PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Puluhan kotak plastik berisi sarden ditumpuk di sebuah meja. Dua kipas angin diletakkan tak jauh dari sarden tersebut agar sarden yang panas segera dingin untuk dimasukkan ke dalam mesin pendingin.
Ikan-ikan sarden tersebut merupakan produk olahan Usaha Kecil Menengah (UKM) Siti Hajar yang berada di Jalan Bunga Indah, Tangkerang Selatan, Bukit Raya, Pekanbaru. Owner usaha sarden, Erlina bercerita awalnya ia membuat usaha menjahit dan mengajarkannya kepada anggota UKM Siti Hajar lainnya. Ia melihat usaha di bidang pakaian memerlukan waktu yang lama dari proses hingga menjadi pakaian yang siap untuk dijual.
Kemudian muncul ide untuk mengolah ikan sarden. Ia melihat peluang dari kasus ikan sarden beberapa waktu lalu, di mana orang-orang takut untuk mengonsumsi ikan sarden kalengan karena isu cacing pita pada sarden kalengan. Karena itu ia merasakan kerinduan masyarakat untuk mengonsumsi sarden, sehingga ia berpikir untuk membuat sarden dan mengobati kerinduan masyarakat akan kehadiran sarden.
Meski pun ia tak memiliki kemampuan khusus dalam mengolah sarden, Erlina belajar dari adik iparnya untuk memberikan resep dalam mengolah ikan sarden menjadi sajian yang menggoda selera.
Awal mencoba ia berpikir sarden yang dibuatnya tidak menarik bahkan Erlina sempat berpikir telah gagal membuat resep tersebut. Sehingga ia pun tak ingin mencobanya. Kemudian ia memasukkan sarden tersebut ke dalam mesin pendingin.
Beberapa hari kemudian saudara Erlina yang juga pencinta sarden berkunjung ke rumahnya. Akhirnya ia membawa pulang sarden buatan Erlina. Erlina bercerita jika saudaranya tersebut menelepon dan menanyakan resep yang menurut saudara Erlina memiliki rasa yang luar biasa. “Dia menelepon, menanyakan resepnya apa? Ternyata setelah dimasukkan ke dalam mesin pendingin, sarden yang telah diolah tersebut memiliki rasa nikmat,” katanya.
Setelah itu, ia dan dua orang temannya kembali membuat sarden dengan resepnya dan memasukkan sarden tersebut ke mesin pendingin sebelum dipasarkan. Ternyata sarden tersebut mendapatkan sambutan baik dari masyarakat, terlebih lagi setelah mengetahui olahan sarden yang dibuat Erlina dan kawan-kawan tanpa menggunakan penyedap rasa. “Banyak yang suka, pesan terus pesan terus hingga sampai ke luar kota sekarang ini,” ujar Erlina.
Usaha ini baru jalankan Erlina sejak Januari 2019. Tak perlu waktu lama, Erlina berhasil memasarkan produknya hingga ke luar kota. Seperti Padang, Jakarta, Bandung dan lain-lain. Untuk bulan pertama ia berhasil mendapatkan omzet sebesar Rp13 juta. Bahkan untuk Maret usaha sardennya berhasil mendekati angka Rp28 juta. “Alhamdulillah setiap bulan naik terus, pertengahan April ini sudah melebihi omzet bulan lalu,” tuturnya.
Saat ini sudah banyak reseller yang menjual sarden olahan miliknya. Ia menjual kepada reseller seharga Rp22 ribu kemudian reseller menjual seharga Rp27 ribu. “Kalau di luar kota ada yang jual Rp35 ribu. Tapi kalau pun orang langsung beli di sini tetap kami jual seperti yang dijual reseller,” ujarnya.
Erlina mengaku memasarkan produknya dengan memaksimalkan media-media sosial yang ada. Sepertj Whatsapp, Facebook, Instagram dan lain-lain. Ia mengatakan selalu rajin men-update status baik di Whatsapp mau pun Facebook. “Kita harus rajin update status, biar orang tahu kita punya produk, jangan malu dibilang lebai,” ungkapnya.
Ia juga menceritakan bagaimana cara membuat status yang membuat orang penasaran dan ingin membeli sarden olahan miliknya. “Kalau update status, jangan tulis dijual ini ini, tapi tulislah keseharian kita terkait produk. Contohnya: Alhamdulillah hari ini produk udah terjual sekian, gitu caranya,” kata Erlina yang saat ini masih menjalankan kursus menjahit meski pun sarden menjadi prioritas utamanya sekarang.
Selain itu ia juga menyampaikan strategi penjualan seperti tidak terlalu mengambil untung yang besar.(*2/ade)
(Laporan MARIO KISAZ, PEKANBARU)