FOREST ART ZAMRUD SIAK HIJAU

Membujuk "Semenda" Manusia

Seni Budaya | Minggu, 26 Desember 2021 - 09:55 WIB

Membujuk "Semenda" Manusia
Para seniman performance di panggung terapung Forest Art Zamrud. (FOTO PANPEL FOREST ART ZAMRUD FOR RIAU POS.)

Menjadi bagian dari pelestarian alam dengan jalan seni, dengan cara saling mengisi, inilah yang dilakukan seniman Riau bersama sejumlah NGO baru-baru ini; Danau Zamrud menjadi pilihan hati.


(RIAUPOS.CO) - KERJA kolaborasi saat ini menjadi pilihan utama para pegiat kreatif di seluruh dunia, tak terkecuali seniman. Kerja-kerja itu dianggap jitu dan berhasil membujuk perhatian publik yang selama ini cuai dan abai pada lingkungan dan alam sekitarnya.


Tidak hanya cuai, bahkan manusia sebagai penumpang terakhir di muka bumi ini, cenderung merusak, hanya untuk kepentingan dan kepuasan nafsu-nafsu belaka. Karena itulah, perlu dilakukan upaya penyadaran kepada generasi hari ini dan nanti untuk memulihkan lingkungan yang semakin rapuh.

Mengutip tulisan Prof Yusmar Yusuf, budayawan dan akademisi Indonesia asal Riau berjudul Filaarbor-Filaaqua yang terbit di elaeis.com, Ahad (19/12/2021) disebut dengan sangat meneduhkan; “Hari ini, hutan, tanah, laman, ruang-ruang bumi bernama badan air; tasik, danau, setu, sungai, kolah, kawah, kolam, telaga, bahkan sumur adalah serangkaian elemen yang jahit berjahit kehadirannya dengan terumbu karang (coral reef) di laut (menuju semangat aqua sea-farming).  Sebuah sistem terbuka (open system) yang mudah didatangi sekaligus digerayangi. Sejatinya elemen-elemen itu adalah “semenda" terdekat manusia: pagutan hati dan sibiran tulang. Tanpa “semenda" ini, manusia takkan bisa menyelenggarakan kehidupan. Tradisi tasawuf tajalli berujar: bahwa manusia diciptakan (khalq). Sementara bumi tidak diciptakan, tetapi diadakan (jaala) oleh Tuhan."

Respon Prof Yusmar Yusuf ini menjadi “gertakan spirit" bagi seniman dan aktivis lingkungan yang sedang mengerjakan upaya kolaborasi. Sebutlah Begawai Institute (seniman), Jikalahari, WALHI dan Sodagho Siak (aktivis lingkungan) mencoba untuk duduk semeja berbuat dan berkarya untuk negeri bernama Riau.

Upaya itu ternyata mendapat respon hangat dan penuh kesadaran dari banyak kalangan, termasuk pemerintah. Untuk kali ini, kolaborasi seniman/ budayawan dan aktivis lingkungan itu disambut hangat Pemkab Siak yang memang punya program bernama, “Siak Hijau". Maka digagaslah konsep perhelatan dengan tujuan pemulihan lingkungan dengan nama, “Forest Art Zamrud Siak Hijau".

Helat ini dikerjakan secara maraton sejak empat bulan belakangan ini dan puncaknya digelar di Kota Siak Sri Indrapura pada 22 Desember 2021. Tak tanggung-tanggung, helat itu juga mendapat sambutan persahabatan dari seorang Ibu yang juga menjabat sebagai Menteri KLHK Siti Nurbaya. Siti diperdengarkan lagu berjudul Ibu yang dinyanyikan Benie Riaw dan mendapat bingkisan bunga dari Sanggar Benteng Mempura.

Tampil pula seni tradisi dari Sanggar Suku Asli Anak Rawa.Helat tersebut juga dimeriahkan berbagai persembahan anak negeri di kawasan “Siak Lawo". Di antaranya Zapin Istana, puisi dan silat.

Persembahan Begawai Institute dan Jikalahari untuk Siak Hijau

Forest Art Zamrud Siak Hijau telah berlangsung sejak Peringatan Hari Pohon Sedunia, 21 November 2021 di Tangsi Belanda, Siak. Berbagai rangkaian kegiatan dilaksanakan seperti penanaman pohon oleh Bupati Siak dan Wakil serta pejabat lainnya termasuk perwakilan seniman dan NGO.

Lalu dilanjutkan dengan persembahan seni oleh seniman dari Pekanbaru dan Siak hingga malam hari ini. Agenda itu menjadi pembuka jalan untuk kelangsungan acara.  

Di sela-sela itu dan merupakan inti dari upaya kolaborasi adalah persembahan seni oleh para seniman di panggung terapung di Taman Nasional (TN) Danau Zamrud/Tasik Sungai Rawa, Kecamatan Dayun. Pada agenda itu, para seniman menyuguhkan karya terbaiknya untuk pengambilan video (tapping) dan akan dipersembahkan secara online/ live streaming pada acara puncak Forest Art Zamrud Siak Hijau, 22 Desember 2021 yang bertepatan dengan peringatan Hari Ibu.

"Ini bentuk dari keresahan kami, para seniman dan aktivis lingkungan, terutama Jikalahari atas kondisi bentang alam kita yang kian tergerus oleh berbagai praktik penghancuran yang dilakukan segelintir kelompok. Dampaknya sangat mengerikan dan kita harus segera memulihkan lingkungan dan alam ini lewat kerja-kerja kreatif dan nyata," ulas Benie Riaw, musisi Riau yang juga salah seorang penggagas Forest Art Zamrud Siak Hijau.

Disebutkannya, pertemuan secara sadar dengan kawan-kawan dari Jikalahari menjadi momen penting untuk melakukan sesuatu. Dirinya (Benie Riaw, red) bersama Fedli Azis (teaterawan) dan Fahrozi Amri (perupa) secara intens melakukan diskusi bersama Almarhum Al azhar yang mencetuskan gagasan ini. Bersama Koordinator Jikalahari Riau Made Ali dan kawan-kawan, termasuk aktivis senior Riko Kurniawan.

Lebih mematenkan gerakan itu, tim seniman dan aktivis lingkungan menjalin hubungan dan komunikasi dengan seorang sahabat yang juga salah satu tim ahli Mentri KLHK asal Siak, Dr Afni Zulkifi. Akhirnya, Ibu Siti Nurbaya bersemangat untuk hadir dan menyupport Forest Art Zamrud Siak karena diinisiasi seniman dan aktivis lingkungan.

“Forest Art Zamrud Siak Hijau ini kami persembahkan untuk Abang sekaligus kawan bergelut, Almarhum Al azhar yang telah menyatukan seniman dan NGO dalam kerja kreatif sejak beberapa tahun belakangan ini. Bang Al-lah yang sangat menginginkan gerakan penyadaran untuk pemulihan lingkungan ini," ungkap Made Ali disela-sela pengambilan video tapping di TN Danau Zamrud, Sabtu (18/12/2021).

Lebih jauh dikatakannya, setelah almarhum tiada, seniman dan NGO sangat berharap mendapat sosok penggantinya. “Alhamdulillah, sosok itu hadir dan kembali membangkitkan spirit kami yang sempat droop atas kepergian Bang Al. Kami sangat berterima kasih pada sahabat almarhum (Al azhar) Prof Yusmar Yusuf yang sangat mendukung dan bersedia melibatkan diri dalam kolaborasi seniman dan kami," papar Made Ali.

Maka dalam tulisan yang sama dengan di atas, Prof Yusmar Yusuf (YY) menutup dengan cantik;  “Politik dan gerakan lingkungan hidup itu adalah area yang berseberangan. Namun, sama-sama mengucah area licin. Para aktivis lingkungan dan seniman harus selalu membangun “pagar api" selejang seluncuran di zona licin. Saluuut. Dan saya yang tak kan pernah berdiri di situ... (?)".***

Laporan KUNNI MASROHANTI, Siak Sri Indrapura

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook