‘’Beliau kalau sudah marah, langit serasa nak runtuh. Tapi kalau sedang baik, kiamat pun tak terasa. Suka mengajak kami diskusi dan rajin menanyakan kegiatan hari-hari kami,’’ ujar Tien Marni anak sulungnya ketika berbincang-bincang dengan Riau Pos.
Almarhum Sattah sangat perhatian. Padahal jarang berjumpa, karena kesibukannya. Tapi perhatiannya pada anak-anak tidak pernah lupa. Kesehariannya sangat sibuk, bisa dihitung dengan jari kapan ada di rumah. Karena sangat aktif di luar. Baik aktivitas mengajar (terakhir dosen Bahasa Indonesia dan Sastra UIR), kegiatan bisnis percetakan dan kegiatan baca puisi serta organisasi seni dan budaya yang ada di Pekanbaru. Sattah juga pernah mengajar di SMPP (sekarang SMAN 8 Pekanbaru), mengajar di SMA Seri Rama.
Terhadap seni dan budaya Melayu Riau, cita-cita Sattah sangat tinggi. Tentunya ingin membawa harum nama penyair Riau sampai ke pengakuan internasional. Dan ternyata dia sudah membuktikan walau umurnya tak panjang. Karya-karyanya banyak melahirkan tentang kisah perjalanan dan pengalaman hidup dan keagungan Tuhan.
“Pokoknya yang berbau religius. Ada lucu dan bahkan sampai kami tak mengerti makna sajaknya. Alirannya sama seperti Sutardji, sajak mantera. Kami sangat patuh padanya,’’ kata Tien Marni mengenang sang bapak.
Pesan Sattah yang tidak terlupakan bagi anak-anaknya adalah, selalu mengingatkan untuk menjadi anak yang baik, yang bersih, rapi, dan tidak berbohong. ‘’Itu kata-kata sejak kami kecil yang selalu ditanamkannya,’’ sambungnya. Di sisi lain, Sattah sangat menyenangi musik-musik lembut. Penyanyi Indonesia yang sering di dengarnya adalah Ebiet G Ade dan Bimbo.
Kisah keuletan Sattah juga dipaparkan tiga anaknya yang lain, Tien Diana, Tien Triani dan Wira Sattah. Tien Diana yang mengenang orangtuanya itu, adalah orang tunak dengan berkesenian, melestarikan budaya Melayu. Ini dilihat banyaknya karya-karya sajak yang dibuat ayahnya. Karya-karya itu tidak hanya disajikan di dalam negeri namun juga di beberapa negera di manca negara. Namun satu hal, meski sesibuk apa pun, Ibrahim Sattah adalah orang yang berhatian dengan keluarga, istri dan anak-anak.
‘’Bapak selalu menanyakan sekolah kami. Kalau terima rapor, pasti bapak menanyakan apa hasilnya,’’ ujarnya singkat.
Dia sangat mengapresiasikan dengan pemberian Anugerah Sagang Kencana yang diterima almarhum. Setidaknya ini bisa memotivasi banyak seniman lain di Riau.***