Sang Penakluk dari Mempura

Seni Budaya | Minggu, 20 Maret 2022 - 11:45 WIB

Sang Penakluk dari Mempura
Pengunjung foto bersama di gerbang makam Tengku Buang Asmara di Mempura. (ISTIMEWA)

Mempura, tanah tumpah sang raja adalah kampung kecil dan sederhana, dari dulu, sejak dari masa kerajaan hingga kini ketika pusat kerajaan berpindah kawasan. Di sinilah Sang Penakluk itu tiba.


(RIAUPOS.CO) - SIANG menuju Mempura dari arah Kota Siak memang cukup panas. Tapi, masuk ke kampung ini, yang terasa teduh dan sejuk. Kearifan lokal, Bahasa Melayu masyarakat nan kental, dan rumah-rumah panggung kayu, masih terlihat eksotik dan indah.


Di tanah Mempura inilah Sultan Mahmud Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah yang dikenal dengan Tengku Buang Asmara (TBA) dimakamkan. Dia jugalah yang memindahkan pusat kerajaan Siak di Buantan ke wilayah ini. Dia juga raja yang mengubah nama Sungai Jantan menjadi Sungai Siak.

Masuk ke tempat pemakaman TBA ini, secara kasat mata tidak ada yang istimewa. Makam yang biasa saja. Makam ini berada di dalam bangunan besar. Ujung makam dibungkus dengan kain kuning layaknya makam para raja.

Di luar makam TBA, ada makam lain. Makam-makam ini lebih sederhana, tidak dicat, tidak di pagar. Apa adanya. Ada makam anak kecil, ada juga makam orang dewasa. Makam ini adalah makam kerabat kerajaan.

Kegagahan dan pengorbanan TBA tidak sesederhana makam yang terlihat itu. Sultan kedua Kerajaan Siak Sri Inderapura ini dengan gagah berani melawan Belanda. Bahkan mengusir dari markasnya Belanda di Pulau Guntung, tepatnya tahun 1759.

Dari berbagai catatan,  TBA adalah raja yang berkuasa pada tahun  1746-1760. Dalam sejarah kerajaan Siak Sri Indrapura yang jatuh bangun selama lebih 200 tahun itu, TBA adalah sultan yang tak bisa ditaklukkan oleh penjajah Belanda. TBA sangat disegani, ditakuti , dan bahkan secara diam-diam dibenci oleh Belanda. Netscher, mantan residen Belanda di Riau misalnya, dalam bukunya Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, menyebut TBA sebagai sultan  yang  buruk.

Ada sejumlah tindakan dan keputusan strategis yang telah dilakukan TBA meski hanya memerintah selama 14 tahun ( 1746-1760 ) dan tindakannya itu sangat  penting dan bersejarah yang menjadi  indikasi dan menunjukkan posisinya sebagai tokoh sejarah yang penting dan berkarakter.  


Karena inilah TBA diusulkan sebagai pahlawan nasional oleh Pemkab Siak. Untuk memperkuat usulan tersebut, Pemkab menggali dan mencari dukungan dari berbagai pihak. Termasuk dengan menggelar webinar, Sabtu (19/3) sempena Hari Pers Nasional (HPN) Riau yang dilaksanakan di Siak.

Dalam seminar yang dilaksanakan di Gedung Mahratu dan diikuti oleh ratusan wartawan se-Riau yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau ini, Rida mengungkapkan, berbagai alasan mengapa usulan itu harus didukung.

Pertama, kata Rida, tindakan TBA yang menghancurkan benteng  dan loji Belanda di Pulau Guntung tahun 1759, dan membunuh  pimpinan loji itu, adalah tindakan historikal dan telah mencoreng nama besar Belanda sebagai penguasa politik dan perdagangan di Selat Melaka. Mereka merasa malu dan terhina, dan sejarah telah mencatatnya dengan tinta merah, betapa kekuasaan kolonial Belanda, bertekuk lutut dan tak berhasil menyingkirkan sultan muda yang  teguh dengan pendiriannya itu. TBA telah berhasil menaklukkan Belanda di Pulau Guntung, dan mengusirnya kembali ke Melaka.

Kedua, TBA adalah seorang politisi dan diplomat yang tangguh dengan siasat politik yang sulit diduga. TBA memang pernah  mengikat perjanjian politik  atau dagang dengan Belanda . Pernah  minta bantuan senjata dan bersekutu untuk melawan musuh politiknya, terutama melawan abangnya Raja Alam dan Daeng Kamboja. Tapi TBA tak pernah tunduk dan apalagi menjadi boneka Belanda. Dia lebih banyak berkirim surat, tetapi tak pernah mau datang ke kantor Gubernur Belanda di Melaka. Dia melakukan semua itu sebagai bagian dari diplomasi, siasat dan strategi politik. TBA seorang politikus yang handal, dan  tidak gampang ditipu dan dipaksa menyerah.

Ketiga, TBA seorang raja yang mandiri. Jika sekutu politiknya, tidak sepenuh hati  membantunya, dia juga tak begitu perduli. Dia akan terus maju dan berjuang sendiri menghadapi musuhnya, seperti yang ditulis  sejarawan Timothy P Bernard dalam bukunya Pusat Kekuasaan  Ganda.  Di saat kedudukannya sebagai sultan  terjejas karena  perebutan tahta dengan abangnya Raja Alam, dia lebih suka minta bantu pada pihak Melayu, baik melalui pamannya, Sulaiman Badrul Alamsyah  ataupun kepada Sultan Terengganu Mansyur  Syah. Dia membangun aliansi kemelayuan dengan pamannya Sultan Sulaiman, Yang Dipertuan Besar Riau, dengan  Sultan Terengganu Mansyur  Syah (Tun Dalam) dan dengan Raja Minangkabau.

