Tangan-tangan mungil itu begitu lincah. Anak-anak berseragam sekolah, duduk asyik di atas panggung, lalu memukulkan alat musik yang sudah mereka dengar sejak kecil. Alat musik itu bernama canang. Sungguh mereka pewaris yang kembali mewariskan kekayaan budaya bangsa.
(RIAUPOS.CO) - HUTAN Pinus di tengah Kota Bangkinang, Kabupaten Kampar sejak Jumat hingga Sabtu (27-28/5/2022) tidak lengang seperti biasanya. Bahkan beberapa hari sebelumnya sudah mulai ramai. Suara-suara musik, khususnya Canang, sudah berkumandang menambah meriah suasana di sekitar hutan tersebut. Dan, Jumat hingga Sabtu merupakan puncak keramaian. Pergelaran musik canang secara besar-besaran digelar di tempat ini. Pembiayaan seluruh kegiatan ini ditanggung oleh Kemendikbutristek.
Canang World Music Festival 2022, inilah nama kegiatan tersebut, yakni sebuah festival bertaraf internasional. Untuk menjaga warisan bangsa ini, sekelompok anak muda dari Kabupaten Kampar menginisasi kegiatan tersebut dengan tujuan sebagai sebuah usaha yang merawat, menjaga dan melestarikan kebudayaan, sebagai jalan terampil nya regenerasi dan menciptakan pola kerja ekonomi kreatif berbasis kebudayaan.
Direktur festival, Wan Harun Ismail Spd MSn, menyebutkan, upaya pelestarian nilai-nilai budaya dalam canang ini harus terus dilakukan agar tidak kehilangan generasi. Selain itu juga memperkenalkan kepada dunia tentang kekayaan budaya Indonesia melalui musik dan festival bertaraf internasional.
‘’Semoga apa yang kami lakukan dengan menggelar Festival Canang sebagai salah satu alat musik tradisional di Riau, khususnya di Kampar ini bisa menjadi kontribusi dalam turut berupaya melestarikan nilai-nilai budaya melalui musik,’’ ujar Wan Harun.
Sampai saat ini canang masih dimainkan dan ditampilkan dalam berbagai kegiatan masyarakat, seperti penyambutan tamu, pesta kawin atau kegiatan besar masyarakat lainnya. Canang akan semakin berisi, dan bergemuruh ketika dikolaborasikan dengan alat-alat musik lain. Bahkan sangat indah ketika dikolaborasikan dengan alat musik modern.
Dulu, canang dibuat dari kayu. Maka dikenal dengan canang Kayu. Dalam Wikipedia, canang kayu merupakan salah satu alat musik tradisional masyarakat Aceh Singkil. Alat ini berasal dari masyarakat Jawa yang pindah ke Dataran Tinggi Gayo. Fungsinya sebagai alat musik pernikahan dan penyambut tamu terhormat. Bahan pembuatannya berupa kayu Terentang Putih. Tapi, canang juga ada di Riau dan beberapa daerah di Indonesia.
Selain canang kayu, juga ada canang tembaga. Kedua-duanya masih dipakai masyarakat Kabupaten Kampar. Tapi lebih banyak digunakan canang tembaga. Sedang canang kayu sudah mulai kurang digunakan. Kekhasan dan keunikan alat musik yang menunjukkan kehidupan sosial budaya masyarakatnya ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya. Penggunan nama canang juga merupakan sebuah nilai dan filosofis musik canang sebagai media yang menyampaikan informasi kepada masyarakatnya.
‘’Mari merawat kekuatan kebudayaan masyarakat, menciptakan puluhan ekonomi kreatif berbasis kebudayaan, dan terjadinya sebuah sinergi seluruh elemen untuk kemajuan kebudayaan dengan menjaga dan terus melestarikan canang, kekayaan Indonesia, kekayaan kita semua,’’ sambung Wan Harun.
Banyak Rangkaian Kegiatan
Festival Canang selama dua hari ini padat dengan berbagai kegiatan. Selain pergelaran musik oleh berbagai kelompok musik, juga ada seminar musik tradisional. Seminar ini mengusung tema “Eksistensi Musik Tradisi di Tangan Kaum Milenial”. Kemudian ada Festival Musik Tradisional Kampar yang diberi nama Gondang Baoguong dan Pergelaran Musik Inovatif. Maka, hutan pinus Bangkinang itu pun tumpah ruah oleh penonton dan pemusik dari berbagai kalangan serta usia. Mulai dari orang tua hingga anak-anak.
Hadir sebagai pembincang dalam seminar yakni Reizki Habibullah SPd MSn dari Solo, Rino Dezapaty MBy dari Riau, dan Dr Dean Hayward MFA BM dari California (USA). Seminar semakin ramai dan meriah dengan hadirnya kaum millenial di Kabupaten Kampar, Pekanbaru sekitarnya dan luar Provinsi Riau.
Pergelaran Musik Inovatif diikuti oleh berbagai kelompok. Tidak hanya dari Kampar dan Pekanbaru, tapi juga Pulau Jawa, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Mereka adalah, Melang Art (Kampar), Cenglu (Solo), Puti Lindung Bulan (Kampar ), Riau Rhythm (Pekanbaru ), Djangat (Pekanbaru), Eta Margondang (Sumatra Utara), Sembilu (Pekanbaru ), Labs Art Project (Sumbar), Sendayung (Kampar Kiri),Komunitas Sakai (Siak), dan Bakulimek (Kampar).
Festivai ini juga dihadiri Kepala Kelompok Kerja Apresiasi dan Literasi Musik, Direktorat Perfilman Musik dan Media Kemdikbudristik, Edi Irawan. Mewakili Kemendikbudristik, Edi ingin kegiatan ini terus berulang untuk tahun-tahun berikutnya.
‘’Festival Canang ini salah satu kegiatan yang posifit bagi penggiat budaya, masyarakat kesenian di Kampar, karena kegiatan ini juga merupakan interaksi budaya berkumpulnya simpul-simbul budaya sehinga menjalin harmonisasi yang lebih baik. Kami berharap kegiatan ini bisa continue karena merupakan sebuah investasi bagi daerah agar ke depan anak muda punya saluran yang positif dalam mengembangkan bakatnya,’’ kata Edi.***
Laporan KUNNI MASROHANTI, Kampar