PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Dinas Pariwisata Riau kembali membuat terobosan dengan memberdayakan buzzer-buzzer untuk mempromosikan potensi daerah. Melalui Bidang Ekonomi Kreatif (Ekraf) dinas yang dipimpin Fahmizal ini melakukan MoU untuk pertumbuhan ekraf. Penandatanganan MoU dilaksanakan, Sabtu ( 11/8) di laman Mall SKA Pekanbaru. Tampak dalam acara itu Ketua APJI Riau, Ketua IKABOGA RIAU, jajaran pengurus BKOW serta para pejabat di lingkungan Dinas Pariwisata Riau.
Sementara pihak buzzer yang menandatangani MoU antara lain Brosis Pku, Pku City, Wisata Pku Riau, Caraka Corp, Anak Nongkrong Pku, Trip Pku, Pku Boming, Relawan Muda Riau, Genpi Riau.
Dalam kesempatan itu Fahmizal menjelaskan, Riau selama ini dikenal sebagai daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Sudah puluhan tahun Riau menikmati manisnya kelimpahan sumber daya alam ini. Namun, semakin berkurangnya potensi sumber daya alam yang ada menuntut masyarakat Riau untuk lebih kreatif dalam mengembangkan perekonomian. Salah satunya dengan mengembangkan ekonomi kreatif.
Pengelolaan ekonomi kreatif yang baik, tidak saja berdampak pada pendapatan, penciptaan lapangan kerja serta nilai ekspor. Namun juga berkontribusi penting terhadap kesejahteraan dan pembangunan berkelanjutan.
Melihat kondisi kekinian, Riau memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi kreatif. Terlebih, tren bisnis dan penggerak ekonomi saat ini sudah bergeser ke usaha dan bisnis yang memiliki keunikan dan ciri khusus, inilah peluang yang harus dilirik pemerintah Riau.
Sebenarnya di Riau, sektor industri kreatif, terutama dalam hal seni pertunjukan juga termasuk dalam subsektro ekonomi kreatif itu juga maraknya. Kerapkali di Riau mempersembahkan beragam bentuk potensi ekonomi kreatif berupa kuliner, cenderamata, musik, fotografi, arsitektur, iven-iven seni pertunjukan baik skala nasional maupun internasional, sebut saja misalnya, parade tari, parade musik, music world Hitam Putih, Bono Jazz, Festival Budaya Melayu dan banyak lagi lainnya. Ke semua event seni pertunjukan yang dilakukan menampilkan karya-karya seni pertunjukan yang sesungguhnya memiliki “daya jual”.
“Kreasi-kreasi yang dilakukan berangkat dari kekayaan khazanah budaya lokal yang ada, ataupun kolaborasi antara modernitas dan tradisi,” ujarnya.
Namun demikian, ada persoalan yang tidak bisa dianggap remeh dalam setiap helat seni pertunjukan yang dilakukan. Terutama pada pengunjung atau penonton yang tidak pernah memuaskan dalam segi kuantitas. Acara atau helat seni pertunjukan yang begitu besar gaungnya tidak dihadiri atau diramaikan oleh pengunjung atau sepi pengunjung.