PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Sejumlah sopir truk maupun interkuler pengangkut pasir batu (sirtu) dan sawit mengajukan protes. Mereka merasa keberatan dengan surat edaran (SE) dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) yang melakukan pembatasan terhadap pembelian jenis BBM tertentu, seperti solar di SPBU di Rohul.
Dalam surat edaran BPH Migas nomor 3865.E/Ka BPH/2019 tentang pengendalian kuota jenis BBM tertentu (JBT) itu dijelaskan, bahwa dilakukan pembatasan pembelian BBM jenis solar oleh SPBU kepada kendaraan bermotor untuk pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam dalam kondisi bermuatan ataupun tidak.
Dalam surat tersebut dirincikan, bahwa pembelian JBT jenis minyak solar untuk angkutan barang roda empat sebanyak 30 liter/kendaraan/hari. Roda enam atau lebih sebanyak 60 liter/kendaraan/hari dan kendaraan pribadi sebanyak 20 liter/kendaraan/hari.
Kemudian larangan kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar merah, mobil TNI/Polri, sarana transportasi air milik pemerintah. Selanjutnya, dilarang menggunakan JBT jenis minyak solar untuk mobil tanki BBM, CPO, dump truk, truk trailer, truk gandeng dan mobil molen (pengaduk semen).
Larangan melayani pembelian minyak solar untuk konsumen pengguna usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi air yang menggunakan motor tempel dan pelayanan umum tanpa menggunakan surat rekomendasi dari intansi berwenang. Selanjutnya PT Pertamina (Persero) wajib menyediakan BBM nonsubsidi (pertamina dex dan dexlite) untuk mengantisipasi terjadinya antrean di SPBU.
Menyikapi SE BPH Migas tersebut, para sopir interkuler dan dump truk yang memiliki roda enam atau lebih di Rohul sangat kecewa dan keberatan, karena pembatasan atau larangan pembelian BBM jenis solar di SPBU.
Mereka menilai, kebijakan ini akan merugikan para sopir yang mendapat gaji dari pendistribusian atau pengangkutan muatan barang oleh pimpinan atau perusahaan tempat ia bekerja. Bahkan potensi akan terjadi gesekan akan sangat besar, terutama antara sopir dengan petugas SPBU. Khususnya bagi sopir yang tidak tahu adanya aturan pembatasan pembelian BBM solar tersebut.
"Kami mewakili sopir dump truk, dan interkuler pengangkut sirtu di Rohul sangat kecewa dengan SE BPH Migas yang melarang untuk membeli BBM solar subsidi di SPBU. Kita minta Presiden RI Joko Widodo untuk mengevaluasi SE BPH Migas yang dapat merugikan para sopir dan pengusaha. Karena tidak semua SPBU di Rohul menyediakan BBM deklite. Para sopir taunya larangan itu dari pengumuman yang dipasang SPBU," ujar Ujang, salah seorang sopir dump truk Kecamatan Rambah kepada Riau Pos.
Dalam pada itu, salah seorang pengelola SPBU Pasir Putih, Soni saat dikonfirmasi Riau Pos, membenarkan adanya SE BPH Migas tersebut. Di mana pemberlakukan larangan dan pembatasan pembelian BBM jenis solar sejak Senin (16/9) lalu.
Pihaknya sebagai mitra dari PT Pertamina, menjalankan apa yang menjadi keputusan pemerintah.
>>Berita selengkapnya baca Riau Pos hari ini.
Laporan : Tim Riau Pos
Editor : Rinaldi