Setiap wilayah berbudaya, memiliki kekayaan tradisi yang berlimpah. Kekayaan itu, ada yang masih dipelihara, dijalankan, dan ada pula yang terbenam hingga tak lagi dikenali, bahkan oleh masyarakat pendukung kebudayaan itu sendiri.
--------------------------------------------------------------------
(RIAUPOS.CO) - JIKA seluruh masyarakat pendukung kebudayaan itu lupa, dan cuai pada jati dirinya, maka yang terjadi adalah "bencana kebudayaan". Jika bencana itu benar-benar terjadi, generasi akan datang bak ”mayat hidup” yang berjalan di muka bumi ini. Paling tidak, hipotesa bernada menakutkan itu --bisa terjadi-- jika tidak ada seorang pun yang peduli dan membiarkan semua warisan leluhur dibenamkan modernitas yang berlari kencang.
Namun setiap generasi, memiliki orang-orang pilihan yang tanpa pamrih terus berbuat dan berkarya. Bukan hanya bagi dirinya, keluarganya, puaknya, kaumnya, bahkan bangsanya, melainkan untuk kemanusiaan dan kehidupan itu sendiri. Orang-orang pilihan itulah yang tak pernah henti, "Membujuk-bujuk Kebudayaan" yang mereka yakini sebagai jati dirinya yang sejati.
"Para pembujuk, pejuang, dan mata air kebudayaan inilah yang tiada henti memberi sumbangan kepada kita semua. Merekalah yang terus memompa nafas kebudayaan Melayu hingga dapat dikenali hingga hari ini," ungkap Kepala Dinas Kebudayaan Riau Yoserizal Zen pada helat Pengukuhan Duta Budaya Melayu Riau, 5 Mei lalu di Bandar Seri Melayu, kompleks Taman Budaya Riau.
Orang-orang pilihan itu bisa berstatus apa saja. Tak ada satu dalil pun yang bisa meyakinkan, bahwa mereka adalah budayawan, sejarawan, atau seniman. Mereka dari kalangan pemangku adat, pemuka agama, atau anak jati kebudayaan. Walaupun, orang-orang berstatus itulah yang paling bertanggung jawab dan harus bertungkus lumus mengangkat "batang terendam" tersebut.
Orang-orang pilihan itu adalah insan yang terpanggil hati dan jiwanya. Merasa peduli dan ”berdosa” jika tradisi nenek moyang dibiarkan hanyut ke muara ketidakpastian. Mereka adalah orang-orang yang tertarik untuk menggali, mengoleksi, merekam, dan mencatat sumber-sumber sejarah, tradisi kemasyarakatan, mitos-mitos, legenda, hikayat, permainan rakyat, dan apa saja yang pernah dicipta dan lahir di tanah ini.
"Saya memang terpanggil untuk melestarikan kekayaan tradisi dan kesenian di kampung saya. Sejak kanak-kanak, datuk dan ayah saya juga mengajarkan untuk tidak abai pada peninggalan masa lalu yang syarat nilai, makna, serta filosofi hidup," ulas pelaku seni peran Mamanda, dan pemangkah gasing asal Indragiri Hilir, Ramli kepada Riau Pos, saat mempraktikkan cara memangkah gasing di arena gasing Dinas Kebudayaan Riau.
Menjawab Pertanyaan
Rata-rata, yang mendapat pengakuan sebagai duta budaya itu telah berusia dewasa, lelaki maupun perempuan. Mereka juga dikenal di daerahnya, kabupaten maupun kotanya sebagai orang yang intens memelihara dan melestarikan tradisi. Sebut saja, Muhammad Hasni yang juga pelaku Madihin asal Indragiri Hilir, Tengku Alfenfair pelestari tari Zapin Pecah 12 dan H Herman Masykar penggali sastra lisan asal Pelalawan.