SELATPANJANG (RIAUPOS.COP) -- Ratusan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kabupaten Kepulauan Meranti yang dinyatakan lulus Januari 2018 lalu, belum juga mengikuti latihan dasar (Latsar) atau yang semula dikenal dengan istilah prajabatan.
Padahal pertengahan 2019 sebelum ini, pemerintah pusat telah mendesak setiap daerah yang menggelar CPNS 2018 untuk segera mengakomodir prajabatan terhadap aparaturnya.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Kepulauan Meranti, Alizar kepada Riau Pos, Ahad (24/11) membenarkan hal itu.
Memang, kata Alizar berdasarkan peraturan menteri yang baru, CPNS 2018 hanya diberikan waktu satu tahun untuk bisa mengikuti Latsar. Jika tidak
dipenuhi, maka hak mereka untuk menjadi PNS akan dicabut.
Permintaan Menteri PAN RB itu mengacu pada pasal 64 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, dan Pasal 351 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 yang diundangkan 7 April 2017 silam: Jadi bagi CPNS yang tidak memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang terdapat di PP tersebut, dapat diberhentikan sebagai CPNS.
Menanggapi hal tersebut, ia mengaku akan tetap akan mengakomodir Latsar 2020 mendatang. "Kita tetap berupaya, Insya Allah tahun depan akan kita laksanakan. Pasalnya segala persiapan telah dilakukan, mulai dari berkoordinasi dengan LAN, BKN, hingga balai diklat provinsi," ungkapnya.
Dihimpun dari Sekretaris BKD, Bakharuddin, ratusan CPNS yang belum mengikuti Latsar di lingkungan mereka berjumlah 215 orang, terhitung mulai tanggal (TMT) Maret 2018 silam.
Dikatakan Bakhar, pihaknya tetap membuat agenda Latsar untuk seluruh CPNS terkait, walupun kemampuan anggaran 2020 sangat minim. Pasalnya angaran yang diajukan semula, include Latsar dan beberapa kegitan wajib dan rutin yang lainnya.
"Tetap akan kita laksanakan. Walaupun kemampuan anggaran minim. Mengingat itu wajib, akan ada beberapa kegiatan yang akan kita korbankan. Pasalnya anggaran yang kita usulkan Rp8 milliar, setelah disahkan menjadi Rp5 miliar lebih. Makanya tak cukup," ujarnya.(wir)