PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Seribuan massa menggelar deklarasi #2019GantiPresiden di Masjid Raya An-Nur Pekanbaru. Kegiatan ini dimulai setelah Salat Zuhur berjamaah di masjid tersebut. Awalnya, mereka berkumpul di halaman masjid itu.
Ada laki-laki, tua dan muda. Di sana, terbentang spanduk bertuliskan #2019GantiPresiden. Setiap massa, memegang satu bendera kecil yang juga bertuliskan #2019GantiPresiden. Di halaman itu, mereka menyanyikan lagu 2019 Ganti Presiden. Setelah sekitar seribuan lebih yang berkumpul, mereka bergerak ke luar masjid. Rencananaya, mereka long marc ke Tugu Pahlawan, dan Mapolda Riau. Akan tetapi, di gerbang luar masjid tersebut, massa dihadang ratusan polisi. Mereka tidak diperbolehkan melakukan aksi. Massa yang ngotot, sehingga terjadi aksi dorong-dorongan.
Hingga pukul 14.00 WIB, pihak kepolisian masih saja memblokade massa, dengan membuat pagar betis. Alasan penghadangan yang dilakukan oleh polisi tersebut, karena massa dinilai belum melayangkan surat pemberitahuan. Oleh karena itu, Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Susanto meminta agar massa mundur kembali ke dalam masjid. Massa diminta terlebih dahulu memasukkan surat pemberitahuan aksi ke polisi.
“Kami harap, bapak-bapak dan ibu-ibu dapat mundur ke dalam masjid dengan tertib,” ujar Susanto.
Massa tak mau kembali ke dalam masjid. Aksi dorong-dorongan kembali terjadi. Massa tumpah ke jalan. Sehingga jalan tersebut menjadi macet. Beberapa perwakilan massa, melakukan negosiasi dengan polisi agar mereka diizinkan untuk melanjutkan aksi long marc. Alhasil, massa mengalah untuk tidak melakukan aksi long marc. Mereka rela melakukan deklarasi itu di gerbang masjid tersebut. Massa berjanji, akan melakukan aksi dengan tertib. Dengan kesepakatan itu, pihak kepolisian mulai mundur. Aksi dorong-dorongan tak terjadi lagi. Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Susantono yang langsung menginstruksikan personelnya untuk mundur.
“Semuanya mundur dengan tertib,” ujar Susanto dengan pengeras suara.
Mundurnya personel kepolisian ini, membuat massa langsung dingin. Tepuk tangan massa terdengar lantang. “Hidup polisi, hidup polisi,” teriakan massa.
Dengan tertib, massa langsung melangsungkan kegiatan deklarasi tersebut. Mulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya hingga lagu 2019 Ganti Presiden. Kemudian, secara bergantian orasi yang disampaikan orator di lokasi. Deklarasi ini tak berlangsung hingga azan Asar berkumandang.
Koordinator deklarasi #2019GantiPresiden, Irwan S Tanjung usai orasi kepada Riau Pos mengungkapkan gerakan deklarasi #2019GantiPresiden tersebut dilakukan secara spontan tanpa ada lembaga maupun kepentingan pribadi atau kelompok lain.
“Ini kekecewaan kami selama Jokowi menjabat presiden. Kami tidak dikoordinir oleh siapa pun. Ini merupakan gerakan spontan dari masyarakat yang menginginkan perubahan dengan mengganti presiden pada pemilu 2019,” kata Irwan.
Tidak hanya itu ia juga sangat merasa kecewa, Bunda Neno Warisman yang sudah tiba di Bandara SSK II Pekanbaru tidak dapat hadir mengikuti deklarasi #2019gantipresiden karena dipulangkan secara paksa ke Jakarta.
“Saya sudah berbincang-bincang dengan masyarakat, mereka yang datang ke sini mendapatkan informasi dari media sosial (Facebook) yang kemudian dengan ikhlas datang bergabung bersama-sama,” ujarnya lagi.
Irwan menyampaikan kepada massa yang tergabung dalam aksi #2019GantiPresiden sepakat akan melakukan gugatan class action atas kasus persekusi yang dialami Neno Warisman. Dalam gugatan class action ini, massa sepakat menunjuk Irwan S Tanjung sebagai kuasa hukum. Dia mengatakan langkah hukum ini diambil atas dasar kesadaran kalau keberadaan serta gerakan aksi #2019GantiPresiden di Riau saat ini, merupakan efek dari kasus persekusi yang dialami Neno Warisman.
“Kami akan melawan dengan cara yang lebih beretika dan tidak menentang hukum. Class action akan menggugat negara dan Kapolda Riau atas tindakan ketidakadilan yang sudah dilakukan aparat kepolisian terhadap Bunda Neno,” ujarnya.
Dia menambahkan, gugatan class action merupakan satu-satunya cara bagaimana masyarakat Riau bisa melawan ketidakadilan ini. Dalam waktu dekat beberapa perwakilan massa aksi akan melakukan komunikasi dengan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) dan Front Pembela Islam (FPI). Selanjutnya barulah Irwan bersedia menjadi kuasa hukum dan akan memprotes masalah ini di ranah pengadilan.
“Menang atau kalah itu urusan belakangan. Perlu dicatat kalau gerakan #2019GantiPresiden bukan gerakan preman. Saya bersedia menjadi pengacara biar nasional tahu kalau masyarakat Riau ini punya marwah. Tindakan persekusi seperti yang dilakukan aparat bukan cara-cara masyarakat Riau,” ucapnya.
Belum bisa dipastikan kapan gugatan class action ini dilakukan. Ia dan komponen masyarakat lainnya dalam pekan ini akan membahas hal itu.
“Coba kita intropeksi diri sendiri, kita lihat presiden sebelumnya seperti “maaf” Gusdur yang serba keterbatasan tidak ada gesekan seperti ini, masa jabatan Habibie juga saat pelepasan Timor Timur tidak ada gesekan,”ujarnya.
Tidak Cerminkan Nilai Adat Budaya Melayu
Berkaitan kejadian aksi dengan apa yang disebut #2019GantiPresiden di Pekanbaru dalam beberapa hari terakhir, khususnya Sabtu (25/8) serta Ahad (26/8) dengan segala dinamikanya sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai adat budaya Melayu. Hal yang harusnya dijunjung tinggi semua pihak di atas Bumi Lancang Kuning. Hal itu disampaikan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau melalui rilis yang disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAM Riau Datuk Syahril Abubakar. Kepada Riau Pos, Datuk Syahril ketika dikonfirmasi menyikapi kondisi Pekanbaru dua hari terakhir, mengaku sangat menyayangkan.
Di mana diawali dengan beberapa kejadian sejak Sabtu antara lain dengan tertahannya Neno Warisman di dalam mobil selama sekitar tujuh jam. Bahkan sampai mengakibatkan bentrok antar kubu yang pro dan kontra dengan pihak TNI dan Polri di lokasi. Kemudian Ahad juga sempat terjadi dorong-dorongan antara pihak penegak hukum dan massa yang tengah aksi di pusat Kota Pekanbaru.
“Atas persoalan ini yang memang sensitif ini. Saya bersama Datuk Al azhar (Ketua MKA LAMR, red) memberikan pernyataan pendapat karena apa yang terjadi sudah tak patut,” kata Datuk Syahril kepada Riau Pos malam tadi.
Poin pertama LAM Riau mengomentari persoalan yang terjadi di mana menurut Syahril, kejadian yang ada sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai adat dan budaya Melayu yang sepatutnya dihormati dan dijunjung tinggi semua orang di Riau ini.
“Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Ini sama sekali tidak mencerminkan nilai adat budaya Melayu,” tegasnya.(dal/man/egp)