Keempat, TBA tidak anti Bugis dan memusuhi Bugis secara pukul rata, termasuk pada Upu Bugis Lima Bersaudara (Daeng Perani  Bersaudara). Permaisurinya adalah anak bangsawan  Bugis Daeng Mattako, mantan penguasa Linggi (di semenanjung Melaka). Seperti ayahnya, dia bersahabat dengan keturunan Daeng Celak, seperti  dengan Raja Haji Fisabilillah. Tapi dia sangat berseteru dengan keturunan Daeng Perani, terutama dengan Daeng Kamboja. Ada luka dan dendam sejarah yang panjang, yang dia warisi  dari ayahnya Raja Kecik dan ibunya Tengku Kamariah.

Kelima, TBA sangat anti Belanda. Sampai akhir hayatnya TBA memendam dendam pada Belanda, dan perang Guntung (1752-1759) adalah bukti TBA seorang sultan yang terus berjuang melawan Belanda. TBA seorang sultan yang merdeka, cerdas, visioner, dan tahu bagaimana berpolitik. Bila harus bersekutu, bila harus berdamai, dan bila harus berperang. Dia salah  satu sultan nusantara yang  berani mengancam Belanda dan akan merebut Melaka jika Belanda mengganggu  Siak. Dia tulis surat ancaman itu menjelang akhir hayatnya 1760.

Keenam, TBA seorang yang teguh memegang adat istiadat dan punya  fatsun politik yang sangat Melayu. Dia tahu air dicincang takkan putus. Karena itu, betapapun dia disakiti, disingkirkan, dihianati, dan dijadikan seteru oleh abangnya Raja Alam dan  kerabatnya yang lain, tapi dia tetap sayang dan hormat.

Ketujuh, TBA juga sangat menghormati asal usul dan darah asalnya. TBA menyelamatkan pamannya Sulaiman Badrul  Alamsyah yang sudah terkepung di muara Siak, dengan menyuruhnya pergi dan  kembali ke Riau. Padahal pamannya itu karena tekanan Bugis dan Belanda datang menyerang Siak. TBA sangat menghormati  pamannya  Sulaiman Badrul Alamsyah. Di Siantan  saat harus  memilih, apakah harus  membantu abangnya Raja Alam atau pamannya Sulaiman Badrul Alamsyah, dia memilih membantu  pamannya. Dia ingat bagaimana pamannya  tahun 1725 menyelamatkan dia dan ibunya, ketika  mereka ditawan kakak ibunya Tengku Tengah dan pihak Bugis di Riau ketika ayahnya terlibat perang saudara melawan Tengku Sulaiman  yang dibantu Bugis memperebutkan tahta  Johor.

Kedelapan, TBA seorang yang visioner: Selama 14 tahun masa pemerintahannya dia telah mengusung mimpi besarnya, mimpi besar ayahnya Raja Kecik, membangun kembali kemaharajaan Melayu, seperti masa kejayaan Melaka dan Johor. Tidak bisa di seluruh kawasan semenanjung tanah Melayu, tapi bisa diujudkan di Sumatera. Itulah yang kemudian disebut sebagai kerajaan Sumatera Timur, wilayah kekuasaan Siak yang membentang mulai dari Inderagiri, sampai ke Asahan.

Kesembilan, TBA seorang raja yang sakti  dan berdaulat. TBA pernah kena tembak, rubuh, tapi bangun kembali. Mengambil pedang kerajaan  dan memenggal kepala orang yang  menembaknya. Tindakan heroik nya itu membuat TBA sangat dihormati, dipatuhi dan juga ditakuti para pengikutnya, meskipun tingkat kharismatiknya masih di bawah ayahnya, Raja Kecik.

Kesepuluh, TBA seorang yang berani membuat keputusan. Sebagai  bagian dari visi besarnya, TBA mengubah nama kerajaannya dari kerajaan Buantan menjadi kerajaan Siak Seri Indrapura. Mengubah nama Sungai Jantan menjadi Sungai Siak.

’’Siak adalah salah  satu sungai terpanjang dan terdalam di pulau sumatera. TBA berhasil menjadikan sungai Siak sebagai  salah satu  urat nadi perdagangan di selat melaka. TBA membangun ibukota baru di Mempura yang lebih baik dan strategis menggantikan Buantan yang penuh rawa dan terbuka terhadap  serangan musuh,’’ ungkap Rida.

Dari Mempura inilah kemudian TBA mengirim beras ke Melaka, hasil panen dari tanaman padi di kawasan Mempura itu, sambung Rida. Siak  bangkit dan berkembang sebagai salah satu pusat pertanian dan perdagangan dunia di jazirah tanah Melayu, seperti diakui salah satu gubernur Belanda di Melaka.

Selain menghadirkan Ridak K Liamsi, seminar yang dilaksanakan secara daring dan luringi ini juga menghadirkan Riza Fahlevi, penulis dan juga tim pengusulan Tengku Buang Asmara untuk bisa menjadi pahlawan nasional. Seminar tersebut dipandu Kepala Dinas Pariwisata Siak, Fauzi Asni. Hadir juga Kepala OPD Siak dan beberapa tamu lainnya. ’’Saat ini proses pengusulan terus berlangsung. Dukungan dari berbagai pihak juga terus dicari dan digali,’’ kata Riza.***


Laporan KUNNI MASROHANTI, Siak Sri Indrapura

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook