PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Aula M Yazit bin Tomel di Museum Sang Nila Utama, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru masih terlihat lengang, Ahad (10/12) pagi. Aula ini menjadi tempat berlangsungnya pameran uang tempo dulu yang berlangsung sejak 5-14 Desember 2023 mendatang.
Seorang laki-laki sedang berjaga di meja depan pintu masuk museum. Setiap pengunjung yang ingin masuk melihat uang kuno yang dipamerkan, meski melapor dulu dengannya. Mengisi buku daftar pengunjung. Setelah itu baru dipersilahkan masuk ke dalam aula.
”Silakan masuk, tak perlulah isi buku, langsung saja masuk dulu lihat-lihat koleksinya (uang kuno). Saya mau panggil orang yang menjaga pameran. Kalau saya bukan yang jaga, saya petugas keamanan museum,” ujar lelaki itu ramah.
Sesaat kemudian, setelah berbincang sebentar, Riau Pos melangkahkan kaki untuk memasuki aula. Ruangan yang menjadi area pameran uang kuno ini mempuyai ruangan yang cukup lapang dan bersih.
Ruangan tersebut juga terasa cukup sejuk. Pendingin ruangan ada di beberapa sudut dinding aula yang menyemburkan udara dingin yang membuat nyaman setiap para pengunjungnya. Uang koin dan uang kertas tempo dulu yang dipamerkan disusun di dalam kotak kaca. Ada puluhan kotak. Mata uang Republik Indonesia Serikat (RIS), jadi salah satu daya tariknya. Uang kuno ini dicetak sekitaran tahun 1950. Uang ini yang paling singkat masa berlakunya hanya sekitar setahun masa beredarnya sebelum ditarik kembali.
Mata uang yang paling singkat beredarnya masa itu, inilah yang dinilai punya nilai paling tinggi historisnya. Adapun mata uang RIS di dalam kotak kaca tersebut, ada dua lembar. Uang lembar yang pertama dengan nilai 5 rupiah dengan tanda Mr Sjafruddin Prawiranegara. Percetakan: Thomas De La Rue & Co Ltd. Pengaman: cetak ukir. Dengan gambar atau muka Presiden Soekarno dan belakang pemandangan alam. Uang lembar kedua, nilainya 10 rupiah, dengan tanda tangan Mr Sjafruddin Prawiranegara, Percetakan: Thomas De La Rue & Co Ltd. cetak ukir. Dengan gambar atau muka Presiden Soekarno dan belakang pemandangan alam.
”Jadi yang membuat nilai uang kuno dinilai mahal oleh kolektor yaitu durasinya beredarnya. Semakin sebentar maka semakin bernilai tinggi dia. Seperti mata uang RIS tersebut, beredarnya cuma setahun,” ujar Edukator Museum Sang Nila Utama, Asadi Faizin yang ditemui Riau Pos.
Peredaran mata uang RIS tersebut memang dinilai sangat singkat sekali. Di mana penyebabnya lantaran masa itu masih Hindia Belanda RIS, jadi kemudian Indonesia merdeka dan Presiden Soekarno menginginkan mata uang Indonesia itu menggunakan mata uangnya sendiri. ”Jadi mata uang itu langsung ditarik, itulah yang mengakibatkan dari seri RIS ini, lebih mahal dihargai oleh kolektor,” terangnya. Asadi pernah punya pengalaman saat membuka pameran di kabupaten/kota di Riau. Di mana ada seorang kolektor yang tertarik dengan salah satu seri uang kuno yang dipajang. Bahkan si kolektor tersebut sempat menawar hingga jutaan untuk uang kuno tersebut.
Uang kuno yang dipajang pada pameran di Museum Sang Nila sekarang ini beragam. Adapun uang kuno lembaran kertas dengan berbagai ukiran gambar alam dan pejuang Indonesia serta Presiden Soekarno. Ada juga yang mata uang kuno dalam bentuk koin yang berwarna sudah kusam. Tetapi masih terlihat jelas ukiran gambarnya. Begitupun ukiran gambar di uang kertasnya, ada yang sudah lusu namun juga banyak uang kuno itu yang kondisinya sangat bagus dan ukiran gambarnya masih terlihat jelas.
”Uang kuno yang kami pamerkan sekarang ini beragam seri dan tahun cetaknya ya. Kalau dinilai dengan kolektor cukup pantastis ya. Tetapi inikan sebenarnya tak ternilai dengan material, ini merupakan sebagian sejarah bangsa Indonesia,” tuturnya.
Di antara uang kuno yang dipamerkan lainnya tersebut, ada uang kuno yang dicetak hanya berlaku untuk satu daerah saja. Yakni mata Oeang Republik Indonesia Daerah (Orida) cetakan antara 1947-1950. Nilai mata uang tersebut sebesar 10 rupiah dan lima rupiah.
Uang kertas yang berumur puluhan tahun itu, kondisinya masih terlihat bagus. Gambar ukirannya juga masih jelas dengan warna tidak mencolok. ”Jadi saat itu ada kebijakan tertentu, Bank Indonesia mencetak uang Orida ini. Mata uangnya hanya berlaku untuk di satu daerah saja,” terangnya. Mata uang kuno yang dipajang tersebut, dikumpulkan dari waktu ke waktu. Ada yang berasal dari para kolektor dan ada juga yang koleksi pribadi masyarakat Riau.
Sejak dibuka pameran antusias pengungjung sangat luar biasa. Seharinya saja pengunjung bisa mencapai ratusan. ”Banyak yang datang dan juga ada juga yang diundang, rata-rata anak-anak sekolah yang datang untuk melihat pameran uang kuno. Hari ini (kemarin, red) memang sedikit sepi, karena anak-anak sekolah akan menghadapi ujian,” tutupnya.***
Laporan JOKO SUSILO, PEKANBARU