dan seni kriya.

“TransVisual” menurutnya, merupakan upaya GHN merekam jejak geliat kreativitas perupa Riau yang secara alam bawah sadar sering melakukan perjalanan-perpindahan-perubahan medium rupa maupun ide. Proses ber-“trans” para perupa ini layak dianjungkan dan dibaca sebagai respon estetik seniman terhadap upaya pemerintah yang telah mencanangkan kebudayaan sebagai arus utama pembangunan.

“Di masa datang, kami akan selalu mencari dan menampung ide-ide yang bisa menjadi tema pameran,” jelasnya lagi.

Di bagian lain, Kurator GHN Fachrozi Amri, mengatakan, ada 11 perupa Riau yang ikut dalam pameran “TransVisual” dari 25 perupa yang diundang. Kesediaan akan partisipasi ini merupakan keberanian dan semangat. Menurutnya, ini merupakan momen penting bagi ekosistem seni rupa kita.

Adapun tema trans visual yang diusung yaitu Beyond and Legacy (Melampaui dan Mewarisi) artinya ada kesempatan emas di saat perupa ditantang untuk menghadirkan karya trans visual (lintas visual) ini, pencapaian bentuk (visual) oleh sejumlah perupa yang mendobrak kebiasaannya dan rutinitasnya dalam mewujudkan setiap karya, menjadi baru (fresh).

Aktivitas ini bahkan menjadi hal yang mungkin jarang atau tidak pernah dilakukan, selama menjadi seniman yang dikenal publik. Kesempatan ini bisa menjadi penanda baru baginya— sebagai seorang perupa multi-medium.

“Bahkan dirinya memiliki kemampuan ganda lintas visual, bisa berarti kemampuan ini dimilikinya namun selama ini tertahan, mungkin belum ada keberanian untuk mewujudkannya,” jelas Fachrozi.

Lebih jauh, salah seorang pengajar di Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) ini menjelaskan, setiap manusia dianugerahi kecakapan (intuisi) dalam mengkreasikan karya-karya yang kreatif, bisa datang dari genetik atau kemampuan yang terasah. Menurutnya, tidak ada kreativitas yang dilahirkan tanpa keberanian dan pengetahuan.

Sebelas perupa  Riau berbakat ini, kata Fachrozi, berhasil menerima tantangan “TransVisual” sebagai sesuatu yang positif, diantaranya: yang dahulunya dikenal sebagai seniman dua dimensi, pada kesempatan ini  mereka mengkreasikan karyanya menjadi karya tiga dimensi, atau sebaliknya. Bahkan ada juga seniman yang memiliki kemampuan dalam mencampuradukan material-material menjadi satu material yang penuh dengan sentuhan artistic. Ada juga seniman yang menampilkan pertunjukan seni rupa menjadi buah karya yang unik. Terlepas dari kemampuan lainnya yang ada pada masing-masing individu perupa yang belum terkuak.

 Karya-karya yang sedang dipamerkan ini, kata Fachrozi, tidak hanya memindahkan dan mengindahkan saja, melainkan mereka juga menyajikan beragam nilai sebagai konteks berkarya, ada yang fokus pada isu-isu lingkungan dan alam, ada yang ingin bercerita pada kita tentang kehidupanya, yang tak kalah penting nilai yang mereka usung tak “kosong” atau hanya sekedar memindahkan medium semata, melainkan memiliki kekuatan narasi simbolik yang sangat ketal akan kekinian.

Dia mencontohkan karya Aamnesa yang biasanya dikenal sebagai seniman tari, dalam kesempatan ini dia mencoba mengungkapkan karya melalui pertunjukan seni rupa dengan mengunakan materi-materi rupa yang berpadu menjadi sebuah pertunjukan yang bukan fokus pada olah tubuh atau gerak, melainkan menghasilkan bentuk baru dari tindakan tersebut.

Lalu ada Alza Adrizon dengan untai beberapa elemen hutan dan alam yang dibungkus dalam merangkai karya seni instalasi 3 dimensional unik, dengan unsur-unsur alam coba dipinjam Alza sebagai keutuhannya, yang mana Alza dalam kebiasaan berkanya yaitu pada lukisan. Lalu karya Akil KM07 seniman street art (seni jalanan/publik) yang kental dengan corak-corak graffiti, tapi dalam pameran ini Akil tidak sedang meng-graffiti tembok galeri, melainkan memadukan sejumlah element temuan “found object” yang ada di sekitarnya menjadi tampak tiga dimensi kendati masih melekatkan corak warna yang selalu menjadi fokus Akil, yaitu warna kuning neon dan biru pastel.

“Artinya, ada pergerakan karya yang dilakukan oleh para seniman dalam pameran ini,” ujar Fachrozi lagi.***

Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook