KEMBAYAT

Anjing-Anjing Yang Menyerbu Dalam Mimpi

Seni Budaya | Minggu, 27 Mei 2018 - 11:54 WIB

Anjing-Anjing Yang Menyerbu Dalam Mimpi

“Tapi Kiai,”

“Sudahlah. Berdoa kepada Tuhan. Saya juga akan membantu mendoakan keselamatanmu dan keluarga.”

Baca Juga :Ketua DPD PKS Resmikan Poko Rumah Amin di Bengkalis

Dia hanya diam. Menatap meminta kepastian kepada Kiai Sa’duddin. Kiai sepuh dengan karisatik yang tinggi itu kembali tersenyum  dan meninggalkannya sendiri di beranda. Kiai itu masuk ke dalam bilik yang terletak di samping beranda rumahnya. Pintunya dibuat terhubung ke beranda sehingga  dalam hitungan detik dia sudah menghilang di balik tirai yang menjuntai lemah.

Bilik itu tidak besar. Mungkin hanya cukup untuk satu orang dengan posisi tidur berselonjor. Sejak selesai dibuat, tidak seorang pun yang boleh memasuki ruangan itu. Tidak juga istri beliau. Dia menamai kamar itu dengan uzlah. Kamar yang hanya ditempati pada saat-saat tertentu dan tidak seorang pun boleh mengganggu. Di sana dia benar-benar uzlah hingga waktu yang diinginkannya.

*****

Sudah hampir sempurna. Tiga perempat dari batas-batas pekarangannya sudah tertaburi garam. Taburan itu membentuk garis putih melintang dan meliuk sesuai bentuk pekarangannya yang juga dipagari oleh beberapa pohon mangga dan jambu. Dia tersenyum puas sambil berharap malam-malam berikutnya anjing-anjing itu tidak lagi datang menyerang.

Meski tidak sekali pun anjing-anjing itu berhasil menyentuhnya, namun dia masih belum merasa lega sebelum mereka benar-benar berhenti menerornya. Dia ingin tidurnya nyenyak karena sudah sehari penuh harus bekerja. Tidak ada waktu untuk tidur siang meski sejenak. Ada saja yang harus dikerjakannya, meski hanya sekadar bersenda gurau dengan rekan-rekan sekantornya.

Maka, setelah beberapa waktu harus menunggu azimat yang dijanjikan, dia segera melaksanakan nasihat yang diberikan. Azimat itu dibuat khusus oleh Kiai Sa’duddin. Proses pembuatannya membutuhkan waktu agak lama. Hampir sehari penuh dia menunggu.

“Garam ini akan melindungi pekaraganmu dari serangan makhluk jahat apa pun itu. Taburlah segera.”

Dengan mata berbinar dia terus menaburkan garam itu. Dia harus menyelesaikannya sebelum matahari tenggelam dan adzan magrib berkumandang. Diingatnya kembali wajah anjing-anjing itu. Matanya merah menyala, ekornya bergerak-gerak seperti menciptakan lingkaran, lidahnya menjulur dengan liur berlendir. Dan tubuhnya yang penuh dengan kutu bergetar.

Kutu itu begitu jelas merayap menyusuri setiap inci dari tubuh anjing-anjing itu. Sesekali kutu-kutu juga ikut menatapnya garang, dengan antena digerak-gerakkan. Kutu-kutu itu tidak biasa, ia tumbuh begitu besar. Bertaring dan berlendir hingga bulu anjing-anjing itu basah dan menampakkan kulitnya yang penuh borok. Sepertinya mereka hendak melompat dan menggerayangi tubuhnya hingga benar-benar tidak berdaya. Untungnya mereka tidak punya sayap hingga hanya bisa menunggu dengan pasrah, dengan mata membara, anjing-anjing itu berhasil mengejar dan menggigitnya.

 *****

Malam ini, dia menatap kilatan butiran garam yang melingkar dan meliuk seperti ular raksasa. Ia begitu kilau tertimpa cahaya bulan yang masih mengintip malu-malu di antara celah dedahan pohon mangga dan jambu pembatas pekarangannya. Senyumnya terukir jelas di kedua bibirnya yang tipis. Wajahnya mulai bercahaya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook