Setelah itu, Djoko memang banyak menghabiskan waktu menjadi kontributor Jawa Pos di Amerika Serikat dan Inggris. Menurut Dahlan keahlian berbahasa Djoko menjadi nilai tambah, mengapa dia ditempatkan di sana. “Bung Djoko itu hapal sekali jenis-jenis senjata, hapal jenis-jenis kapal perang, hampir semua di bidang itu dia kuasai,” kata Dahlan.
Dahlan mengaku tahu jika Djoko selama ini sudah terkena sakit gula darah. Saat bertemu setelah sekian lama, Dahlan mengetahui hal itu setelah melihat fisik dari Djoko. Namun, Dahlan juga kagum dengan sikap Djoko setelah mengetahui sakit yang dideritanya. “Bung Djoko itu luar biasa konsistennya, menjaga diri,” kata Dahlan.
Sementara Pratikno juga memiliki kenangan tersendiri atas sosok almarhum. Dia menyatakan, Djoko adalah seniornya persis satu tingkat saat kuliah di Universitas Gajah Mada. “Mas Djoko waktu pertama masuk, naik ke meja melakukan orasi, sesuatu yang menginspirasi kami,” kata Pratikno.
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional Tjatur Sapto Edy memuji Djoko sebagai panutan di berbagai tempat. Di internal PAN, Djoko adalah salah satu pendiri partai yang memiliki berbagai gagasan. Di internal fraksi, Djoko memberi panutan bagaimana menjadi anggota DPR yang benar. “Bahkan saat sudah tidak di DPR sekalipun, Mas Djoko tetap kritis memberi masukan kepada DPR,” ujarnya.
Gatot juga merasa kehilangan sosok Djoko, tidak hanya karena akhir-akhir ini intens bertemu sebagai tim transisi PSSI. Sejak kuliah, Gatot sudah akrab dengan Djoko. Namun, nasihat yang diberikan Gatot di tim transisi adalah salah satu hal yang tak kalah penting. “Pak Djoko bilang, kalau urusan sepakbola jangan setengah-setengah. Jangan takut meskipun digugat,” ujarnya.
Jenazah Djoko rencananya akan dimakamkan hari ini di kota kelahirannya di Banaran, Boyolali. Jenazah bertolak dari rumah duka sekitar pukul 21.30 WIB, menuju Boyolali dengan menggunakan jalur darat.(bay/jpg)