Di antara musik, gerak dan ketajaman jiwa, suara itu bergetar. Keras, melengking hingga hilang bersama tubuh yang luruh dan kemudian jatuh. Tapi itulah perlawanan, Poang dari rakyat Sakai untuk mendapatkan haknya kembali, diwujudkan dalam karya kolaborasi.
(RIAUPOS.CO) - PANGGUNG sederhana di Gedung Olah Seni (GOS) Taman Budaya Riau, siang itu, Kamis (9/6/2022) tumpah-ruah. Ratusan peserta workshop memenuhi ruangan tersebut untuk menyaksikan karya kolaborasi yang berjudul Poang. Pertunjukan makin asyik, ratusan mulut tidak ada yang bersuara. Ratusan pasang mata hanya tertuju pada panggung utama. Ratusan kamera pula merekam seluruh peristiwa panggung dengan penuh suka cita.
Pertunjukan Poang, adalah karya kolaborasi peserta Workshop Seni yang ditaja Dinas Kebudayaan Riau melalui UPT Taman Budaya Riau, 7-9 Juni lalu. Mereka berasal dari seluruh kabuaten/kota di Riau, selain Kabupaten Kepulauan Meranti. Poang semakin panas dan memukau ketika sebuah puisi dipancang di tengah panggung dengan suara lantang pemiliknya. Puisi itu berjudul Tari Poang Kami Mulakan karya Dang Mawar.
Hutan hilang tanah berpijak entah punya siapa
Pipa pipa minyak membelit jiwa jiwa kehidupan
Kami anak anak sakai memandang gedung dan lampu berpijar
Berbalut kulit kayu, luka di sekujur tubuh
Yang kau goreskan dalam setiap hitungan detik
Anak sakai dirayu mimpi yang hancur oleh dusta
Heeee yaaaaa oooo yaaai yaaaaa oooo
Balang bersuara
Gema di setiap sudut kota
Tari poang kami mulakan
Biar luka
Biar duka
Tak bernanah
Biar hati tak menjadi hampa
Biar jiwa temukan cahaya
Usir segala roh jahat
Bersemayam di tubuh manusia
Kami anak anak sakai tak mampu lagi menangis
Amarah memuncak
Amuk melanda
Terimalah kami
Bersama kujo dan tombak terhunus
Tari Poang kami mulakan!!
Heeew yaaaaaa ooooo
Bait demi bait puisi dibaca dengan garang. Teriak suara Dang Mawar di akhir puisi membuat panggung semakin sakral setelah sebelumnya diawali dengan mantra dan gerak-gerak serupa semah. Ditambah musik yang begitu mengharu biru, tarian yang berpadu padan antara satu penari dengan penari lainnya. Padat. Pertunjukan yang di dalamnya tidak ada celah bagi penonton untuk menoleh atau berbicara. Sampai habis, sampai berakhir.
Poang hanya salah satu karya yang bisa ditonton pada hari itu. Pertunjukan lainnya seperti tari, musik dan teater dapat disaksikan secara bebas di hari yang sama di panggung dan sudut-sudut Taman Budaya. Semuanya merupakan hasil workshop selama tiga hari itu. Meski dalam waktu singkat, garapan demi garapan yang disaksikan tidaklah mengecewakan.
Workshop selama tiga hari ini menghadirkan narasumber sesuai bidangnya masing-masing. Bidang tari menghadirkan nara sumber SPN. Iwan Irawan , Dasrikal dan Wan Harun Ismail dengan asisten Claudio Chantona, Duni Sriwani dan Syafmanefi Alamanda. Di bidang teater menghadirkan narasumber Hang Kafrawi, Jefrizal dan Fedli Aziz. Sedangkan asisten narasumber teater yakni, Kunni Masrohanti, Deni Afriadi dan Aziz Fikri. Sementara di bidang musik menghadirkan narasumber SPN Zuarman Ahmad, Zalfandri Zainal dan Anggara Satria dengan asisten nara sumber Afdal, Yudi Yongke, dan Hardi Wahyudi.
Workshop seni tahun ini mengusung tema “Meriau-Riau”. Sebelum workshop dimulai, seluruh narasumber dan asisten mengadakan rapat bersama di kantor UPT Taman Budaya Riau bersama seluruh panitia untuk menentukan materi hingga hasil akhir yang bisa didapatkan yakni berupa pertunjukan. Rapat itu sempat berlangsung alot. Masing-masing nara sumber mengeluarkan ide agar cara yang digunakan bisa maksimal dan efektif.
Selain mencari konsep dan metode yang tepat untuk pelatihan selama tiga hari itu, para nara sumber juga sudah merencakan untuk membagi tida kelompok di satu bidang dengan satu kelompok diasuh oleh tiga nara sumber dan tiga asisten narasumber. Dengan kesepakatan ini, maka proses workshop langsung bisa dilaksanakan.
Di bidang teater, materi yang disampaikan cukup banyak. Mulai dari teori dasar teater, keaktoran, penulisan naskah hingga penyutradaraan. Dari materi inilah yang kemudian menjadi modal dasar bagi peserta untuk membuat garapan baru dan dipresentasikan di depan narasumber dengan disaksikan oleh peserta lainnya.
‘’Yang menggembirakan dari workshop ini adalah semangat peserta yang luar biasa. Dari awal sampai akhir, semua bersemangat. Mengikuti dengan seksama hingga mempraktekkan teori yang sudah diberikan dengan baik. Bukan penampilan seadanya, tapi diusahakan agar benar-benar sempurna. Mulai dari kostum, artistik panggung, musik hingga tiketting. Ada yang memakai tiket. Semoga workshop ini membuat dunia kesenian di Riau semakin bersemangat dan bergairah,’’ ungkap nara sumber teater, Hang Kafrawi.
Kepala Dinas Kebudayaan Riau, Yoserizal Zein menyebutkan, workshop ini merupakan salah satu implementasi misi keempat Gubernur Riau dan wakilnya, yakni menjadikan kebudayaan Melayu sebagai payung negeri , yang artinya, pelindung dari panas dan hujan. Tahun 2020 UNESCO sudah mentasbihkan bahwa kebudayaan sebagai kemudi pembangunan. Apa pun pembangunan yang dilakukan, berazaskan kebudayaan.
‘’Workshop ini sebagai upaya melakukan pembinaan di bidang seni dan seniman. Setelah itu ada evaluasi berikutnya. Nanti ada Festival Taman Budaya. Tiga cabang seni ini akan dilombakan,’’ kata Yoserizal.
Apa yang dilakukan melalui workshop ini juga untuk mengimplementasikan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan. Dalam undang-undang itu ada sepuluh objek, salah staunya seni termasuk pembinaan seperti workshop itu. Pembinaan ini ini sebagai upaya menjaga dan memelihara Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang sudah ditetapkan UNESCO. Jika tidak, bida dicabut karena dianggap cuai. Pembinaan yang sudah dilakukan selain workshop yakni memberikan penghargaan.
‘’Kabupaten/kota harusnya melakukan pembinaan juga. Ada penganggaran di sana. Kita diharuskan melaksanakan Pekan Budaya Daerah yang nanti lanjutkan dengan Pekan Budaya Nasional. Tiga kali PKN, Riau terus menempati rangking tertinggi. Kabupaten/kota juga diharapkan menyusun pokok-pokok kebudayaan daerah. Berdasarkan ini pemerintah pusat memberikan bantuan. Kalau pemerintah kabupaten/kota tidak menyusun, berarti dianggap tidak perlu bantuan bisa membiayai dirinya sendiri. Tahun lalu masih ada tiga kabupaten, tahun ini tinggal satu,’’ katanya.
Workshop tahun-tahun sebelumnya selalu melibatkan instruktur dari luar Riau. Dengan segala pertimbangan, dua tahun belakangan tidak lagi. Tapi memberdayaan potensi SDM atau instruktur yang ada di Riau.
‘’Dua tahun terakhir wokshop kita memberdayakan instruktur lokal yang menurut saya juga berkompeten di bidangnya masing-masing. Kami atas nama pemerintah mengucapkan terima kasih kepada narasumber yang sudah menuangkan ilmunya. Dan terimakasih untuk peserta yang sudah mengikuti kegiatan ini,’’ tutup Yoserizal.***
Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru