KENDURI PUISI

Menembus Ruang dan Tuan

Seni Budaya | Minggu, 10 Januari 2016 - 00:22 WIB

Menembus Ruang dan Tuan

 ‘’Gema puisi di Danau PLTA ini mengawali meriahnya kesusasteraan tahun ini. Apresiasi setinggi-tingginya untuk Rumah Sunting selaku pelaksana. Ini benar-benar kerja dengan hati sebab bukan hanya datang ke sini membaca puisi, tapi masak bersama, makan bersama dan membaca puisi bersama masyarakat kampung, perlu koordinasi dan silaturrahmi yang kuat. Membawa puisi ke daerah-dearah seperti ini harus terus dilaksanakan dan puncakkan meriahnya pada perayaa Hari Puisi nanti,’’ ujar Husnu sebelum membacakan puisi berjudul Desaku.

Rumah Sunting memang membuka kesempatan kepada siapa saja untuk mengikuti Kenduri Puisi itu. Tidak hanya untuk komunitas-komunitas sastra, pencinta puisi atau komunitas lain, tapi juga untuk masyarakat umum. Tak heran jika malam itu juga banyak komunitas yang hadir. Antara lain, Komunitas Bahtera Kata (Pekanbaru), Forum Lingkar Pena (Pekanbaru), Community Pena Terbang (Pekanbaru), Rumah Kayu (Pekanbaru), Bengkel Seni (Lipatkain), Gerakan Muda Sungai Tohor Pekanbaru (Gemast) Kepulauan Meranti, Meta Teater (Pekanbaru), Komunitas Batang Air (Kampar Kiri), Rumah Teduh (Padang) dan Pokdarwis Tepian Mahligai Indah (Kampar).

Baca Juga :HPI Ke-10 Dilaksanakan di 10 Kabupaten/Kota di Riau, Dimulai dari Bengkalis

Bersama peserta dari berbagai komunitas dan masyarakat tempatan ini, Husnu Abadi juga berbagi cerita saat bincang puisi sebelum puncak Kenduri Puisi dengan mengekspresikan puisi secara bergantian. Husnu menampung banyak pertanyaan dan alasan. Lalu ia memberikan jawaban dan solusi atas kegelisahan-kegelisahan para penulis muda tersebut. Dua buah buku yang telah dipersiapkannya dari Pekanbaru, turut dibagikan kepada Rumah Sunting melalui pendiri sekaligus pembina Rumah Sunting, Kunni Masrohanti.

Lain Husnu, lain Aris Abeba. Penyair fenomenal dengan gaya necisnya itu, lebih banyak memberi nasehat, tapi dengan cara menghibur. Suara tawa kerap kali pecah ketika Aris berbicara. Tidak hanya caranya yang lucu, tapi juga isi puisinya. ‘’Hancur negara karena bom. Hancur usaha karena bon. Hancur wanita karena bon-bon,’’ kata Aris disambut tawa dan tepuk tangan.

 ‘’Menjadi penyair harus serius. Kalian yang muda-muda jangan takut salah saing. Mau menulis, nulis saja. Soal bagus atau tidak, itu nanti. Menjadi penyair harus rapi, necis, bergaya, penuh semangat. Contoh saya ini,’’ lanjut Aris sambil memegang baret merah yang dipakainya. Celana hitam, jaket kulit cokelat, menguatkan apa yang dikatakannya itu. Ia juga membaca puisi di atas panggung terapung selain saat bincang puisi.

Dikatakan Aris, Kenduri Puisi yang dilaksanakan Rumah Sunting di Tepian Mahligai Indah merupakan jalan penghubung yang menyatukan rasa dalam jiwa  tanpa mengenal ruang dan tuan. ‘’Rumah Sunting telah memberi ruang kepada kita untuk berbagi rahasia antara kita. Menghubungkan apa yang tersembunyi di dalam air, di atas tanah, di bawah langit, di tengah hutan dan bukit dengan nurani kita. Banyak kisah yang tidak kita tahu dan terungkap melalui puisi. Seperti kisah yang terendam di bawah danau ini. Yang jelas, karena Rumah Sunting kita membaca puisi bersama masyarakat di sini,’’ kata Aris lagi.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook