BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Setelah diputuskan melalui sidang paripurna DPRD Bengkalis dan dilanjutkan oleh Sekwan menyurati Bupati Bengkalis, kemudian melalui Sekda mengirim surat ke Gubernur Riau (Gubri) terkait pergantian pimpinan DPRD Bengkalis, sudah sampai ke tangan Gubri Syamsuar.
Surat yang ditujukan ke Gubri dengan No.100.1.4.2/Tapem-Sekda/Bks, tentang usulan pemberhentian Pimpinan DPRD Bengkalis Khairul Umam (Ketua DPRD) dan Syahrial (Wakil Ketua I DPRD), yang ditandatangi dan cap basah oleh Sekda Bengkalis dr Ersan Saputra TH atas nama Bupati Bengkalis.
Gubernur Riau H Syamsuar dalam surat balasanya mempertegas, jika surat usulan dari Bupati Bengkalis itu cacat prosedur. Dalam surat No.120/PEM-OTDA/13767, perihal usulan pemberhentian pimpinan DPRD Bengkalis, yang ditujukan kepada Bupati Bengkalis, tentang usulan yang dilayangkan tidak dapat ditindaklanjuti.
Menurut Gubri, berkenaan surat Bupati Bengkalis terdapat 2 poin penting menjadi dasar dan alasan. Pertama, huruf a menyebutkan, bahwa terhadap berkas usulan pemberhentian pimpinan DPRD Bengkalis terkait mekanisme penjatuhan sanksi DPRD Bengkalis, belum mengatur secara terperinci dan jelas sesuai ketentuan Pasal 83 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018, tentang pedoman penyusunan tata tertib DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, yang menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan masyarakat, penjatuhan sanksi, dan tata beracara badan kehormatan diatur dalam peraturan DPRD tentang tata beracara badan kehormatan (BK).
Kemudian di huruf (b) menjelaskan, bahwa pengusulan pemberhentian pimpinan DPRD Bengkalis sebagaimana berkas yang diterima belum memenuhi keseluruhan tahapan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 60 ayat (1) PP Nomor 12 Tahun 2018, yaitu dalam hal teradu terbukti melakukan pelanggaran atas sumpah/janji dan kode etik.
Badan kehormatan menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, mengusulkan pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD), mengusulkan pemberhentian sementara sebagai anggota DPRD dan/atau mengusulkan pemberhentian sebagai anggota DPRD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di huruf (c), Gubernur Riau Syamsuar menjelaskan, berdasarkan absensi dalam rapat paripurna pemberhentian tersebut masih terdapat kehadiran 4 anggota DPRD Bengkalis yang telah resmi diberhentikan oleh Gubernur Riau, melalui Surat Keputusan (SK), masing-masingnya nomor : 7134/IX/2023, SK Nomor : 7135/IX/2023, SK Nomor : 7136/IX/2023 dan SK Nomor : 7137/IX/2023, tertanggal 18 September 2023.
Gubri Syamsuar juga menerangkan, dalam surat resminya, berdasarkan Pasal 105 ayat (2) PP Nomor 12 Tahun 2018 menyebutkan, bahwa peresmian pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota mulai berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat atau menteri, kecuali untuk peresmian pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) huruf c mulai berlaku terhitung sejak tanggal putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sehingga rapat paripurna tersebut, dinilai cacat secara hukum, karena keempat anggota DPRD Bengkalis tersebut telah diberhentikan sebagai anggota DPRD Bengkalis, berdasarkan surat keputusan yang sah.
Kedua, sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka surat usulan pemberhentian pimpinan DPRD Bengkalis atas nama H Khairul Umam, Lc, ME. Sy dan Syahrial ST, MSi tidak dapat diproses lebih lanjut.
Terhadap persoalan itu, pakar hukum Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) Dr Saut Maruli Tua Manik SHi SH MH CLA ketika diminta pendapatnya terkait usulan ganti pimpinan DPRD Bengkalis, yang dilayangkan Pemkab Bengkalis dan mendapat penolakan secara yuridis hukum oleh Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, secara pandangan hukum apa yang disampaikan Gubernur Riau sudah tepat.
“Sesuai pandangan hukum, setelah membaca balasan surat dari Gubernur Riau, maka pimpinan DPRD Bengkalis kembali seperti asal. Di mana saat Gubernur Riau mengangkat pimpinan DPRD masa bakti 2019-2024, di mana Ketua DPRD Bengkalis adalah H Khairul Umam dan Wakil Ketua I DPRD Bengkalis adalah Bapak Syahrial ST. Ini berlaku dan terus masih berlaku," ujarnya.
Saut yang juga Wakil Dekan Umri yang sering menangani perkara pilkada dan uji materi di Mahkamah Konstitusi serta Mahkamah Agung ini menyebutkan, ini menjadi sebuah warning, terkait masalah keabsahan dan legalitas sidang-sidang paripurna yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan ke depan. Jika seandainya tidak melibatkan Khairul Umam sebagai Ketua DPRD Bengkalis yang sah, maka jelas akan menghasilkan kebijakan yang cacat prosedur.
“Sedikit saya memberikan warning atas hal ini, terkait masalah keabsahan dan legalitas sidang-sidang paripurna yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan ke depan. Jika seandainya, tidak melibatkan Khairul Umam selaku pimpinan DPRD Bengkalis, maka apapun yang dihasilkan produknya jelas cacat prosedural,” ujarnya.
Ia menjelaskan, alasan cacat prosedural. Pertama adalah adanya mosi tidak percaya, yang dilakukan oleh 36 anggota dewan, di dalamnya ada BK yang turut sebagai pelapor sekaligus merangkap sebagai hakim.
“Jika BK merangkap dua, sebagai pelapor dan sebagai hakim. Tentu saja ini akan menimbulkan conflict of interest (konflik kepentingan), bagi mereka. Tidak mungkin dong, dia sebagai pelapor dan dia sebagai pengadu sekaligus merangkap, sebagai jaksa dan hakim,” ujarnya lagi.
Kemudian kedua, kata Saut Maruli, BK dalam menindaklanjuti terhadap mosi tidak percaya 36 anggota DPRD Bengkalis, dinilai tidak memiliki hukum beracara, tidak memiliki kode etik, sementara dalam ketentuan BK memiliki kode etik yang diatur perundang-undangan.
“Saya melihat dalam kasus ini, BK tidak punya hukum acara, tidak memiliki kode etik, seharusnya BK memiliki kode etik yang di atur dalam PP Nomor 12 Tahun 2018, tetang Tatib DPRD dan dibahas pada Pasal 80, 81,82 dan 83,” ungkapnya.
Merujuk dari PP Nomor 12 Tahun 2018 tersebut, katanya lagi, sudah jelas apa yang disampaikan ini ternyata diakomodir oleh Gubernur Riau dalam suratnya. Gubernur Riau melalui surat memandang ada cacat prosedural dari awal.
Maka dari itu, ujar Saut, ketika ini dipandang oleh Gubernur Riau ada cacat prosedural dari awal, kemudian gubernur mengatakan dalam suratnya tidak dapat menindaklanjuti pergantian pimpinan DPRD Bengkalis, maka inilah yang menjadi warning DPRD Bengkalis versi Ketua DPRD Bengkalis sementara Sofyan S.Pdi bersama anggota DPRD lainnya.
“Inilah yang saya maksud ada warning, bagi legalitas keabsahan dari pada orang-orang yang melakukan sidang paripurna, baik Banmus maupun paripurna ataupun sidang lainnya, yang tanpa melibatkan Ketua DPRD Bengkalis Khairul Umam dan Wakil Ketua I Syahrial,”paparnya lagi.
Saut Maruli Tua Manik menjelaskan, apa yang mereka (Pemkab Bengkalis) usulkan melalui Sekda Bengkalis ke Gubernur Riau sangat bertolak dan tentunya kedepan mereka tetap melakukan rapat paripurna pembahasan APBD terutama APBD 2024 mendatang, hasil pengesahan pimpinan DPRD Sofyan dkk, maka cacat prosedural yang akan terjadi.
“Kalau APBD cacat secara prosedural, yang dirugikan siapa? Tentunya masyarakat nantinya yang dirugikan, ini sangat bahaya, bisa menimbulkan kerugian nantinya, tentu atas hal ini juga saya menyarankan kepada masyarakat, khususnya penggiat hukum dan kesejahteraan masyarakat, agar produk yang dihasilkan agar di uji, melalui legalitas serta adanya perbuatan melawan hukum. Saya kira itu yang bisa ditegaskan,” ungkapnya.
Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)
Editor: Edwar Yaman