HUKUM

LBH Pertanyakan SH Tak Kunjung Ditahan

Riau | Selasa, 23 November 2021 - 12:00 WIB

LBH Pertanyakan SH Tak Kunjung Ditahan
Sejumlah spanduk tuntutan dan ekspresi kekecewaan pada penanganan kasus pelecehan seksual di Kampus Fisip Unri tersebar di beberapa titik di Kota Pekanbaru, Selasa (23/11/2021). (HENDRAWAN KARIMAN/RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Tersangka kasus pencabulan mahasiswi FISIP Unri, SH, setelah diperiksa di Polda pada Senin (23/11) kemarin tidak ditahan. Hingga siang ini, status SH sebagai salah seorang pejabat di Unri masih aktif. Hal ini memantik pertanyaan besar dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru yang menjadi penasehat hukum, LM yang menjadi korban pada kasus ini.

Kepala Operasional LBH Pekanbaru Rian Sibarani menyebutkan, penahanan tersangka itu pada dasarnya merupakan kewenangan subjektif penyidik. Namun bila bercermin pada Pasal 21 Ayat 4 KUHAP, penahanan dapat dilakukan pada tersangka dengan ancaman hukumannya 5 tahun atau lebih.


"Sementara SH ancaman ini kan hukumannya lebih dari 5 tahun, oleh karenanya dapat dilakukan penahanan terhadap SH oleh kepolisian. Ini juga untuk mempermudah pengusutan kasus ini," sebut Rian.

Rian menyebutkan, ada beberapa alasan kenapa SH harus ditahan. Pertama, tersangka masih dosen aktif yang mempunyai jabatan dan kuasa di kampus. Maka dengan jabatan dan kuasanya, karena tidak ditahan, dikhawatiran tersangka dapat melakukan apa saja yang menguntungkan dirinya untuk menghambat proses hukum yang sedang berlangsung.

"Juga dikhawatiran dia akan melakukan manuver yang akan menyudutkan penyintas, seperti yang sering sering terjadi. Penyintas ketika bersuara maka akan rentan disudutkan, dikriminalisasi dan diintimidasi. Maka dia harus ditahan,"' kata Rian.

Terkait kasus ini, sejumlah poster dan spanduk tertempel di sejumlah lokasi di pusat Kota Pekanbaru. Poster menyuarakan tuntutan dan ungkapan ketidakpuasaan penanganan kasus pelecehan seksual yang kini sedang ditangani di Polda Riau tersebut. 

Di antara poster dan spanduk itu, ada juga undangan kepada Mentri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim agar datang ke kampus Universitas Riau (Unri). Ada juga yang mempertanyakan ketegasan pihak rektorat dalam menangani kasus ini. Ada juga spanduk berisi peringatan seperti 'Dear Rektor & Jaksa We Are Watching.'

Pantauan RiauPos.co spanduk dan poster ini tersebar di sejumlah tempat keramaian. Mulai dari SPBU, pintu masuk pusat perbelanjaan, tepi pedestarian dan fly over. Sejumlah spanduk hingga menjelang siang ini juga masih terlihat terbentang di sejumlah jembatan penyebrangan.

Rian Sibarani mengaku mengetahui perihal poster dan spanduk tersebut. Dirinya menggap hal itu sebagai gambaran ketidakpuasan pihak-pihak yang selama ini memperjuangkan agar kasus pelecehan yang menimpa mahasiswi Hukum Internasional Unri tersebut agar segera diusut tuntas. Beredar pula kabar bahwa SH dipanggil pihak rektorat Unri siang ini, namun belum ada pihak yang bisa berkomentar terkait hal tersebut. 

Sebelumnya, SH diperiksa penyidik Polda Riau sebagai tersangka selama 10 jam. Usai diperiksa SH nyelonong keluar Mapolda. Terkait belum ditahannya SH, kendati ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun,  Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto mengatakan, hal itu merupakan kewenangan penyidik.

"'Kalau masalah itu (ditahan, red) kewenangannya penyidik," kata Sunarto usai pemeriksaan SH kemarin makam. 

Diketahui sebelumnya, Polda Riau resmi menetapkan Dekan Fisip Unri, SH sebagai tersangka pencabulan. Itu setelah penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan dan gelar perkara sejak awal kasus ini bergulir.

Saat itu Kombes Pol Sunarto mengatakan, dalam proses hukumnya penyidik menerapkan Pasal 289 KUHP dan atau Pasal 294 ayat (2) e KUHP terhadap tersangka SH. Di mana, pada Pasal 289 KUHP menegaskan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.

"Sedangkan Pasal 294 ayat (2) KUHP mengatur mengenai perbuatan cabul di lingkungan kerja dilakukan oleh pegawai negari dan orang dalam satu lingkungan kerja/institusi. Ancaman hukuman 9 tahun," pungkas Kombes Sunarto.


Laporan: Hendrawan Kariman (Pekanbaru)
Editor: E Sulaiman

 

 

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook