BUKU PUISI KUMPULAN BERSAMA 26 PEREMPUAN

Menggali yang Harus Dirawat dalam Palung Tradisi

Seni Budaya | Minggu, 23 Februari 2020 - 08:30 WIB

Menggali  yang  Harus  Dirawat  dalam  Palung  Tradisi
Dari kiri, Husnu Abadi, DM Ningsih, Kunni Masrohanti, Devi, Bambang Kariyawan dan Siti Salmah foto bersama.

Ratusan pelajar, mahasiswa dan guru menggali seperti apakah sebenarnya sesuatu yang harus dirawat dalam Palung Tradisi

(RIAUPOS.CO) -- PALUNG Tradisi adalah judul buku puisi kumpulan bersama 26 perempuan. Mereka ini adalah orang-orang yang tergabung dalam Penyair Perempuan Indonesia (PPI). Buku ini diperbincangkan dengan hangat Kamis lalu di Perpustakaan Soeman HS, Pekanbaru.


Bedah buku tersebut dimaksudkan untuk menggali dan merawat seperti apakah tradisi yang dilahirkan dalam bentuk puisi tersebut. Pujian, kritikan, saran dan banyak hal mencuat ke permukaan baik melalui berbagai pertanyaan ataupun penjelasan oleh narasumber. Mereka adalah Fakhrunnas MA Jabbar, Husnu Abadi, Hang Kafrawi dan Hj Rahima Erna selaku Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Riau. Ketua PPI Kunni Masrohanti juga turut dihadirkan ke atas panggung diskusi.

‘’Seperti apapun buku ini, baik bentuk buku atau bentuk tulisannya, tapi yang jelas ada upaya para perempuan yang menulis di dalamnya untuk menuliskan tradisi dalam puisi. Semoga ke depan, karya yang dilahirkan PPI akan lebih bagus lagi,’’ kata Fakhrunnas.

Husnu Abadi juga menilai serupa. Jarang ada penyair yang mau memfokuskan sesuatu secara khusus apalagi menjadi dasar berkarya para penyair tersebut. Tapi PPI malah menabalkan diri bahwa tradisi akan menjadi akar atau dasar bagi mereka dalam menulis puisi. Keberanian dan kekhususan ini saja menurutnya sudah istimewa.

‘’Apakah puisi-puisi yang dilahirkan benar-benar sudah menyentuh akar tradisi? Barangkali ini juga harus menjadi perhatian khusus bagi PPI. Menggali tradisi dan menuangkan dalam tulisan, ini perlu waktu, perlu kajian. PPI berupaya melakukan itu,’’ kata Husnu.

Hj Rahima Erna, membaca satu persatu judul dan bagian demi bagian buku Palung Tradisi tersebut. Ada puisi berjudul ’’Lhedek’’ tentang tradisi Jawa Timur karya Ardhi Susanti, ’’Ratu Laut Selatan’’, ’’Kotau”” dan masih banyak lainnya. Menurut Rahima Erna, puisi yang disajikan banyak menggunakan bahasa sederhana, ada alur cerita sehingga mudah difahami.

‘’Bagi saya Palung Tradisi ini bagus. Ada cerita dalam puisi seperti ’’Ratu Laut Selatan’’. Biasanya cerita berhubungan dengan cerpen. Tapi puisi ini ditulis dengan bahasa sederhana hingga mudah difahami. Bagus,’’ kata Rahima.


Dari kiri, Fakhrunnas MA Jabbar, Husnu Abadi, Ketua PPI Kunni Masrohanti dan Hj Rahima Erna dalam acara bedah buku Palung Tradisi.

Berbeda dengan Hang Kafrawi. Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unilak ini mengkaji dalam tentang judul buku Palung Tradisi. Baginya, judul itu sangat menukik dan dalam. Palung berarti ceruk paling dalam. Jika tradisi berpalung, katanya, bagian paling ceruk dari tradisi itulah yang dijadikan puisi.

‘’Palung tradisi itu sangat kuat maknanya. Berarti pusi-puisi dalam Palung Tradisi digali dari ceruk tradisi paling dalam,’’ katanya.

Kafrawi juga sempat menyinggung tentang PPI dan menyebut soal gender terkait puisi-puisi dalam Palung Tradisi yang hanya ditulis oleh penyair perempuan saja. Bahkan, kata Kaf, hal tersebut justru membuat PPI dinilai berbicara soal gender, memisahkan diri dari laki-laki.

Khusus soal PPI dan gender, dijelaskan oleh Ketua PPI Kunni Masrohanti, bahwa apa yang disampaikan Kafrawi tidak bemar. Upaya pembentukan PPI adalah upaya mengaktualiasasikan kelebihan diri perempuan, terkhusus PPI dalam berkarya dengan mengedepankan tradisi sebagai akar dalam menciptakan puisi. Bukan untuk bersaing dengan lelaki.

‘’Kami tidak bicara gender. penyair Perempuan Indonesia adalah penyair  yang berbicara tentang perempuan sebagai sumber tradisi. Jadi tidak terfokus perempuan saja. Berbeda dengan perempuan penyair yang memang perempuan sebagai penyairnya. Jadi kami tidak bicara gender,’’ kata Kunni.

Kegiatan bedah buku  ini, ditaja oleh SCW berkerja sama dengan Dispersip Riau serta pendukung lain seperti Matan Melayu, Kuala Aksara, Komunitas Seni Rumah Sunting dan beberapa lainnya.

Bedah buku Palung Tradisi dibuka oleh Gubernur Riau yang diwakili Kepala Dinas Kebudayaan Riau Yoserizal Zein. Yose mengaku sangat mengapresiasi kegiatan yang diikuti ratusan pelajar, mahasiswa, guru dan umum tersebut.

‘’Selamat untuk acara bedah buku Palung Tradisi ini, dan semoga akan selalu ada kegiatan serupa terus dilaksanakan baik di perpustakaan atau tempat lainnnya,’’ harap yose.

Founder SCW, Siti Salmah mengatakan, kegiatan tersebut memang sudah dirancang sejak beberapa hari sebelumnya dan berkerja sama dengan berbagai pihak. ‘’Terima kasih atas semua pihak yang mendukung kegiatan ini sehingga bisa berjalan dengan baik. Buku PPI ini sangat asyik. Karya-karya puisi yang ada di dalamnya berbeda dari yang lain, yakni berlatar belakakang tradisi. Ini penting bagi generasi muda untuk mengetahui kenapa tradisi itu penting. Makanya bedah buku ini kita buat dengan menghadirkan narasumber dan Ketua PPI yang juga berasal dari Riau, ‘’ jelas Salmah.

Lagi-lagi, Kunni Masrohanti,   mengucapkan banyak terima kasih kepada SCW atas terlaksananya kegiatan tersebut.(fia)

Laporan Muslim Nurdin, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook