Meski baru pertama kali digelar, Jagat Teater Riau 2022 diharapkan bisa menjadi mementum dalam membangun gairah baru dunia terater Riau setelah mati suri akibat pandemi.
RIAUPOS.CO - PANDEMI corona (Covid-19) menjadi bencana bagi umat manusia di seluruh penjuru dunia. Banyak kegiatan yang dihentikan dan hanya bisa dilakukan dari rumah. Para pekerja paruh waktu yang mengandalkan kehidupannya di luar rumah, harus kehilangan pekerjaannya. Kerumunan dilarang karena berpotensi menjadi penyebar virus. Model baru cara berkehidupan dibuat dengan prosedur kesehatan (prokes) yang ketat. Dunia dipenuhi cerita horor dan seram tentang kematian.
Dunia seni, termasuk seni pertunjukan, ikut menerima imbas. Semua pertunjukan panggung yang melibatkan manusia untuk berkerumun, dilarang. Dunia seni mati suri. Banyak pekerja seni akhirnya seperti “mati kelaparan”. Mereka tak tahu lagi harus ke mana dan bagaimana caranya untuk mengepulkan dapurnya. Kreativitas menjadi terbungkam oleh pandemi dan tak ada jalan untuk mencari solusinya.
Ketika pandemi kemudian mereda, kehidupan berangsur menuju normal. Hampir semua yang dibekukan semasa pandemi kini dibuka kembali. Semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan kini diperbolehkan kembali. Gairah hidup juga muncul kembali. Di semua sektor. Di semua kalangan. Juga di sektor seni. Termasuk seni pertunjukan, khususnya teater.
Maka, Festival Jagat Teater Riau 2022 yang diselenggarakan oleh Bidang Ekonomi Kreatif (Ekraf) Dinas Pariwisata (Dispar) Riau, menjadi salah satu kegiatan yang menggembirakan bagi kalangan seniman teater di Riau. Meski terbatas hanya menampilkan lima kelompok teater, tetapi hal ini memberi tanda bahwa kehidupan teater di Riau sudah mulai hidup lagi. Memang, sebelumnya ada juga pertunjukan yang ditaja oleh beberapa kelompok teater, namun Jagat Teater Riau 2022 dianggap menjadi titik balik kehidupan teater di daerah ini setelah pandemi berakhir.
***
KETUA Tim Kurator Jagat Teater Riau 2022, SPN Marhalim Zaini, menjelaskan, teater modern di Riau dalam perkembangannya telah memperlihatkan berbagai lanskap kerja dunia artistik yang kemudian menawarkan ragam tawaran estetik. Apa yang dapat diamati setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir --minus dua tahunan masa pandemi-- teater modern Riau menegaskan dirinya bahwa teater modern memang tidak lahir dari ruang kosong. Ia lahir dari rahim teater tradisional yang telah mengalami berbagai distorsi sosial dan sejarah, yang juga tidak terlepas dari tradisi dan budaya yang melingkupinya, termasuk oleh dinamika dunia modern dan global.
Namun demikian, katanya, tidak pula harus dibayangkan, bahwa kemudian teater modern Riau menjadi stagnan, tidak dapat bergerak lebih jauh, melompat, melampaui, liar dan bebas dalam proses menggali dan menemukan estetika baru dalam karya pertunjukan mereka. Sebab dalam perkembangannya, pengaruh teater modern Indonesia, yang memungkinkan terbukanya ruang-ruang eksplorasi, cukup menjadi pemantik bagi lahirnya gagasan-gagasan baru dalam pertumbuhan teater modern Riau.
“Artinya, keragaman tawaran estetik harus dilihat sebagai nyawa pergerakan kreatif para pekerja teater, yang biasanya juga menyatu dalam kerja dan geliat kelompok mereka masing-masing,” kata Marhalim kepada Riau Pos yang menemuinya di Studio Suku Seni, Ahad (2/10/2022) lalu.
Menurut lelaki yang juga novelis, cerpenis, dan penyair ini, tidak mudah mengukur capaian-capaian estetik, karena itu bukanlah kerja yang mudah di tengah berbagai problematika teater modern Riau, semisal tidak adanya pembacaan yang tertulis yang secara intensif meriset, menelaah, membandingkan, lalu mengujinya terus-menerus sehingga tidak dapat dengan mudah dilacak proses perkembannya. Selain itu tidak adanya kerja pengarsipan dan dokumentasi yang baik tentang berbagai karya pertunjukan yang telah disuguhkan, baik oleh lembaga pemerintah maupun non-pemerintah, bahkan oleh kelompok teaternya sendiri. Belum lagi soal produktivitas kelompok teater modern Riau yang naik-turun, bersifat sangat situasional, bahkan insidental. Setakat ini, menurutnya, belum terlihat ada yang bersungguh-sungguh melakukan upaya pencarian dan penggalian yang terus-menerus, secara berkesinambungan, dengan target-target konsepsional yang teruji dan terukur.
Salah satu adegan dalam pertunjukan teater berjudul Dimensia, Mendaur Rumah Ingatan oleh Suku Seni di Gedung Teater Idrus Tintin Pekanbaru, Sabtu (24/9/2022) lalu.(SUKU SENI UNTUK RIAU POS)
Namun, katanya lagi, bukan berarti kemudian berhenti mencari kemungkinan-kemungkinan dan strategi untuk mulai melakukan pembacaan dan menjawab problematika di atas. Salah satu upaya itu misalnya melalui sebuah parade pertunjukan teater, menggelar sebuah festival, sebuah ruang yang memfasilitasi keberagaman estetika itu hadir dan tumbuh. Meskipun tidak pula hanya dapat berharap pada semata satu atau dua kali festival, lalu tersendat, berhenti bertahun-tahun.
Demikian pula pementasan atau Festival Jagat Teater Riau ini, adalah sebuah ruang festival pembacaan yang semestinya akan terus berlangsung, dari tahun ke tahun, dengan kelompok-kelompok teater yang silih berganti, yang di tahun pertama (2022) ini pilihan kurator jatuh pada lima kelompok teater modern di Riau, yakni Suku Seni Riau, Teater Selembayung, Mini Teater, Teater Batra, dan Rumah Budaya Tengku Mahkota.
Landasan kurator memilih lima kelompok tersebut, jelas penulis naskah dan sutradara teater ini, didasari pada beberapa pertimbangan. Di antaranya, adalah terkait model pertunjukan yang disepakati dan ditentukan oleh tim kurator, yakni karya pertunjukan yang inovatif, bahkan eksperimentatif. Tentu, tafsir dan pengolahan bentuk dari model pertunjukan semacam itu, tetap diberi kebebasan seluas-luasnya kepada sutradara masing-masing. Pemilihan model pertunjukan ini bertujuan untuk membuka seluas-luasnya pula ruang eksplorasi gagasan, dan memberi kemungkinan yang paling muskil dari sebuah pertunjukan teater, sehingga diharapkan dapat melihat sejauhmana tawaran estetik dari pertunjukan tersebut.
“Model pertunjukan ini, secara tematik dapat diangkat dari basis tradisi, atau dari fenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Riau hari ini. Secara bentuk dapat pula digali dari model pertunjukan teater tradisi atau teater klasik semisal teater Bangsawan, atau salah satu model pertunjukan teater modern semisal teater realis,” jelas penulis buku kumpulan puisi Jangan Kutuk Aku Jadi Melayu ini.
Dengan ketentuan model pertunjukan tersebut, tim kurator bersepakat untuk secara spesifik menunjuk para sutradara yang dianggap memiliki portofolio kreatif di dunia teater yang cukup baik, cukup konsisten dalam berkarya, dan melahirkan karya-karya pertunjukan yang cukup menjanjikan dalam hal inovasi dan eksperimentasi. Hal ini penting, karena secara konsepsional, sutradara memiliki peran kunci dalam merumuskan gagasan dan mengeksekusinya di atas panggung. Maka para sutradara yang ditunjuk harus menyampaikan gagasan dan konsepnya terkait pertunjukan, lalu dikurasi, didiskusikan kembali dengan para sutradara. Tentu saja, di luar lima sutradara dari lima kelompok teater terpilih, masih cukup banyak sutradara teater di Riau, yang mungkin dapat dinominasikan sebagai penyaji di tahun-tahun mendatang, dengan konsep kuratorial dan model pertunjukan yang berbeda pula sesuai target yang hendak dicapai.
Dalam kegiatan ini, tim kurator juga mengusulkan adanya lomba menulis esai pertunjukan teater yang dipentaskan dalam helat ini, serta workshop teater untuk pelajar. Dua helat ini, jelas Marhalim, sangat penting terkait penumbuhan apreasiasi serta proses regenerasi. Esai teater merupakan bagian dari kerja kritik teater yang memang semestinya berjalan seiring dengan pergerakan karya seninya. Selama ini, penulisan kritik teater terabaikan, yang menurut hemat kurator, disebabkan salah satunya oleh lemahnya upaya pembinaan.
“Untuk bisa menggelar helat ini, kami para kurator dan pekerja teater bekerja keras dan berjuang agar Jagat Teater Riau bisa menjadi agenda tahunan di masa datang. Kesuksesan helat pertama ini menjadi titik awal kerja yang menjelaskan bahwa potensi teater sebagai ruang ekonomi kreatif sangat besar,” ungkap lelaki yang sukses mementaskan Opera Tun Teja ini.
***