PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) - Polemik penunjukan dua pejabat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni komisaris dan direksi untuk PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) dan PT Pengembangan Investasi Riau (PIR) kini memasuki babak baru.
Di mana, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau meminta agar Pemerinta Provinsi (Pemprov) Riau meminta agar penetapan pejabat perusahaan plat merah tersebut ditunda.
Keputusan itu tertuang ke dalam rapat dengar pendapat yang digelar Komisi III DPRD Riau bersama Biro Ekonomi Setdaprov Riau, Kamis (28/1).
Hadir dalam pertemuan tersebut Wakil Ketua DPRD Riau Agung Nugroho dan Hardianto, serta Ketua Komisi III Husaimi Hamidi.
Sedangkan dari pihak Pemprov, dihadiri oleh Kepala Biro Ekonomi Jhon Armedi Pinem yang juga merupakan Komisiaris PT SPR hasil seleksi.
Saat itu dewan sempat menanyakan bagaimana proses dari seleksi pejabat hingga penetapan hasil. Namun panitia seleksi yang sebelumnya sempat diundang dewan, berhalangan hadir.
Sehingga proses seleksi tersebut dijelaskan oleh Kabiro Ekonomi Jhon Armedi Pinem. Kata dia, proses tersebut sudah dijalankan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Bahkan sudah diumumkan ke masyarakat melalui media massa. Termasuk juga proses konsultasi bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Jadi semua proses sudah kami jalankan sesuai dengan peraturan serta regulasi yang ada," sebutnya.
Pernyataan itu kemudian dijawab oleh Waka DPRD Riau Hardianto. Ia mempertanyakan mengapa Pemprov tidak melibatkan DPRD dalam proses seleksi. Karena, setelah hasil seleksi keluar, justru DPRD yang menjadi sasaran masyarakat atas hasil yang sudah ditetapkan.
"Tidak sedikit yang datang kepada kami. Mempertanyakan hasil seleksi tersebut. Tidak hanya dari tokoh masyarakat saja, ada kalangan mahasiswa, LSM dan beberapa unsur masyarakat lainnya. Sedangkan kami sama sekali tidak tau dan tidak pernah dilibatkan ke dalam proses," ujarnya.
Hardianto kemudian membacakan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.37/2018. Dimana dalam aturan tersebut sama sekali tidak ada larangan dalam melibatkan unsur DPRD sebagai panitia seleksi.
"Sehingga tidak ada alasan bagi Pemprov untuk tidak melibatkan wakil rakyat dalam menunjuk pejabat yang mengurusi perusahaan daerah. Apalagi, saat ini telah timbul berbagai gejolak di tengah masyarakat. Bahkan tidak sedikit isu miring dan berbagai opini negatif. Ini yang seharusnya dihindari," ucapnya.
Legislator asal Dumai itu menegaskan, pelibatan DPRD dalam seleksi hanya untuk menjalankan tugas sebagai pengawas kinerja pemerintah. Di mana, dewan memiliki tanggung jawab moral mengawal BUMD yang ada saat ini tidak terus menerus mengalami kerugian.
Bahkan hampir setiap tahunnya BUMD yang ada meminta tambahan penyertaan modal tanpa memberikan deviden atau kontribusi nyata terhadap keuangan daerah.
Ia tidak mau kondisi tersebut terus terjadi. Dimana menurut dia, diakibatkan oleh penunjukan pejabat BUMD yang tidak profesional.
Bila memang Pemprov tidak mau mendengarkan masukan DPRD, maka lanjut dia, pihaknya akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) BUMD. Melalui mekanismen pansus tersebut, nantinya dewan bisa saja membuat perda untuk penutupan BUMD yang dirasa tidak menghasilkan atau tidak berkembang dalam jangka waktu tertentu.
"Bisa saja nanti kami buat Pansus BUMD. Nanti Pak Ketua Komisi III silahkan inventarisir. Mana-mana BUMD yang tidak provit, kita buatkan Perda, tutup saja. Daripada begini-begini terus menghabiskan uang daerah," pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPRD Agung Nugroho. Menurut dia, apa yang diperjuangkan DPRD saat ini tidak lebih supaya BUMD di Riau bisa menjadi lebih baik. Maka dari itu, ia menyarankan agar penetapan pejabat dua BUMD di atas agar dilakukan penundaan.(kom)