CERPEN ZUARMAN AHMAD

Menjejak Langit

Seni Budaya | Minggu, 07 Februari 2016 - 01:23 WIB

“Kepada penguasa alam Menjejak Langit,” kata dua orang lelaki sangat tampan bersamaan.

“Berapa lama lagi perjalanan kita hingga sampai ke tempat penguasa alam Menjejak Langit?” kataku agak tersendat-sendat.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

“Kalau di tempat kalian di bumi mencapai perjalanan seribu kilo-meter lagi,” kata seorang lelaki sangat tampan yang memakai baju putih.

Dalam perjalanan menuju ke tempat penguasa alam Menjejak Langit, Aku menjumpai pepohonan di kanan kiri jalan yang merendah hampir mencecah tanah yang kami injak. Anehnya, jalan tanah yang kami lalui tidak seperti tanah yang ada di bumi, tetapi seperti berjalan di atas lautan beku yang berwarna biru kehijauan. Anak-anak sungai yang tidak dapat dilukiskan keindahannya mengalir di kiri kanan jalan yang kami lalui, dan airnya yang sangat jernih. Rasa hausku makin menjadi-jadi dan ingin rasanya Aku meminum air anak sungai itu.

“Kami tidak boleh melakukan apa yang tidak diperintahkan. Nanti tuan akan diberi air minum ketika sudah sampai di penguasa alam Menjejak Langit,” kata lelaki sangat tampan yang memakai baju biru.

“Kita sudah sampai,” kata perempuan yang memakai baju hijau lumut yang berjalan di sebelah kiriku.

Aku melihat istana yang menjulang tinggi dibalut cahaya sehingga tiada lagi terlihat puncak istana itu karena penuh dengan cahaya. Tiba-tiba pintu gerbang istana itu terbuka.

“Salam, salam, salam, selamat datang di tempat alam Menjejak Langit. Kamu boleh menikmati seluruh apa yang ada di tempat ini,” kata suatu suara yang keluar dari dalam istana itu diiringi cahaya berbagai-bagai warna yang seakan-akan membalut tubuh kami berlima.

“Masuklah,” sahut suara itu lagi.

“Saudara boleh masuk,” kata kedua perempuan sangat cantik yang tak dapat dilukiskan itu mengiringiku.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook